6 October 2024 15:19
Sentuhan Qalbu

Tanda Terimanya Sebuah Amal

MUHASABAH AKHIR PEKAN
Minggu, 6 Oktober 2024
 
TANDA DITERIMANYA SUATU AMAL
 
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum wr wbrkt…
 
Saudaraku,
Perlulah kita ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. 
Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara rutin. 
 
Sebaliknya tanda tertolaknya suatu amalan (alias tidak diterima), apabila amalan tersebut malah membuahkan keburukan setelah itu…
 
Sebagian besar ulama salaf mengatakan,
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
 
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thayyibah, ctk. kedua, 1420 H)
 
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan membawakan perkataan ulama salaf lainnya, :
”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan, namun malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”
(Latha-if Al Ma’arif, hlm. 394)
 
Saudaraku,
Di antara keunggulan suatu amalan dari amalan lainnya adalah amalan yang rutin dilakukan. 
Amalan yang rutin walaupun sedikit itu akan mengungguli amalan yang tidak rutin meskipun jumlahnya banyak. Amalan inilah yang lebih dicintai oleh Allah Swt…
 
Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, :
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’
Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk melakukannya secara rutin
(HR. Muslim no. 783)
 
Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah saw ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul saw menjawab, :
”Amalan yang rutin, walaupun sedikit.”
(HR. Muslim no. 782)
 
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, :
”Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah Rasulullah saw beramal…? Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal…?
 
‘Aisyah menjawab, :
”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lakukan.”
(HR. Muslim no. 783)
 
Di antaranya lagi Nabi saw contohkan dalam amalan shalat malam. 
Pada amalan yang satu ini, beliau menganjurkan agar mencoba untuk merutinkannya. 
 
Dari ’Aisyah, Nabi saw bersabda, :
”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. Ketahuilah bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun sedikit.”
(HR. Muslim no. 782)
 
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, :
”Yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.”
 
Beliau pun menjelaskan, : 
“Amalan yang dilakukan oleh Nabi saw adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”
 
(Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84, Asy Syamilah)
 
Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.
 
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah saw berkata padaku, :
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” 
(HR. Bukhari no. 1152)
 
Al Hasan Al Bashri mengatakan, :
”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah Swt tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya.”
 
Beliau rahimahullah juga mengatakan, :
 ”Jika syaithan melihatmu kontinu dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika syaithan melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, maka syaithan pun akan semakin tamak untuk menggodamu.”
 
(Al Mahjah fii Sayrid Duljah, Ibnu Rajab, hlm. 71. Dinukil dari Tajriidul Ittiba’ fii Bayaani Asbaabi Tafadhulil A’mal, Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhailiy, hlm. 86, Daar Al Imam Ahmad, ctk. pertama, 1428 H)
 
Maka dari penjelasan ini menunjukkan dianjurkannya merutinkan amalan yang biasa dilakukan, jangan sampai ditinggalkan begitu saja dan menunjukkan pula dilarangnya memutuskan suatu amalan meskipun itu amalan yang hukumnya sunnah…
 
Saudaraku,
Amalan yang rutin akan terus mendapat pahala. 
Berbeda dengan amalan yang dilakukan sesekali saja meskipun jumlahnya banyak, maka ganjarannya akan terhenti pada waktu dia beramal. 
Bisa diBayangkan jika amalan tersebut dilakukan terus-menerus, maka pahalanya akan terus ada walaupun amalan yang dilakukannya hanya sedikit…
 
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, :
 ”Sesungguhnya seorang hamba hanyalah akan diberi balasan sesuai amalan yang ia lakukan. Barangsiapa meninggalkan suatu amalan bukan karena udzur syar’i seperti sakit, bersafar (berpergian), atau dalam keadaan lemah di usia senja-, maka akan terputus darinya pahala dan ganjaran jika ia meninggalkan amalan tersebut.” 
(Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84)
 
Namun perlu diketahui bahwa apabila seseorang meninggalkan amalan shaleh yang biasa dia rutinkan karena alasan sakit, sudah tidak mampu lagi melakukannya, dalam keadaan bersafar atau udzur syar’i lainnya, maka dia akan tetap memperoleh ganjarannya. 
 
Hal tsb berdasarkan sabda Nabi saw :
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan dalam keadaan sehat.” 
(HR. Bukhari no. 2996)
 
Saudaraku,
Amalan yang sedikit tetapi rutin akan mencegah masuknya virus _futur_ (malas untuk beramal). 
Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. 
Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun _istiqamah_ (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. 
Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting rutin, walaupun jumlahnya sedikit. 
Kadang kita memang mengalami masa semangat dan kadang pula _futur_ beramal. 
Sehingga agar amalan kita terus menerus ada pada masa-masa tersebut, maka dianjurkanlah kita beramal yang rutin walaupun itu sedikit.
 
Rasulullah saw bersabda, :
”Setiap amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu pasti ada masa futur. Barangsiapa yang kemalasannya masih dalam sunnah Nabi saw, maka dia berada dalam petunjuk. Namun barangsiapa yang keluar dari petunjuk tersebut, sungguh dia telah menyimpang.” 
(HR. Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir)
 
Apabila seorang hamba berhenti dari amalan rutinnya, malaikat pun akan berhenti membangunkan baginya bangunan di surga disebabkan amalan yang cuma sesaat…
 
Al Hasan Al Bashri mengatakan, : Sesungguhnya bangunan di surga dibangun oleh para Malaikat disebabkan amalan dzikir yang terus dilakukan. 
Apabila seorang hamba mengalami rasa jenuh untuk berdzikir, maka malaikat pun akan berhenti dari pekerjaannya tadi. 
 
Lantas malaikat pun mengatakan, :
”Apa yang terjadi padamu, wahai fulan?” Sebab malaikat bisa menghentikan pekerjaan mereka karena orang yang berdzikir tadi mengalami kefuturan (kemalasan) dalam beramal.”
 
Oleh karena itu, ingatlah perkataan Ibnu Rajab Al Hambali, :
”Sesungguhnya Allah lebih mencintai amalan yang dilakukan secara kontinu. Allah akan memberi ganjaran pada amalan yang dilakukan secara kontinu berbeda halnya dengan orang yang melakukan amalan sesekali saja.” 
(Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84)
 
Saudaraku,
Ketika ajal menjemput, barulah amalan seseorang berakhir. Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya.” 
 
Lalu Al Hasan membaca firman Allah Swt, :
”Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).”
(QS. Al Hijr: 99, Latha-if Al Ma’arif, hlm. 398)
 
Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa _al yaqin_ adalah kematian. 
Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah swt selamanya sepanjang hidup.
(Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/79, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah)
 
Ibadah seharusnya tidak ditinggalkan ketika dalam keadaan lapang karena Rasulullah saw bersabda, :
“Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalimu ketika susah.” 
(HR. Hakim)
 
Semoga Allah Swt memberi karunia dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa melakukan amalan-amalan yang membuahkan ketaatan berikutnya untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb.
 
Wassalamu’alaikum
 

“LIANG COCOPET”

“LIANG COCOPET” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA “Liang Cocopet” adalah ungkapan umum dalam kehidupan masyarakat. Tatar Sunda, yang intinya menggambarkan tempat

Read More »

Tanda Terimanya Sebuah Amal

MUHASABAH AKHIR PEKANMinggu, 6 Oktober 2024 TANDA DITERIMANYA SUATU AMAL BismillahirrahmanirrahiimAssalamu’alaikum wr wbrkt… Saudaraku,Perlulah kita ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *