19 November 2024 00:35
Sentuhan Qalbu

TAFAKUR Dan TADABBUR

MUHASABAH SHUBUH
Jum’at mubarok,
15 maret 2024
 
TAFAKUR Dan TADABBUR
 
Peristiwa isra mi’raj
 
Saudaraku,
Secara logika, tidak ada orang yang mampu menjelaskan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh jarak yang hampir tak terhingga dalam waktu semalam. Ini semua menunjukkan bahwa akal manusia ada batasnya…
 
Manusia menggunakan akal harus sesuai dengan proporsinya. Bila akal manusia tidak mampu, maka iman menjadi hal sangat berperan dalam hal ini. Sesuatu yang tidak masuk akal, bukan berarti tidak ada, karena bagi Allah Azza wa Jalla tidak ada yang tidak mungkin…
 
Terkait iman, maka keimanan umat yang paling sempurna adalah imannya Abu Bakar. Ketika orang-orang kafir Quraisy mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan telah _Isra’ Mi’raj,_ beliau langsung mempercayainya. “Jika yang mengatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku percaya,” demikian logika keimanan Abu Bakar dalam ber _takafur_ sehingga beliau mendapat gelar _Ash Shiddiq._
 
Saudaraku
_Tafakur_ dari akar kata _fakara-yafkiru-fakran-tafakkuran_ yang berarti berpikir, merenung, dan mengenang. Allah Azza wa Jalla berfirman, :
 
“Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
(QS. Al-Ra’d: 3)
 
Saudaraku,
_Tafakur_ bukan hanya me­ngenal fenomena alam (makrokosmos), melainkan juga mengenali lebih dalam diri kita sebagai manusia atau mikro­kosmos. Dalam literatur tasawuf, _tafakur_ ada lima macam, yaitu ber _tafakur_ tentang ayat-ayat Allah akan melahirkan _ma’rifah_; ber _tafakur_ tentang nikmat Allah melahirkan _mahabbah_; ber _tafakur_ tentang janji Allah dan pahalanya melahirkan optimisme; ber _tafakur_ tentang ancaman dan siksaan Allah melahirkan takut; dan ber _tafakur_ tentang kelalaian manusia menjauhi Allah melahirkan penyesalan… 
 
Setelah melewati pintu _tafakur,_ seorang pencari Tuhan ( _salik_) harus melewati pintu berikutnya, yaitu _tadzakkur._ Kalau _tafakur_ masih mengandalkan energi dan kekuatan pikiran, sedangkan _tadzakkur_ sudah melewati akal pikiran ( _beyond the mind_). _Tadzakkur_ berasal dari akar kata _dzakara-yadzkuru_ yang berarti mengingat dan menghayati. _Tadzakkur_ berarti upaya untuk mengalihkan berbagai gangguan pikiran dan perasaan dan berada pada puncak ketenangan batin. _Tadzakkur_ ialah suasana batin se­seorang yang sampai pada kesadaran puncak bahwa Tuhan sudah begitu dekat dan tidak lagi berjarak dengan makhluk-Nya. Tidak ada lagi subjek dan objek. Berbeda dengan _tafakur_ yang masih menyadari dirinya sebagai makhluk dan Tuhan sebagai Sang _Khaliq,_ _tadzakkur_ sudah sampai pada tauhid sejati. Tauhid sejati bagi orang yang sudah sampai di _maqam tadzakkur_ sudah menyadari dan menghayati keesaan zat ( _tauhid al-dzati_). Selama manusia masih menyadari ada subjek dan ada objek, atau adanya hamba dan Tuhan, maka belum dianggap menyadari _tauhid al-dzati._ Bahkan _tadzakkur_ juga bisa mengantar manusia pada kesadaran keesaan perbuatan ( _tauhid al-af’al_) dan kesadaran sifat ( _tauhid al-shifat_). Kesadaran akan _tauhid al-af’al_ dan _tauhid al-shifat_ ketika seseorang sudah menyadari bahwa perbuatan dan sifat itu hanya satu, yaitu perbuatan dan sifat Tuhan dalam arti lebih tinggi. Mirip dengan apa yang dikatakan Ibn ‘Arabi sebagai ketunggalan wujud sejati ( _wahadat al-wujud_). Dalam tahap ini seseorang sudah berhasil memecahkan kebuntuan dualitas Ilahi ( _duality of God_). Zat, perbuatan, dan sifat hanya satu. Inilah makna hakiki: _La ilaha illallah_ (Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah).
 
Namun, _tadzakkur_ tidak menurunkan Tuhan menjadi manusia atau menuhankan makhluk. _Tadzakkur_ tidak menghilangkan fungsi dan kewajiban kehambaan. Justru jalan menuju ke tingkat _tadzakkur_ tidak ada cara lain selain melakukan kesadaran syariah secara sempurna. Sulit membayangkan adanya _tafakur_ dan _tadzakkur_ tanpa syariah yang _perfect._ 
 
Saudaraku,
 _Tadzakkur_ ialah pengalaman yang tidak bisa didekati dengan model atau kategori disiplin ilmu konvensional dan kontemporer, apalagi dengan ilmu _fikih._ Kekeliruan di masa lampau pernah terjadi karena pengalaman spiritual yang amat pribadi tetapi diadili ( _tahkim_) dengan paradigma formal logik ilmu _fikih._ Akibatnya Mansur Al-Hallaj jadi korban dan dunia teosofi dan tasawuf mengalami kemandekan. Allah Azza wa Jalla berfirman,
 
‎ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا        
 
“Dan bertasbihlah
 kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”
(QS Al-Ahdzab: 42)
 
‎ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ   
 
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” 
(QS Al-Ra’d: 28)
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tafakur sejam lebih baik dari pada setahun ibadah.”
(kitab _Hadaiq al-Haqaiq_ karya Al-Raziq)
 
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa ber tafakur dan ber tadzakkur untuk meraih ridha-Nya.
Aamiin Ya Rabb…
 
Wassalamu’alaikum (*)
 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *