6 October 2024 09:29
Opini dan Kolom Menulis

YANG DITUNGGU REVISI HPP, YANG DATANG HARGA FLEKSIBILITAS !

YANG DITUNGGU REVISI HPP, YANG DATANG HARGA FLEKSIBILITAS !

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Untuk melakukan pengadaan gabah dan beras dalam rangka penyelenggaraan cadangan beras d
pemerintah yang disebabkan oleh kondisi rata-rata harga pasar di tingkat produsen di atas harga acuan pembelian atau harga pembelian pemerintah, perlu diberikan
fleksibilitas harga pembelian gabah dan beras. Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional yang tertuang dalam nomor 167/2024 ini mulai berlaku sejak 3 April hingga 30 Juni 2024.

Dalam Lampiran Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional diatas ditetapkan harga Gabah Kering Panen (GKP) di petani sebesar Rp. 5000,-/kg, sedangkan harga fleksibilitas Rp.6000,-/ kg. Lalu, harga Gabah Kering Giling di gudang Perum Bulog ditetapkan sebesar Rp.6300,-/kg, sedangkan harga fleksibitas dipatok pada anfka Rp.7400,-/kg. Beras di gudang Perum Bulog ditetapkan Harga Pembelian Beras sebesar Rp. 9950,-/kg, sedangkan harga fleksibilitas Rp.11000,-/kg.

Dalam dunia nyata dan bukan dunia teori, yang namanya “dunia pergabahan” tidak bisa disamakan dengan “dunia perberasan”. Dari sisi kepemilikan misalnya, pemilik gabah pada saat panen adalah petani. Sebagian besar petani akan menjual hasil panennya dalam bentuk gabah. Jarang sekali petani yang mampu mengolah gabah menjadi beras. Petani langsung menjual gabah kepada bandar, pengepul, tengkulak, pengusaha penggilingan, Perum Bulog dan lain sebagainya.

Kalau demikian fakta kehidupannya, jadi siapa sebetulnya pemilik beras ? Jawabnya jelas, para pembeli gabah itulah yang paling tepat untuk disebut sebagai pemilik beras. Oleh karena itu, jika kita bicara gabah, maka titik tekan yang harus disoroti adalah apa dan bagaimana kondisi kehidupan petani saat ini. Sedang bila kita bicara soal beras, tentu tidak terlepas kaitannya dengan para pedagang beras yang ada dan berkecimpung di lapangan.
Fleksibilitas harga pembelian gabah dengan selisih sebesar Rp.1000,-/kg dari Harga Pembelian Pemerintah Gabah, tentu bukan angka tebak-tebakan. Bukan juga ikut-ikutan dengan dinaikannya Harga Eceran Tertinggi Beras yang baru saja dinaikan Pemerintah. Namun, angka penetapan harga fkeksibitas gabah dan beras, telah dihitung secara cermat mengacu pada berbagai indikator.

Salah satunya, tentu sudah mempertimbangkan biaya produksi dan berapa pantasnya keuntungan petani. Pertanyaannya, mengapa tidak terlebih dahulu ditetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras yang baru, setelahnya baru dihitung harga fleksibilitasnya. Sebagai contoh, kalau HPP Gabah direvisi jadi Rp.6000,- per kg dan harga fleksibilitas dipatok pada angka Rp 7000,-, boleh jadi ceritanya akan menjadi lain.

Hal yang sana ditetapkan juga untuk HPP Beras. Artinya, HPP Beras yang sekarang ada pada harga Rp.9950,- per kg, kita revisi jadi Rp. 10950 dan harga fleksibilitas beras jadi Rp.11950,- per kg, sebetulnya tidak terlampau memberatkan konsumen. Terlebih bila dihubungkan dengan harga beras yang terjadi selama ini. Kebijakan ini diharapkan akan memposisikan harga gabah dan beras, pada keseimbangan baru.

Ini berarti, para petani akan diakimodir suara hatinya dan konsumen tidak dibebani harga yang terlalu tinggi. Masalahnya, jika HPP Gabah dan Beras tidak direvisi dan tetap sebagaimana diatur Peraturan Badan Pangan Nasional No. 6/2023, lalu Pemerintah mengeluarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 167/2024 tentang fleksibilitas harga gabah dan beras, seolah-olah ada kesan Pemerintah tidak berkenan untuk melakukan revisi HPP Gabah dan Beras.

Padahal, kalau Pemerintah mau mendengar usulan organisasi petani seperti KTNA dan HKTI, HPP Gabah sudah harus dipatok setidaknya diatas angka Rp.6000,- per kg. Jadi, yang sangat mendesak untuk ditetapkan adalah HPP Gabah yang baru, bukannya flejsubilitas harga gabah dan beras. Alasannya, karena HPP Gabah dan Beras, terekam sudah kurang relevan dengan suasana kekinian. Biaya produksi yang membengkak, sudah saatnya dibayar dengan penyesuaian HPP Gabah dan Beras.

Wujud keberpihakan Pemerintah terhadap petani, sebetulnya tampak dari penetapan HPP Gabah dan Beras. Jika petani meyakini harga gabah yang wajar dan menguntungkan petani diatas angka Rp.7000,- per kg, semestinya HPP Gabah sebesar Rp.5000,- jangan lagi dipertahankan. Namun, ceritanya akan berbeda, bila Pemerintah tetap bertahan dan mempertahankan HPP Gabah sesuai dengan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 6/2023.

Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah seperti yang ngotot tidak mau merevisi HPP Gsbah dan Beras ? Atau bisa juga dipertanyakan, apakah penetapan fleksibilitas harga gabah dan beras ini merupakan pintu masuk ke arah revisi HPP Gabah dan Beras ? Jawaban atas persoalan ini penting, karena setiap panen raya tiba, Pemerintah seperti yang tak berdaya menghadapi anjloknya harga gzbah.

Sebagai pemegang mandat rakyat, Pemerintah dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggam, seharusnya mampu melahirkan kebijakan yang betul-betul berpihak kepada petani. Atau bisa juga dipersoalkan, mengapa pada saat panen raya, Pemerintah tidak pernah msnpu mengakomodir apa yang jadi aspurasi petani dalam mengendalikan harga gabah yang didambakan petani ?

Menyikapi revisi HPP Gabah, sebetulnya sudah terbuka usulan dari KTNA dan HKTI yang disampaikan melalui surat resmi yang ditujukan kepada Kepala Badan Pangan Nasional. KTNA usul agar HPP Gabah ditetapkan pada angka Rl.6500,- per kg, sedangkan HKTI mengusulkan agar HPP Gabah dipatok pada angka Rp.6757 – per kg. Catatan yang dapat disimpulkan, usulan kedua organisasi petani ini nilainya hampir sama.

Menariknya, ditengah hangatnya perbincangan soal revisi HPP Gabah, tiba-tiba Pemerintah melahirkan peraturan tentang fleksibilitas harga gabah dan beras seperti yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 167/2024 diatas. Bukankah akan lebih pas, jika yang segera diputuskan Pemerintah adalah menetapkan HPP Gabah lebih dulu, setelah itu baru fleksibilitas harga gabah dan beras ?

HPP Gsbah dan Beras, sudah saatnya dikaji ulang untuk direvisi sesuai dengan suasana kekinian. Sebab, fakta kehidupan menunjukkan HPP Gabah dan Beras versi Peraturan Badan Pangan Nasional No.6/2023, dinilai sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Banyak aspirasi agar revisi ini segera dikakukan dan jangan ditunda-tunda. Lebih cepat, mestinya akan lebih baik.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *