7 July 2024 01:11
Opini dan Kolom Menulis

WAHAI PARA GURU, “BELILAH” HATI MURID-MURIDMU

WAHAI PARA GURU, “BELILAH” HATI MURID-MURIDMU

Oleh: IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan)

“Murid tidak mau belajar dari guru yang tidak disukainya.” Mengapa? karena semua aktivitas termasuk belajar harus berawal atau dimulai dari hati. Sebuah pekerjaan yang disertai dengan rasa suka pasti akan terasa ringan, tidak menjadi beban, menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan, dan memberikan kepuasan batin bagi pelakunya.

Logikanya, bagaimana murid mau belajar dari seorang guru yang tidak disukainya, guru yang kurang dekat dengan murid, guru yang cara mengajarnya membosankan, mengajar dengan komunikasi satu arah (teacher oriented), guru yang hanya bisa menuntut murid-muridnya untuk mendengar dan taat terhadap setiap instruksi yang diberikannya, guru yang tidak berlapang dada meminta maaf kepada muridnya jika melakukan kesalahan, guru yang memperlakukan murid-muridnya secara diskriminatif, guru yang tidak menampilkan sisi humanisnya saat mengajar dan berinteraksi dengan murid, guru yang tidak mau mendengar saran atau kritik dari muridnya, dan sebagainya.

Ada peribahasa mengatakan “dari mata turun ke hati.”, lalu “cinta pada pandangan pertama.” Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pandangan pertama akan menentukan kesan ke dalam hati seseorang, baik positif maupun negatif. Hal ini juga berlaku terhadap hubungan antara guru dengan murid. Saat seorang guru pertama kali bertemu dengan murid-muridnya, hal yang pertama kali yang sebaiknya dilakukan adalah membangun chemistry antara dirinya dengan murid-muridnya, bukan langsung nge-gas menyampaikan daftar materi yang harus dipelajari oleh murid beserta daftar tugas yang harus dikerjakan. Hal ini bisa menyebabkan murid stres di awal pembelajaran.

Chemistry antara guru dan murid menjadi hal yang sangat penting dan sangat fundamental dalam proses belajar. Chemistry menjadi pintu gerbang dan pemantik untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi murid. Dalam membangun chemistry dengan murid, guru dapat melakukannya melalui perkenalan secara santai, obrolan ringan diselingi humor, memberikan pujian, memberikan label-label positif terhadap murid, bermain game, hiburan, ice breaking, dan sebagainya. Dengan demikian, suasana yang mungkin pada awalnya terkesan kaku menjadi cair. Guru dengan murid menjadi akrab dan dekat dengan tetap memperhatikan batas sopan santun.

Idealnya pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang gurunya hadir di kelas. Dari menit awal sampai dengan menit terakhir, guru dan murid mengalami interaksi pembelajaran yang menyenangkan. Jangan sampai kondisinya justru terbalik. Saat guru tidak hadir ke kelas alias jam kosong, murid merasa senang, bahkan mungkin ada yang berharap pada pertemuan berikutnya gurunya kembali tidak hadir. Mengapa demikian? karena dalam pandangan murid, guru tersebut adalah sosok yang tidak menyenangkan bahkan menakutkan.

Murid, apalagi murid jenjang dasar dan menengah saat ini sangat kritis dan berharap bahwa gurunya selain menjadi guru, juga sebagai orang tua, dan sebagai teman yang bisa diajak berdialog secara egaliter serta mau mengerti kondisi hati murid. Ada kalanya murid tidak mau sekolah, menghindar, atau tidak mau mengikuti pelajaran tertentu karena pernah mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dan mendapatkan label negatif dari gurunya sehingga berdampak terhadap menurunnya semangat belajar, adanya rasa malu, dan munculnya perundungan (bully) dari teman-temannya. Kenangan buruk tersebut akan terus diingat sepanjang hidupnya.

Seorang murid tidak akan mengingat secara rinci materi yang disampaikan oleh guru-gurunya, tetapi dia akan akan terus mengingat perhatian dan perlakuan yang diberikan guru kepadanya baik yang positif maupun yang negatifnya. Oleh karena itu, dalam kondisi dunia pendidikan yang sudah sangat berubah dan berkembang, sudah tidak relevan lagi menggunakan cara-cara yang bersifat intimidatif dalam mendisiplinkan murid. Adanya kontrak belajar dan kesepakatan antara guru dengan murid menjadi hal yang perlu dibangun oleh guru dan murid.

Kepercayaan murid terhadap guru perlu dibangun. Kepercayaan muncul karena adanya contih teladan. Murid yang percaya kepada gurunya akan selalu mendengar dan menuruti apa yang dikatakan oleh gurunya tersebut. Inilah sebenarnya esensi dari pentingnya menjadi guru yang dicintai oleh muridnya. Cinta yang muncul pada pandangan pertama, cinta yang hadir sebagai bentuk respon atas nilai-nilai positif yang terpancar dari pribadi seorang guru.

Wahai para guru, marilah “beli” hati murid dengan sikap welas asih dan kasih sayang, serta komunikasi yang humanistik. Ketika hati murid sudah “terbeli”, maka murid dengan sendirinya akan nurut kepada guru, akan dengan mudah diajak untuk belajar dengan semangat dan sungguh-sungguh, karena murid percaya gurunya tersebut akan menjadi jalan bagi mereka maju dan berhasil dalam proses belajar mereka.(*)

Idris Apandi

Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat

Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2019-2024(*)

 

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *