3 December 2024 07:36
Opini dan Kolom Menulis

DARI LUMBUNG PANGAN DESA, KE LUMBUNG PANGAN DUNIA

DARI LUMBUNG PANGAN DESA, KE LUMBUNG PANGAN DUNIA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Terlepas dari pro atau kontra atas kemauan politik Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara Lumbung Pangan Dunia tahun 2045, sebagai sebuah cita-cita bangsa, kita patut untuk mendukungnya. Selaku bangsa pejuang, kita tidak boleh ragu, jika kita sudah mengarahkan semangat yang cukup mulia. Perwujudan Lumbung Pangan Dunia, bukan keinginan yang sifatnya mengecat langit.

Namun, melihat potensi yang dimiliki, hasrat meraih Lumbung Pangan Dunia 2045 merupakan sebuah “political will” yang cukup realistik. Tinggal sekarang, bagaimana kita menyiapkan, merancang dan merumuskannya secara sungguh-sungguh, sehingga terbangun sebuah skenario yang terukur dan terarah dengan baik.

Menggapai Lumbung Pangan Dunia 2024, tidak mungkin akan terwujus, jika kita hanya mengedepankan wacana ketimbanf kerja nyata. Sangat keliru bila para penentu kebijakan hanya berbusa-busa bicara tentang Lumbung Pangan Dunia, kalau tidak diikuti oleh dukungan anggaran yang menopang.

Artinya, menjadi sangat ironis, di tengah spirit perwujudan Lumbung Pangan Dunia, sebagian besar anggaran pembangunan digunakan untuk membangun infrastruktur dasar. Ini yang tidak boleh terjadi. Atas hal yang demikian, agar semangat pencapaian Lumbung Pangan Dunia 2045 tidak prematur, sedini mungkin, kita perlu menyusun Grand Desain Pencapaian Lumbung Pangan Dunia 2045, lengkap dengan Roadmap nya.

Adanya kebijakan Pemerintah yang menetapkan sebesar 20 % Dana Desa yang digelontorkan Pemerintah digunakan untuk program Ketahanan Pangan, tentu perlu kita dukung dengan sepenuh hati. Kebijakan ini sangat menopang percepatan perwujydan Ketahanan Pangan di perdesaan. Bayangkan, jika setiap desa rata-rata mendapat Dana Desa sebesar 1 Milyar rupiah, maka bisa kita hitung berapa dana yang terkumpul di desa-desa, jika dari Dana Desa itu tercatat dana 200 juta per desa.

Ambil contoh di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang memiliki sekitar 420 Desa. Mengacu kepada kebijakan Pemerintah tentang ada 20 % dana desa diarahkan untuk Ketahanan Pangan, setidaknya terkumpul dana untuk pembangunan Ketahanan Pangan sebesar 840 Milyar rupiah. Hal ini betul-betul merupakan tambahan anggaran yang cukup signifikan dalam membangun daerah.

Pertanyaan mendasarnya adalah apakah Pemerintah telah merumuskan program prioritas dalam kaitannya dengan pembangunan Ketahanan Pangan di perdesaan ? Atau tidak, Pemerintah cukup memberi kisi-kisi pembangunan Ketahanan Pangan sesuai dengan SK Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ?

Yang lebih parah, bila tidak ada koordinasi yang baik dengan Pemerintah Daerah. Hal ini bisa terjadi ketika Pemerintah Daerah nya kurang peduli dan pejabatnya tidak memiliki wawasan pembangunan ketahanan pangan yang baik. Terlebih bila Kepala Desa memiliki agenda tersendiri dalam mengoptimalkan pemakaian 20 % dana desa untuk pembangunan Ketahanan Pangan itu sendiri.

Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pengertian ini memberi isyarat betapa penting dan strategisnya pengembangan Lumbung Pangan di perdesaan. Dengan menyisihkan sebagian dana peruntukan Ketahanan Pangan untuk digunakan pembangunan Lumbung Pangan Desa, maka betapa maraknya Lumbung Pangan yang kita miliki.

Setidaknya tercatat ada sekitar 84 ribu desa di seluruh Nusantara. Keren sekali bangsa ini, jika di 84 ribu desa itu, tumbuh Lumbung Pangan Desa dengan berbagai jenis komoditas berbasis pangan lokal. Di pulau Jawa bisa dibangun Lumbung Beras. Di Madura dan Nylusa Tenggara Timur bisa dikembangkan Lumbung Jagung. Di Maluku muncul dengan Lumbung Sagu.

Di Papua bisa ditumbuhkan Lumbung Ubi Jalar. Lalu ada Lumbung Sorghum. Lumbung Palawija. Lumbung Hortikultura. Lumbung Daging. Lumbung Ikan dan lain sebagainya. Melihat potensi sumber daya pertanian yang dimiliki, Indonesia berpeluang untuk tampil menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045. Masalahnya adalah bagaimana dengan penerapannya di lapangan agar semangat yang baik ini tidak menguap dengan begitu saja.

Menuju 2045, kita masih memiliki waktu sekitar 22 tahun lagi. Hampir satu kali Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Dengan waktu sepanjang itu, kita memiliki kans melakukan persiapan dan perencanaan yang cukup leluasa. Ayo, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, kita rumuskan Grand Desainnya.

Seabreg pendekatan perencanaan, benar-benar sangat diperlukan. Mulai dari pendekatan yang sifatnya teknokratik, pendekatan aspiratif/partisipatif, pendekatan top down-bottom up hingga ke pendekatan yang bersifat politis. Grand Desain inilah yang akan mengarahkan kita dalam mewujydkan Lumbung Pangan Dunia. Selain itu, jangan lupakan keberadaan Roadmap pencapaiannya. Tanpa Riadmap, kita bisa salah arah dalam pencapaiannya.

Kini akar persoalan terkait dengan hasrat menjadikan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045, sedikit banyak sudah mulai tergambarkan. Lumbung Pangan Dunia akan terwujud sekiranya di negeri ini tumbuh Lumbung Pangan Desa di setiap desa yang ada di negeri ini. Kita optimis dengan keuletan dan kerja keras bersama, semangat mulia menuju Lumbung Pangan Dunia 2045 bakal kita raih.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Selagi Nafas Masih Ada

MUTIARA SHUBUH Bismillahirahmanirahim,Assalamualaikum wr wbrkt… keluargaku saudaraku dan sahabatku, yang dimuliakan oleh Allah Swt… SELAGI NAFAS MASIH ADA Jika Hari

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *