SWASEMBADA PANGAN BERTAHAP
SWASEMBADA PANGAN BERTAHAP
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
“Tidak ada satu pun bangsa dan negara di dunia yang bubat jalan, karena kelebihan bahan pangan. Namun, banyak pengalaman menggambarkan di belahan dunia, yang menyebut begara dan bangsa itu amburadul, disebabkan kekurangan bahan pangan”. Proklamator Bangsa, 73 tahun lalu telah mengingatkan, urusan pangan menyangkut mati-hidupnya suatu bangsa.
Menteri Koordinator bidang Pangan Zulkifli Hasan menyatakan pencapaian swasembada pangan akan dilakukan secara bertahap. Swasembada pangan bertahap adalah strategi pemerintah untuk mencapai swasembada pangan secara bertahap, dengan fokus pada peningkatan produksi, produktivitas, dan kualitas pangan. Strategi ini melibatkan beberapa tahapan, seperti:
Pertama, meningkatan produksi pangan dengan memperluas lahan pertanian, meningkatkan intensitas tanam, dan menggunakan teknologi pertanian yang lebih baik. Kedua, meningkatkan produktivitas pertanian dengan menggunakan benih unggul, pupuk yang tepat, dan pengelolaan air yang efektif.
Ketiga, meningkatkan kualitas pangan dengan memperbaiki proses pengolahan, penyimpanan, dan distribusi. Keempat, mengembangkan infrastruktur pertanian, seperti irigasi, jalan, dan pasar, untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas.
Kelima, mengembangkan kelembagaan pertanian, seperti koperasi, asosiasi, dan lembaga penelitian, untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas.
Banyak pengamat menyebut, tujuan swasembada pangan bertahap adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan memperluas produksi pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor. Kemudian,
meningkatkan kesejahteraan petani dengan meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup mereka. Dan
meningkatkan keamanan pangan dengan memperbaiki kualitas dan keamanan pangan.
Pemerintahan Presiden Prabowo telah berkonitmen agar dalam tempo yang sesinfkat-singkatnya, Kabinet Merah Putih yang dibentuknya mampu mewujudkan komitmen itu selambat-lambatnya tiga tahun ke depan. Artinya, pada tahun 2027, kita sudah harus memprpklamirkan diri sebagai bangsa yang telah berswasembada pangan, utamanya beras.
Selain itu, ada juga pandangan yang menyatakan swasembada pangan bertahap itu, pencapaiannya dapat dibagi berdasarkan komodotas. Mulai dari beras. Lalu jagung. Kemudian kedele. Selanjutnya daging sapi dan lain sebagainya lagi. Tahapan ini menjadi sangat penting untuk ditempuh, agar dalam pelaksanaan pencapaian swasembada pangan, kita fokus menggarapnya.
Dari sekian banyak komoditas pangan strategis, pencapaian swasembada beras dalam waktu pendek merupakan upaya yang sangat masuk akal untuk diprioritaskan peraihannya. Pertimbangannya, tentu bukan karena sudah sering para petani pado di Tanah Merdeka ini mewujudkannya, namun dalam suasana kekinian, swasembada beras paling cepat dapat diwujudkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri, memproyeksikan untuk tahun 2025 produksi beras secara nasional akan melejit tinggi, jauh diatas produksi tahun-tahun sebelumnya. Kalau tahun lalu produksi beras secara nasional hanya mampu mencapai 30,40 juta ton, maka untuk tahun ini diprediksi dapat mencapai sekitar 33 juta ton. Bahkan ada analisis, kita akan surplus 5 juta ton.
Sikap optimis dan begitu meyakini terhadap angka-angka statistik, membuat Pemerintah mengambil kebijakan yang cukup kontroversial. Di saat produksi beras nasional dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan cukup signifikan, ditambah dengan impor beras yang dilakukan tahun lalu cukup tinggi ( sekitar 4,2 juta ton), Pemerintah mengumumkan, mulai tahun 2025, kita akan menyetop impor beras.
Jujur kita akui, impor beras yang dilakukan tahun lalu, betul-betul merupakan dewa penolong bagi perjalanan dunia perberasan di negeri ini. Bayangkan, ketika produksi beras nasional anjlok, sedangkan kebutuhan beras dalam negeri mengalami peningkatan, mengingat saat itu akan berlangsung peristiwa politik 5 tahunan, mana mungkin akan sukses, jika kita tidak membuka lagi kran impor beras.
Berkat impor beras dengan angka yang cukup fantastis itulah, maka Indonesia kini memiliki Presiden sekelas Prabowo Subianto. Selain itu, bangsa ini pun memiliki puluhan Gubernur dan ratusan Bupati/Walikota yang tersebar di seluruh Tanah Air. Coba kalau saat itu tidak ada upaya menempuh impor beras, bisa jadi proses Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak akan terganggu.
Ya itulah beras. Bagi bangsa ini, beras merupakan komoditas politis dan strategis. Itu sebabnya, semangat untuk mewujudkan swasembada beras permanen menjadi sangat penting diutamakan. Kita harus mampu merubah status swasembada beras yang diraih selama ini. Kita jangan lagi puas dengan swasembada beras “on trend”, namun kita harus berjuang keras menggapai swasembada beras betkelanjutan.
Mencermati kebijakan beras nasional sekarang, tidak bisa tidak, swasembada beras berkelanjutan merupakan “harga mati” yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Swasembada beras merupakan kebutuhan mendesak yang mesti diraih dengan segera. Ini menarik, karena swasembada beras yang kita capai merupakan kata kunci pencapaian swasembada pangan.
Semoga jadi percik permenungan bersama.
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).