4 July 2024 11:18
Opini dan Kolom Menulis

“Toloheor”

“TOLOHEOR”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Diterjenahkan secara bebas, “toloheor” identik dengan “mata keranjang”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mata keranjang diartikan sebagai sifat yang selalu merasa birahi apabila melihat lawan jenisnya; sangat suka pada perempuan (lelaki). Seorang suami yang doyan bermesraan dengan penyanyi dangdut misalnya, sah-sah saja bila oleh isterinya disebut mata keranjang.

Alwi Shahab (2020), pakar sejarah pernah mengutarakan pandangannya soal “mata keranjang”. Istilah mata keranjang itu sendiri, berawal dari kejadian di Batavia (Jakarta) pada sekitar tahun 1940-50an. Pada masa itu, banyak noni atau nona Belanda yang meluangkan waktu senggang mereka dengan berolah raga.

Salah satu olah raga yang mereka sukai adalah basket (bola keranjang). Masalahnya, setiap kali mereka bermain basket, banyak pemuda pribumi yang menonton. Bukan permainan para noni, tapi paha putih mulus mereka yang menjadi objek tontonan.

Karena itu, muncullah cibiran dan istilah “mata keranjang” dari para noni Belanda kepada para pemuda pribumi.

Menariknya, hingga kini, istilah itu masih tetap digunakan oleh para wanita kepada para pria yang senang menggoda wanita lain. Atau bisa juga sebaliknya, para wanita yang menggoda pria. Mata keranjang pun tampil jadi perilaku (sikap, tindakan dan wawasan) yang dianggap kurang pantas untuk dilakukan, di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai etika dan moral kehidupan.

Dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat, sebutan mata keranjang atau toloheor ini sering dilekatkan pada seseorang yang doyan mengumbar syahwat terhadap lawan jenisnya. Sebut saja seorang suami yang kehidupannya cukup berlimpah memiliki hobi menggendong sinden dalam pementasan Wayang Golek misalnya. Atau seseorang yang doyan “gegelehean” dengan penari Jaipong.

Lebih seru lagi dalam pementasan tari bangreng di salah satu daerah di Jawa Barat. Di acara tersebut tidak sedikit para suami yang kehidupannya sangat berlebih akan memberi uang kepada wanita yang diajak “joged” nya, dengan jumlah cukup besar. Bahkan terkadang ada semacam “adu genksi” bagi sesama suami toloheor ini. Mereka yang sawerannya lebih besar, dianggap dirinya lebih keren.

Toloheor sendiri, lebih mengandung makna sebagai perilaku yang dinilai hal biasa dalam kehidupan. Yang tidak biasa adalah ketika banyak wanita setengah baya yang doyan berondong. Dulu, ada istilah Tante Girang. Mereka terkadang “membeli” lelaki muda untuk memuaskan amukan syahwatnya. Atas hal seperti ini, banyak pihak yang mencibirkan bibir, seolah tak setuju dengan perilaku demikian.

Toloheor alias mata keranjang, bukanlah hal yang patut untuk dijadikan kebanggaan. Toloheor termasuk perilaku yang harus dihilangkan dalam kehidupan yang kita lakoni. Bukan saja toloheor akan merendahkan martabat seseorang, namun juga toloheor dapat merusak citra kaum lelaki. Kita percaya, ketimbang yang toloheor, masih lebih banyak kaum lelaki, khususnya para suami yang tidak mata keranjang.

Soal kaum lelaki yang suka wanita merupakan hal yang wajar dalam kehidupan. Hanya akan menjadi tidak wajar kalau lelaki apalagi yang sudah memiliki isteri mempunyai perilaku toloheor. Bayangkan, apa kata dunia bila setiap melihat perempuan yang pinggulnya besar dan berdada besar, dirinya selalu melotot dan tak berkedip. Ini yang tidak pas untuk dilakukan.

Di tengah kehidupan yang serba tetbuka, yang namanya “buka-bukaan”, telah dianggap sebagai hal yang biasa. Jangan heran, jika kita jalan-jalan ke Pusat Perbelanjaan sekelas Mall, kita akan temukan betapa banyak gadis muda belia yang sengaja memamerkan paha mulusnya. Lelaki mana yang tidak tergoda untuk memandang, kalau dihadapannya terlihat wanita muda memakai celana pendek ketat, sehingga terlihat sangat sexy.

Lebih seru lagi, jika tiba-tiba muncul perempuan muda yang mengenakan kaos oblong super ketat dan dengan sengaja mempertontonkan udelnya. Begitulah fakta kehidupan yang bisa kita jumpai di Mall atau Pusat Pembelanjaan lainnya. Mereka seperti yang tidak lagi memiliki urat malu. Justru yang melihatnya jadi malu sendiri. Seorang sahabat sering nyeletuk “dunia sudah terbalik” katanya santai.

Gambaran ini, jelas tidak senafas dengan semangat keterbukaan yang selama ini kita gaungkan. Keterbukaan, bukan buka-bukaan, sehingga mengundang syahwat yang melihatnya. Keterbukaan adalah suasana yang membuat kita tahu persis apa tujuan pembangunan yang dilakoni. Jika tujuan negara ingin mensejahterakan bangsa, maka kita akan tahu langkah cerdas apa yang bakal digarapnya.

Atau kalau kita ingin membangun kehidupan harmoni antara sepasang suami isteri, maka kita harus mampu mengajak dan meminta para suami untuk tidak toloheor. Di lain pihak, kaum wanita, khususnya gadis muda yang tumbuh di era Milenial, jangan lagi memamerkan paha putihnya atau buah dadanya lewat kaos transparan yang dikenakan nya. Jauhkan pemakaian rok mini dan kaos ketat tanpa bra.

Toloheor atau mata keranjang, kelihatannya susah untuk dihilangkan dalam perilaku masyarakat yang nilai-nilai kehidupannya sangat terbuka. Beda dengan bangsa lain yang memegang kuat nilai budayanya. Itu sebabnya, gerakan budaya agar segenap warga bangsa mampu menerapkan nilai-nilai budaya adiluhung yang kita miliki, perlu untuk terus dihangatkan.

Semoga perilaku toloheor, tidak menjadi jebakan, manakala bangsa ini ingin mewujudkan kehidupan yang harmoni dan bermartabat.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *