TITIK LEMAH PERENCANAAN PANGAN
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Dengan dibentuknya Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Kabinet Merah Putih, mestinya masalah “simpul koordinasi” pangan, tidak lagi muncul menjadi persoalan yang menjelimet dan tak terselesaikan. Kementerian Koordinator Bidang Pangan inilah yang diharapkan mampu menjawab seabreg problem pembangunan pangan, baik sisi perencanaan ataupun pelaksanaannya.
Sebelum lahirnya Kemenko Bidang Pangan, peran simpul koordinasi pangan dibebankan kepada Badan Pangan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No.66/2021. Peran tersebut, rupanya belum dapat digarap secara maksimal oleh Badan Pangan Nasional. Akibatnya, banyak kebijakan dan program pembangunan pangan yang hanya sekedar menggugurkan kewajiban.
Dalam Perpres tersebut, setidaknya ada 2 koordinasi yang ditekankan. Pertama, koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan; dan kedua, koordinasi pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan.
Sekalipun dari sisi regulasi telah ditegaskan pentingnya koordinasi dalam pembangunan pangan, ternyata dalam penerapannya belum seindah yang diinginkan. Salah satu masalah yang hingga kini masih belum digarap dengan serius adalah terkait dengan perencanaan pangan. Padahal, dalam UU No.18/2012 tentang Pangan sendiri telah disuratkan betapa pentingnya perencanaan pangan.
Erat kaitan dengan perencanaan pangan ini, paling tidak, ada 5 Pasal dalam Bab. III Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengatur penting nya Perencanaan Pangan. Dalam Pasal 6 dijelaskan Perencanaan Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Lalu di Pasal 7 dinyatakan
Perencanaan Pangan harus memperhatikan: pertumbuhan dan sebaran penduduk; kebutuhan konsumsi Pangan dan Gizi;
daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan; pengembangan sumber daya manusia dalam Penyelenggaraan Pangan;
kebutuhan sarana dan prasarana Penyelenggaraan Pangan;
potensi Pangan dan budaya lokal;
rencana tata ruang wilayah; dan
rencana pembangunan nasional dan daerah.
Di Pasal 8 disampaikan
Perencanaan Pangan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.
Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Perencanaan Pangan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja tahunan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 9 ditegaskan
(1) Perencanaan Pangan tingkat nasional dilakukan dengan
memperhatikan rencana pembangunan nasional serta kebutuhan dan usulan provinsi.
(2) Perencanaan Pangan tingkat provinsi dilakukan dengan
memperhatikan rencana pembangunan provinsi dan memperhatikan kebutuhan dan usulan kabupaten/kota serta dilakukan dengan berpedoman pada rencana Pangan nasional.
(3) Perencanaan Pangan tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan
memperhatikan rencana pembangunan kabupaten/kota dan rencana Pangan tingkat provinsi serta dilakukan dengan berpedoman pada rencana Pangan nasional.
Sedangkan di Pasal 10 dijelaskan
(1) Perencanaan Pangan diwujudkan dalam bentuk rencana Pangan.
(2) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rencana Pangan nasional;
b. rencana Pangan provinsi; dan
c. rencana Pangan kabupaten/kota.
(3) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Presiden, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang.
Dari 5 Pasal diatas, jelas terungkap tanpa ada perencanaan pangan yang berkualitas, khususnya yang berkaitan dengan data, jangan harap pembangunan pangan (swasembada, ketahanan, kemandirian dan kedaulatan) akan terwujud. Itu sebabnya, kini saat yang tepat bagi Pemerintah untuk melahirkan regulasi soal perencanaan pangan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Pangan Nasional perlu bersinergi dan berkolaborasi dalam penggarapannya.
Perencanaan pangan yang diawali dengan dirumuskannya “desain perencanaan” pangan yang utuh, holistik dan komprehensif di tingkat nasional, nantinya diharapkan dapat dijadikan acuan dasar oleh daerah, baik Provinsi atau Kabupaten/Kota. Selain disarankan pentingnya pendekatan teknokratif, penyusunan perencanaan pangan ini, jangan melupakan pendekatan aspiratif/partisipatif, top down-bottom up dan tentu saja aspek politis.
Politik pangan menjadi sangat penting untuk dijadikan komitmen dalam pembangunan pangan di negeri ini. Paling tidak, ada dua hal yang melandasi betapa pentingnya politik pangan dalam peta bumi pembangunan nasional. Pertama, berkenaan dengan penegasan Proklamator bangsa Bung Karno yang mengingatkan urusan psngan merupakan mati hidupnya suatu bzngsa, dan kedua terkait dengan penetapan Pemerintah pangan sebagai komoditas politis dan strategis, khususnya untuk komoditas beras.
Semoga jadi bahan pencermatan bersama.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).