6 October 2024 01:20
Opini dan Kolom Menulis

Ujung-ujungnya, Penyuluh Pertanian Juga

UJUNG-UJUNGNYA, PENYULUH PERTANIAN JUGA !

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

POROSBUMI.PANDUTANI,or.id. merilis, Plt Menteri Pertanian (Mentan) Arief Prasetyo Adi meminta para penyuluh pertanian di 10 provinsi gerakan nasional (Gernas) penanganan el nino terus diperkuat. Menurutnya, peran penyuluh sangat penting terutama dalam mendukung target produksi Kementan di tahun 2024 yaitu sebesar 35 juta ton. Adapun kesepuluh provinsi yang dimaksud adalah Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan provinsi pendukungnya adalah Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Seperti yang diketahui, keberadaan dan kehadiran Penyuluh Pertanian dalam panggung pembangunan pertanian, telah mampu membawa perubahan yang cukup signifikan. Bukan saja Penyuluh Pertanian mampu mengajak para petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian, namun juga mampu meningkatkan pendapatan petani, sehingga kesejahteraannya semakin membaik. Para Penyuluh Pertanian bersama para petani pun, terbukti mampu mencatatkan bangsa kita di pentas dunia, yakni kisah suksesnya menggapai swasembada beras.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga merilis, Nilai Tukar Petani per September 2023 berada pada angka 114,6. Angka ini boleh dibilang cukup tinggi. Bahkan ada yang menyebut, angka tertinggi yang pernah dirilis BPS. Sebelum-sebelumnya, angka NTP berkisar antara 97 – 106. Pencapaian NTP ke angka 114,6 dapat dianggap sebagai prestasi yang cukup membanggakan, khususnya terkait dengan upaya percepatan peningkatan kesejahteraan petani. Dalam hal ini, tentu kita tidak boleh menyepelekan peran para Penyuluh Pertanian dalam mendongkrak produksi dan produktivitas hasil pertanian.

Itu sebabnya, ketika Plt. Menteri Pertanian menyuarakan peran Penyuluh Pertanian dalam mengejar target produksi beras sejumlah 35 juta ton pada tahun 2024, sebetulnya merupakan kebijakan yang cukup tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alasannya, karena para Penyuluh Pertanian inilah yang akan mendidik petani, dalam meningkatkan produksi dan produktivitas serta nilai tambah ekonomi petani. Melalui proses pembelajaran, pemberdayaan dan pemartabatan bagi petani beserta keluarganya, para Penyuluh Pertanian dimintakan untuk memberi kiprah terbaiknya.

Namun begitu, dalam beberapa tahun belakangan, nasib dan kehidupan para Penyuluh Pertanian, seperti yang kurang sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukannya. Selain itu, dengan semakin banyaknya para Penyuluh Pertanian yang purna tugas karena tidak bisa melawan usia pensiun, melahirkan masalah tersendiri dalam dunia Penyuluhan Pertanian. Kita semakin kekurangan Penyuluhan Pertanian yang berpengalaman dengan jam terbang yang cukup tinggi. Saksi hidup para Penyuluh Pertanian yang mematrikan Indonesia Swasembada Beras, semakin habis di panggung Pemerintahan.

Yang tersisa tinggal para Penyuluh Pertanian muda yang belum teruji kapasitas dan kompetensinya sebagai seorang penyuluh pertanian yang berkualitas dan profesiobal. Lebih parah lagi, di banyak daerah terekam para Penyuluh Pertanian yang ada, umumnya kurang ditopang oleh latar belakang pendidikan yang memadai. Tidak sedikit Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluhan Pertanian (THL-TBPP) yang basis akademiknya bukan dari disiplin ilmu pertanian. Banyak lulysan IAIN atau UPI yang menjadi THL-TBPP. Padahal, seorang Penyuluh Pertanian sekarang, butuh pemahaman yang utuh, holistik dan komprehensif terhadap dunia pertanian.

Melahirkan sosok Penyuluhan Pertanian yang berkualitas dan profesional, rupanya tidak sama dengan kita mencetak kue bandros atau pukis. Pencetakan Penyuluh Pertanian, perlu proses ysng panjang dan ketelatenan dalam melakoninya. Jadi, terdengar aneh, bila muncul berita setelah dilatih selama 3 hari, maka dirinya berhak menyandang atribut seorang Penyuluh Pertanian. Catatan kritisnya adalah apa yang bakal dikuasai para Penyuluh Pertanian selama 3 hari mengikuti pelatihan ? Hal ini sangat beda dengan masa lalu. Untuk jadi Penyuluh Pertanian dibutuhkan proses berbulan-bulan lamanya, sebelum mendapat lisensi seorang Penyuluh Pertanian.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, para Penyuluh Pertanian sempat mengalami kegalauan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Salah satu penyebabnya, karena kelembagaan Penyuluhan Pertanian di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dipirak-porandakan oleh Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak itu, kenyamanan Penyuluhan Pertanian banyak terganggu. Dibubarkannya “rumah bersama” seperti BP3K dan BP4K, membuat para Penyuluh Pertanian, kesusahan mencari tempat untuk berkumpul dan bincang-bincang soal dunia pertanian.

Bertahun-tahun para Penyuluh Pertanian seperti yang kecewa berat atas kebijakan regulasi yang dilahirkan Pemerintah ini. Para Penyuluh Pertanian saat itu mempertanyakan bagaimana nasib Undang Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan setelah Undang Undang No. 23 Tahun 2014 diterbitkan ? Hal ini menarik, karena dengan lahirnya Undang Undang Pemerintahan Daerah ini, banyak Pasal dan Ayat dalam UU No. 16 Tahun 2006 banyak yang diamputasi, tanpa adanya kepastian apakah UU ini dihilangkan atau tidak.

Dihadapkan pada kondisi yang demikian, wajar jika kemudian dunia Penyuluhan Pertanian seperti telor diujung tanduk. Para Penyuluh Pertanian di daerah, banyak yang kebingungan, kemana mereka harus berlabuh untuk ngobrol-ngobrol tentang dunia Penyuluhan ketika rumsh besar nya dilikuidasi. Sebagai anggota Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional sekaligus dipercaya menjadi anggota Komisi Penyuluhan Provinsi Jawa Barat, penulis sempat bincang-bincang dengan para penyusun Naskah Akademik UU No 23 Tahun 2014 ini. Pertanyaan kritisnya adalah bagaimana nasib UU No. 16 Tahun 2006 dan bagaimana pula perkembangan kelembagaan Penyuluhan Pertanian ke depannya ?

Pertanyaan ini, sepertinya belum terjawab dengan tuntas. Untungnya, Pemerintah segera bertindak dan mengajak kembalu para Penyuluh Pertanian untuk berkiprah lebih nyata dalam membangun pertanian I donesia yang maju, modern dan berkualitas. Sejak itu, pelan tapi pasti dunia Penyuluhan Pertanian kembalu bergairah, dan pada tahun 2022 lalu, kembali Indonesia dapat memproklamirkan diri lagi sebagai bangsa yang berswasemvada beras. Kita pun kembali memperoleh Piagam Penghargaan dari Lembaga Riset Dunia yang secara khusus bergerak di bidang padi/beras (IRRI) dengan sepengetahuan Badan Pabgan Dunia (FAO).

Keberadaan Penyuluh Pertanian sebagai “guru” petani, memang mampu menjadikan Indonesia berkibar di pentas dunia. Banyak bangsa-bangsa lain yang tak menyangka Indonesia mampu menggenjot produksi dan berswasembada beras lagi. Bayangkan, betapa hebatnya para petani di Tanah Merdeka. Ketika warga dunia disergap Covid 19, Indonesia malah mampu memproklamirkan diri Swasemvada Beras. Covid 19, terkesan tidak mampu melarang petani padi untuk terus bekerja dan memacu produksi setinggi-tingginya menuju swasemvada. Petani tetap sehat dan tetap bercocok-tanan, tidak harus terganggu dengan adanya pandemi Covid 19.

Ajakan Plt. Menteri Pertanian kepada para Penyuluh Pertanian untuk dapat mencapai target produksi beras sebesar 35 juta ton beras tahun depan, jelas hal ini merupakan kehormatan dan tanggungjawab yang diberikan Negara kepada petani dan Penyuluh Pertanian. Jika dikaitkan dengan kondisi kekinian, target menggenjot produksi beras 35 juta ton, bukanlah hal yang mydah dibuktikan. Dengan adanya El Nino, malah ramalan para pakar adalah terjadinya gagal panen dengan prediksi tertinggi sekitar 1,2 juta ton gabah. Itu sebabnya, betapa bahagianya Ibu Pertiwi, bila kita mampu membalikan prediksi gagal panen dengan kemampuan memacu produksi hingga mencapai 35 juta ton beras.

Tantangannya adalah bagaimana agar ajakan Plt. Menteri Pertanian diatas mendapat dukungan penuh para Kepala Daerah, khususnya Bupati/Walikota yang nota bene adalah “pemilik” para Penyuluh Pertanian itu sendiri. Untuk itu, ada baiknya jika Plt. Menteri Pertanian bersama Menteri Dalam Negeri menyekenggarakan Zoom Meeting dengan seluruh Kepala Daerah untuk membahas lebih rinci terkait dengan pencapaian target produksi 35 juta ton ini. Ingat tahun depan tidak lama lagi. Selain itu, tahun depan juga merupakan penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak yang akan nemilih para pemimpin bangsa, baik kalangan eksekutif atau legiskatif.

Memberi kepercayaan penuh kepada para Penyuluh Pertanian sebagai pembawa pedang samurai pencapaian target 35 juta ton beras tahun 2024, tidak bokeh tidak memang harus ditempuh. Masalahnya, apakah semua kebutuhan yang diperlukan untuk meraih target tersebut akan 100 % dibebankan kepada Penyuluh Pertanian ? Rasanya tidak. Sinergi dan kolabirasi antara lembaga dan pelaku, tentu sangat dibutuhkan. Disinilah peran Kementerian Pertanian diperlukan. Apakah Kementan siap mewujudkannya ? Mari kita ikuti perkembangannya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *