28 April 2025 17:01
Opini dan Kolom Menulis

SEPINYA PERINGATAN HARI TANI NASIONAL 2024

 

SEPINYA PERINGATAN HARI TANI NASIONAL 2024

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Peringatan Hari Tani Nasional ke 64 tahun, terkesan “adem ayem” saja. Penggugatan soal hak petani untuk hidup sejahtera pun nyaris tak terdengar. Pemerintah sendiri, seolah-olah menutup ruang agar peringatan Hari Tani 2024 berlangsung meriah. Padahal, kalau kita cermati soal kemiskinan ekstrim yang menjerat masyarakat, 47,94 % berada di sektor pertanian.

Artinya, siapa lagi mereka itu, jika bukan petani gurem dan petani buruh. Cengkraman kemiskinan terhadap kaum tani, memang telah berlangsung sejak lama. Jebakan kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural, menjadi potret kemiskinan yang mereka rasakan. Mereka seperti yang kesulitan membebaskan diri dari lingkaran setan kemiskinan yang tak berujung pangkal.

Nelangsanya kehidupan kaum tani, khususnya petani berlahan sempit, sebetulnya sudah dipahami dengan baik oleh para penentu kebijakan pembangunan di negeri ini. Perang melawan kemiskinan kaum tani, selalu dijadikan program prioritas setiap Pemerintahan yang manggung di Tanah Merdeka. Mereka paham, sebagai luka pembangunan, kemiskinan harus dihapuskan di negara kita.

Kaum tani sendiri, terekam sering terpinggirkan dari hiruk pikuk pembangunan. Dengan alasan demi perkembangan industri, kaum tani banyak tergusur dari kampung halaman nya. Demi memenuhi tekanan penduduk yang butuh perumahan/pemukiman, kaum tani tergeser ke pinggiran. Bahkan demi kepentingan infrastruktur dasar, kaum tani pun terpaksa meninggalkan tempat kelahirannya.

Begitulah nasib pilu petani di Tanah Merdeka. Petani yang seharusnya tampil sebagai salah satu soko guru pembangunan, ternyata baru enak dijadikan penghias pidato para pejabat. Mereka lewat pidato politik yang berbusa-busa, bicara soal pentingnya petani hidup sejahtera. Mereka lupa, kewajiban untuk mensejahterakan petani adalah tugas dan tanggungjawab Pemerintah.

Hari Tani yang diperingati setiap 24 September sejak tahun 1960, sebenar nya merupakan momentum yang baik bagi bangsa kita untuk melakukan refleksi atas apa-apa yang terkait dengan pembangunan pertanian dan pembangunan. Apakah betul, naiknya produksi hasil pertanian, khususnya beras telah mampu meningkatkan kesejahteraan para petani padinya ?

Atau tidak, dimana naiknya produksi beras, tidak berkorelasi positip dengan membaiknya kesejahteraan petani padi. Artinya, sekalipun bangsa kita sudah dua kali sukses meraih piagam penghargaan berkelas internasional atas keberhasilan meraih swasembada beras, ternyata kesejahteraan petaninya, tetap jalan ditempat alias tidak beranjak cukup signifikan.

Mencermati fenomena pembangunan pertanian saat ini, mestinya Hari Tani ke 64 tahun, mampu menggugah kesadaran bangsa ini, agar tidak main-main dalam mengelola pertanian, khususnya dunia perberasan. Tidak seharusnya produksi beras anjlok cukup signifikan, sehingga menyebabkan Indonesia menghadapi “darurat beras”.

Pemerintah juga tidak perlu “kebakaran jenggot” ketika harga beras di pasar melejit tinggi, sehingga membuat Pemerintah merasa kesusahan untuk menurunkannya. Lebih gawat lagi, ada apa sebetulnya dengan Tata Kelola Perberasan Nasional, sehingga mengharuskan Pemerintah merencanakan impor beras tahun ini menembus angka 5 juta ton beras ?

Impor beras, sesuai dengan aturan perundang-undangan terkini, memang tidak diharamkan untuk dijadikan pilihan kebijakan Pemerintah guna menperkokoh ketersediaan beras nasional. Hanya secara etis, impor baru pantas ditempuh, sekiranya produksi beras di dalam negeri dan cadangan beras Pemerintah, betul-betul tidak mampu lagi memenuhi kebufuhan beras di dalam negeri.

Lalu, penting juga dicarikan jalan keluar terbaiknya, agar kebituhan beras dalam negeri, tidak lagi mengandalkan kepada impor ? Jujur kita akui, atas keterbukaan Menteri Pertanian yang begitu rinci menyebut ada 10 faktor utama penyebab turunnya produksi beras. Akan lebih keren, jika Menteri Pertanian merinci dengan detail solusi yang ditawarkannya.

Betapa indahnya, jika dalam menyambut Hari Tani kali ini, Pemerintah mampu menyampaikan kepada rakyat terkait langkah-langkah nyata menggenjot produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada, sekaligus dengan menyuguhkan poin-poin penting menyangkut keberpihakan terhadap sektor pertanian dan kecintaannya kepada para petani.

Kita juga tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah tidak mau menggebyarkan peringatan Hari Tani ke 64 tahun ini. Apakah dikarenakan sektor pertanian dinilai cukup aman, sehingga tidak mengganggu kepentingan politik Pemerintah, atau memang Pemerintah beranggapan sektor pertanian cukup digarap dengan menyiapkan program ala kadarnya saja ?

Hari Tani 2024, sebenarnya berkaitan erat dengan selesainya masa jabatan Presiden Jokowi memimpin bangsa dan negeri tercinta. Kurang dari sebulan Presiden Jokowi lengser dan diteruskan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. Jika Pemerintah mencintai petani dan petaninya menghormati Pemerintah, mestinya peringatan Hari Tani sekarang tidak sepi, tapi digarap dengan penuh gairah.

Sayang, harapan ini tidak terpikirkan. Atau kita memang lagi senang diam-diam, karena kalau menggebyar, ditakutkan ketahuan sikap politik Pemerintah terhadap kaum tani di negeri ini. Semoga Hari Tani tahun depan, akan menjadi peringatan yang penuh makna, sekalian memberi harapan terwujudnya kesejahteraan petani secara lebih cepat. Dirgahayu Petani Indonesia.

(PENULIS, KETUA HARIANBDPD HKTI JAWA BARAT).

AYO LAWAN MAFIA PANGAN !

AYO LAWAN MAFIA PANGAN ! OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Dari berbagai literatur diperoleh informasi “Mafia Pangan” adalah kelompok atau individu

Read More »

KEUTAMAAN SILATURAHIM

MUHASABAH SHUBUH Senin, 28 April 2025 Bismillahirahmanirahim Assalamualaikum wrm wbrkt KEUTAMAAN SILATURAHIM Saudaraku, Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *