Sastra dan Budaya

Wayang kehidupan (Tatang)    Pentas sekejap menguras air mata Emosi jiwa melanda Menata masa mengingat rasa Rindu menggebu mengingat ibu

Pelangi Pematang Sawah (Tatang Rancabali) Masa mudaku lekat keringat Memeluk peluh penuh keluh Pundak hendak memikul beban Gelandang menuju gelanggang

Nak, Aku Ayahmu (Tatang Rancabali) Seorang bapak setengah abad duduk di kursi jati ukir Jepara yang mulai lapuk, menatap nanar

ANTARA KABUT DAN KAMUOleh Sumarni Pagi yang berkabutDia begitu pongah. “Akulah penguasa jagat raya!”“Akulah….!”teriaknya begitu hebatKau hanya terdiam melihat semua

Nikmatnya Perbedaan (Tatang Rancabali) Kuasa Illahi menciptakan mahluk tak pernah ingkar janji Setiap hari datang memberi terangSeiring pagi menyingsing Membuka

Balada Senja Kota (Tatang Rancabali) Kata kata itu menguap terbawa asap Mengepul beriring debu jalanan Tersambar lalu lalang kendaraan tiada

GELAP TERDIAMOleh Sumarni selamat jalan gelapfajar menyapa dengan ramahmenyebarkan senyumnya yang ranum berwarna merah  kabut mengiringi sang fajar dengan kelembutannya,bulir embun bersinarkehangatan

Perjalanan (Tatang Rancabali) Fajar menyingsing membawa terang Mentari bersinar siratkan ronaCahaya benderang keluar Hamparan bumi keemasan di pagi hari Hadirmu

Keriangan (Tatang Rancabali) Kata-kata membuncah dari setiap mulut mungil itu Ucapan sopan menyalaMenghangatkan suasana dicerah siang Meriah cengkrama sesama teman  Selasar itu memberikan ruang riangMemulas

SEPTEMBER KELAM(Erum Rumiasih) Malam 30 September 1965 seakan kelamsuasana hening terasa mencekamTetiba terdengar tembakan di tengah malamDor dor dor… para