YANG TERLUPA DARI RAKOR PANGAN 2024 !
YANG TERLUPA DARI RAKOR PANGAN 2024 !
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Sehari sebelum Natal, Menteri Koordinator bidang Pangan Bung Zulhas menggelar Rapat Koordinasi Bidang Pangan di Gedung Pakuan, Bandung, Jawa Barat. Penyelenggaraan Rakor ini dilaksanakan secara hybrid, baik off line maupun on line. Peserta yang diundang cukup banyak sekitar 122 peserta yang mewakili kelembagaan Pemerintah, terdiri dari Aparat Pusat dan Aparat Daerah.
Ada 8 isu strategis yang dibahas dalam Rakor tersebut, mulai dari irigasi, distribusi pupuk, Penyuluhan Pertanian, budi daya ikan, ketersediaan pangan, harga pangan, benih dan DAS Citarum. Semua isu yang dibahas, dikaitkan dengan kemauan politik Kabinet Merah Putih yang ingin mencapai swasembada pangan, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Swasembada Pangan sendiri, telah ditetapkan Presiden Prabowo sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional dalam lima tahun ke depan. Bahkan Presiden Prabowo berharap agar tahun 2027, kita sudah mampu meraihnya. Memprioritaskan pencapaian swasembada pangan, memang berbeda dengan kebijskan Presiden-Presiden sebelumnya yang lebih menekankan pencapaian ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
Sekalipun ada kesan sejak 20 tahun lalu, swasembada pangan telah ditinggalkan dalam perjalanan pembangunan pangan, karena strategi yang dipilih lebih ditujukan ke pencapaian ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan, namun perlu diingat, tanpa terwujud swasembada pangan, mana bisa kita akan mampu mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal jika Presiden Prabowo memilih pencapaian swasembada pangan sebagai prioritas program strategisnya. Swasembada pangan merupakan “harga mati” yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Walau terkesan ibarat lagu lawas, namun swasembada pangan merupakan “syarat utama” jika bangsa ini ingin menuju ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan yang berkualitas.
Kata kunci pencapaian swasembada pangan, terletak pada produksi pangan yang melimpah. Untuk itu, upaya meningkatkan produksi dan produktivitas merupakan langkah utama yang mesti digarap Pemerintah. Akibatnya wajar bila langkah memperluas areal tanam dan percepatan masa tanam, telah dijadikan unggulan mersih swasembada pangan, utamanya beras.
Namun begitu, perlu diingatkan, selain pentingnya upaya menggenjot produksi, swasembada pangan akan lebih cepat terwujud, bila kita mampu mengembangkan program diversifikasi pangan yang berkualitas. Masih tingginya laju konsumsi masyarakat terhadap nasi, membuat jumlsh surplus beras bakal semakin berkurang. Bahkan jika produksi beras menurun cukup besar, bisa saja terjadi defisit.
Dalam tiga tahun terakhir jumlah surplus beras menunjukkan trend yang menurun. Lebih gawat lagi, kalau kita tengok produksi beras tahun 2024 yang produksinya tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi beras tahun 2023. Kondisi ini betul-betul memalukan. Di tengah semangatnya kita menggenjot produksi, kok bisa-bisanya produksi melorot.
Membaca isyarat seperti ini, sebaiknya kita mulai menyadari, menggenjot produksi menuju swasembada perlu dibarengi dengan langkah penganekaragaman pangan.
Sebab, tanpa ada upaya meragamkan pola makan masyarakat agar tidak tergantung hanya kepada nasi, maka sebesar apapun produksi yang diraih, tidak akan pernah menuntaskan akar masalah yang dihadapi.
Masalahnya menjadi semakin serius, ketika kita gagal mengerem laju pertumbuhan penduduk dan masih adanya kebijakan Pemerintah yang bersifat “tojai’ah”. Di satu pihak kita ingin meragamkan pola makan agar tidak mengkonsumsi nasi, namun di sisi lain, kita memaksa masyarakat untuk tetap makan nasi. Contohnya adalah Program Beras untuk Rakyat Miskin, yang lebih populer dengan istilah RASKIN.
Pertanyaan kritisnya adalah mengapa dalam Rakor bidang Pangan 24 Desember 2024 tidak dijadikan isu strategis yang butuh penggarapan dengan serius ? Padahal, kita sudah sama-sama memahami kaitan antara ketersediaan pangan dan pemanfaatan pangan merupakan satu kesatuan cara pandang, seandainya kita ingin memiliki ketahanan pangan bangsa dan negara yang kuat dan berkualitas.
Rapat Koordinasi bidang Pangan, tentu ada sesuatu yang ingin dikoordasikan, baik dari sisi perencanaan, prlaksanaan atsu pun monitoring/evaluasinya. Rakor jelas bukan lomba pidatonya para pejabat. Rakor bukan hanya sekedar ngobrol-ngobrol, apalagi hanya sekedar melaksanakan gugur kewajiban selaku pejabat Pemerintah. Tapi, dalam Rskor itulah akan dibincangkan tentang Grand Desain Pencapaian Swasembada Pangan dalsm 3 tahun ke depan, lengkap dengan Roadmap penerapannya.
Persoalannya adalah apakah penyelenggara Rakor telah memiliki disain perencanaan tersebut untuk dianalisis dan dicermati oleh para peserta Rskor ? Lalu, bagaimana pula pemaknaan swasembada pangan yang diinginkan Presiden Prabowo selain sebuah “bahasa politik” ? Hal ini pun perlu dibewarakan dengan jelas kepada semua peserta Rakor.
Kejelasan makna swasembada pangan, diharapkan akan mampu memberi gambaran jelas kepada para penyelenggara negara untuk berkiprah yang terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara. Ini penting, karena kalau kita mengacu pada aturan yang ada, setidaknya ada 11 komoditi pangan strategis yang kita butuhkan. Mulai dari beras, jagung, kedelai, daging sapi, gula pasir, bawang putih dan lain sebagsinya.
Apakah arti swasembada pangan merupakan perjumlahan dari swasembada beras, swasembada jagung, swasembada kedelai, swasembada gula pasir, swasembada daging sapi, swasembada bawang putih dan swasembada komoditas pangan lainnya ? Inilah yang butuh penjelasan lebih “clear” lagi. Jangan-jangan setelah kita mampu meraih swasembada beras, maka otomatis dikatakan kita sudah mampu mencapai swasembada pangan.
Ah, rasanya tidak begitu !
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).