6 October 2024 05:03
Opini dan Kolom Menulis

TITIK LEMAH KETAHANAN PANGAN

TITIK LEMAH KETAHANAN PANGAN

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Bila kita amati faktor penentu ketahanan pangan, dalam suasana kekinian, ketersediaan pangan menjadi salah satu titik lemah yang harus kita hadapi. Ketersediaan pangan, khususnya beras, saat ini sedang berada dalam situasi dan kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Pada tahun-tahun terakhir, produksi beras terekam turun dengan angka yang cukup signifikan.

Produksi beras petani dalam negeri, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras yang kian meningkat. Beras bukan hanya diperlukan untuk konsumsi masyarakat, namun juga dibutuhkan untuk menguatkan cadangan beras Pemerintah dan program-program strategis lain, seperti Bantuan Pangan Beras dan Bantuan Sosial Beras.

Turunnya produksi dan meningkat nya kebutuhan akan beras, maka dalam jangka pendek, tidak ada langkah lain yang dapat ditempuh sebagai solusinya, terkecuali impor. Itulah yang ditempuh Pemerintah ketika cadangan beras Pemerintah menipis. Impor beras tampil menjadi kebutuhan. Ini yang berbahaya. Sebab, cukup memalukan, suatu bangsa yang telah memproklamirkan swasembada beras, kok masih melakukan impor ?

Impor beras sendiri, memang tidak diharamkan. Hanya, menjadi sangat memilukan jika dalam tahun 2024 ini misalnya, kita merencanakan impor beras sebesar 3,6 juta ton. Apakah turunnya produksi beras yang dialami sekarang, tidak mampu segera dicarikan solusinya, sehingga impor beras dapat kita tekan ? Atau, karena kita memang sudah kehilangan daya untuk menggenjot produksi ?

Penting untuk disampaikan, selama Pemerintah hanya mengandalkan hanya dari sisi produksi dalam menangani soal turunnya produksi beras, maka selama itu pula masalah ketahanan pangan tidak bakal pernah terselesaikan hingga tuntas. Mengapa ? Sebab, masalah ketahanan pangan sendiri, bukanlah persoalan sektoral, namun lebih pas disebut sebagai problem multi-sektor.

Ketahanan pangan suatu bangsa, sangat ditentukan oleh faktor-faktor ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan. Ketiga faktor ini, kini masih bermasalah. Utamanya soal ketersediaan pangan, yang saat ini, muncul jadi titik lemah pembangunan dan pengembangan ketahanan pangan. Artinya, mana mungkin bangsa ini akan tahan pangan, jika pangannya sendiri tidak tersedia ?

Atas gambaran demikian, wajar jika Pemerintah menerapkan kebijakan menggenjot produksi beras setinggi-tingginya. Pemerintah tahu persis, hanya dengan meningkatkan produksi dan produktivitas beras inilah, bangsa kita sedikit demi sedikit, akan mampu membebaskan diri dari impor beras. Selain itu, mengingat kompleksnya masalah ketahanan pangan, maka sisi konsumsinya pun perlu dibenahi secara berbarengan dengan sisi produksinya.

Menjawab titik lemah ketahanan pangan dengan memberi perhatian lebih serius kepada sisi konsumsi, mestinya ditempuh sejak dulu-dulu kala. Mengerem laju konsumsi beras masyarakat dinilai merupakan langkah tepat untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap nasi. Pertanyaan kritisnya, mengapa Pemerintah seperti yang tidak sungguh-sungguh menggarapnya ?
Spirit meragamkan pola makan masyarakat agar tidak menggantungkan diri hanya kepada nasi, sudah puluhan tahun lalu dikampanyekan Pemerintah. Semua komponen bangsa sepakat, kita harus secepatnya menggeser konsumsi masyarakat dari nasi ke bahan pangan pokok non-nasi, khususnya pangan lokal. Sayang, spirit ini belum mampu diikuti oleh tindakan nyata yang berkesinabungan di lapangan.

Setiap Pemerintahan yang manggung di negeri ini, dalam kebijakan pembangunan ketahanan pangannya, selalu menjadikan program diversifikasi pangan sebagai salah satu unggulannya. Pemerintah sadar betul, penganekaragaman pangan, harus segera digarap dan jangan ditunda-tunda lagi. Suasananya telah mendesak. Jebakan beras sudah waktunya dihentikan.

Bangsa ini sudah waktunya memiliki Grand Desan Diversifikasi Pangan 25 Tahun ke Depan, lengkap dengan Roadmap pencapaiannya. Terlebih jika dikaitkan dengan Visi Indonesia Emas 2045. Desain perencanaan ini sangat dibutuhkan, agar upaya meragamkan pola makan masyarakat ini, bukan cuma sekedar basa-basi politik, namun juga ditindak-lanjuti dengan tindakan politik nyata di lapangan.

Program penganekaragaman pangan sendiri sebetulnya cukup semarak di periode ke dua Pemerintahan Sby. Saat itu, begitu banyak program dan kegiatan yang berkaitan dengan diversifikasi pangan. Keramaian program ini, bukan hanya terjadi tingkat nasional, namun ada juga daerah yang mengembangkan nya. Daerah pun cukup ikhlas untuk menggunakan APBD nya demi mengokohkan ketahanan pangannya.

Tentu ketika itu ada yang disebut dengan “one day no rice” atau “sehari tidak makan nasi”. Pada awal-awal proyek ini digelindingkan, tampak banyak daerah yang kreatif dan inovatif dalam melahirkan kegiatan bersifat terobosan cerdas dalam menangani soal upaya meragamkan pola makan masyarakat. Bahkan banyak daerah, yang sarapan pagi dikantornya menyajikan bahan pangan lokal.
Penyesalannya, program yang cukup strategis ini, tampak digarap hanya “hangat-hangat tai ayam” karena pola pendekatannya bersifat keproyekan. Apa mau dikata, ketika proyeknya habis, otomatis program pun ikut-ikutan selesai. Itu sebabnya, kita harus berani merubah pola pendekatan keproyekan ini, menjadi sebuah gerakan bangsa, baik di tingkat nasional atau daerah. Namanya pun menjadi Gerakan Diversifikasi Pangan !

Badan Pangan Nasional dimintakan tampil sebagai pembawa pedang samurainya. Badan Pangan Nasional perlu lebih kreatif, inovatif dan produktif dalam mengejawantahkan Peraturan Presiden 66/2021. Sebagai lembaga yang ditugaskan negara untuk mengatur urusan pangan, Badan Pangan Nasional, mesti mampu menampilkan diri sebagai “prime mover” program diversifikasi pangan.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *