4 July 2024 10:54
Opini dan Kolom Menulis

“Tigebrus”

“TIGEBRUS:

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Diartikan secara bebas, tigebrus adalah jatuh ke dalam lobang. Istilah tigebrus akrab terdengar dalam kehidupan di masyarakat Jawa Barat. Tigebrus juga merupakan “warning” bagi siapa pun yang mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai kiasan, tigebrus bisa juga menggambarkan kesialan seseorang, karena kecerobohan yang dilakukannya.

Beberapa Kepala Daerah misalnya, ada yang tigebrus karena bermain-main dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya. Begitu pun dengan kiprah beberapa Menteri yang berujung di penjara. Itu sebabnya, bagi seorang pejabat publik, terlebih mereka yang dipilih rakyat secara langsung, dirinya perlu pandai-pandai memelihara perilaku agar tidak bertabrakan dengan aturan hukum yang ada.

Betul ! Tidak ada seorang pun pejabat publik yang ingin tigebrus ke dalam lobang kehinaan. Tapi inilah aneh nya Indonesia. Walau sudah banyak contoh Menteri atau Kepala Daerah yang tigebrus karena kebodohan sendiri, masih saja ada diantara mereka yang bermain-main dengan jabatannya. Bahkan terekam dalam sebuah persidangan, ada pejabat yang mengutip uang, hanya untuk memudahkan seorang staf untuk mendapatkan jabatan basah.

Lebih kacau lagi ada pejabat yang meminta staf terdekatnya untuk membayar cicilan mobil pribadinya. Sebagai staf yang loyal, dicarilah akal untuk memperoleh uang tersebut. Cara mudah yang diambil, dipilihlah jual beli jabatan. Siapa yang ingin menjabat Eselon 2, bahkan 1 di Kementerian tempat bekerja, maka harus bayar sekian ratus juta rupiah.

Sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat pasti akan terjatuh. Begitulah dengan nasib pejabat publik tersebut. Perbuatan jual beli jabatan, sebagai salah satu penyalah-gunaan kewenangan yang digenggamnya, akhirnya terkuak dan langsung ditangani oleh Aparat Penegak Hukum. Kini, pejabat publik tersebut duduk selaku terdakwa di persidangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menyedihkan sekali. Sosok pejabat publik yang biasanya tampil percaya diri, terlebih ketika sedang memimpin apel, kini tampak terduduk lemas di kursi terdakwa. Boleh jadi ada sesal di hati. Tapi, apa boleh buat. Itu adalah resiko yang harus dijalani, karena kekurang-mampuan mengendalikan nafsu pribadinya. Berani berbuat, ya harus berani bertanggungjawab.

Sosok pejabat publik di negeri ini, bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Kepala Negara dan Kepala Daerah misal nya, posisi itu tidak datang ujug-ujug, namun harus melalui proses pemilihan umum yang langsung dipilih rakyat. Selain itu, untuk menjadi pejabat publik, tidak ada yang gratis. Dalam proses pencapaiannya, dibutuhkan biaya yang tidak kecil.

Lampu hijau Pemilihan Kepala Daerah serentak, kini telah dinyalakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di daerah tengah berlangsung proses pendaftaran calon Kepala Daerah oleh Partai Politik. Ada juga yang menyiapkan diri untuk mengambil jalur independen. Jabatan Kepala Daerah, rupanya kini banyak peminat. KPUD pasti akan dibuat sibuk dan bekerja keras.

Kita belum tahu dengan pasti, mengapa posisi jabatan publik sekelas Kepala Daerah semakin banyak diminati. Apa sebetulnya yang jadi daya pemikat, sehingga jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota banyak diimpikan oleh beragam kalangan. Bukan saja, mereka yang memiliki pengalaman dalam mengelola bangsa dan negara, namun para pesohor pun banyak yang tergiur untuk meraihnya.

Menjadi Kepala Daerah saat ini, boleh disebut ibarat “raja kecil” yang memiliki kekuasaan dan kewenangan sangat besar dalam mengelola sebuah Kabupaten atau Kota. Dengan fasilitas lengkap seperti rumah dinas, mobil dinas, seorang ajudan, pengawal pribadi, sekretaris pribadi, sopir pribadi, penghasilan cukup menjanjikan serta kelengkapan hidup yang dibayarkan negara, maka wajar jika posisi politik ini menjadi incaran semua orang.

Namun begitu, untuk merebut posisi Kepala Daerah, sangat dibutuhkan modal yang cukup besar. Jadi Bupati atau Walikota, tidak ada yang gratis. Selain harus “memiliki” Partai Politik atau “menyewa” untuk dijadikan kendaraan politik, ternyata biaya kampanye yang harus disiapkannya pun terbilang mahal. Belum lagi biaya untuk Tim Sukses yang sangat menentukan kemenangannya.

Yang bahaya, kalau masih ada kandidat yang berpikir, dana yang dikeluarkan sebesar itu, jika dirinya terpilih, maka akan dengan mudah kembalinya. Jabatan Kepala Daerah dinilai mampu menghasilkan pendapatan sangat besar. Sayang, pengalaman yang terekam, kok banyak Bupati atau Walikota yang belum selesai jabatannya, sudah banyak yang dijebloskan ke penjara.

Selidik punya selidik, ternyata banyak dari mereka yang terlibat penyalah-gunaan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya. Kalau tidak korupsi, gratifikasi atau jual beli jabatan. Mengapa mereka mesti tigebrus dan masuk bui, karena kalau hanya mengandalkan gaji dan tunjangan jabatan Bupati atau Walikota, omong kosong biaya yang digunakan untuk meraih jabatan itu, bakal terbayar dalam kurun waktu lima tahun.

Sedihnya lagi, bila dirinya pun pinjam sana-sini dengan nominal cukup besar untuk memenangkan Pemilihan Kepala Daerah tersebut. Akibatnya, dipicu oleh tuntutan bayar hutang, maka tidak ada cara lain yang dapat ditempuh, terkecuali “memainkan” dana APBD yang dikelola nya. Bila nasib sial dan apes menimpanya, boleh jadi dirinya akan berhadapan dengan KPK, Kejaksaan dan Polri. Ujungnya ya jadi penghuni hotel pordeo.

Beberapa bulan ke depan, bangsa ini kembali akan menggelar Pilkada 2024 serentak di selurun Nusantara. Kita doakan, mereka yang bercita-cita jadi Gubernur atau Bupati dan Walikota adalah sosok anak bangsa yang amanah dan mampu menampilkan diri sebagai pemimpin bangsa yang berkualitas, menjunjung tinggi etik dan moral, serta menjauhkan diri dari perilaku tidak terpuji. Mereka tidak akan tigebrus ke dalam lobang kehinaan.

 

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *