6 April 2025 07:30
Opini dan Kolom Menulis

SWASEMBADA BERAS “ON TREND”

SWASEMBADA BERAS “ON TREND”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sudah dua kali Pemerintah memproklamirkan diri sebagai bangsa yang mampu meraih swasembada beras. Telah dua kali pula, bangsa ini memperoleh Piagam Penghargaan berkelas internasional. Pertama, penghargaan dari Badan Pangan Dunia tahun 1984; kedua penghargaan dari Lembaga Riset Dunia sekelas International Rice Reasearch Institute (IRRI).

Ke dua penghargaan tersebut memberi acungan jempol kepada Pemerintah Indonesia, atas kisah suksesnya meningkatkan produksi dan produktivitas beras, sehingga mampu mencapai swasembada. Sayangnya, prestasi yang cukup membanggakan ini, tidak dapat dilestarikan, mengingat swasembada beras yang kita raih lebih bersifat swasembada beras “on trend”, bukan swasembada beras permanen.

Swasembada beras adalah kemampuan sebuah negara dalam mengadakan sendiri kebutuhan beras bagi masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) swasembada adalah usaha mencukupi kebutuhan sendiri. Sedangkan dalam arti luas, swasembada beras adalah capaian peningkatan ketersediaan beras dengan wilayah nasional. Sedangkan swasembada beras yang on trend adalah swasembada beras yang bersifat sementara, bukan yang berkelanjutan.

Sejarah mencatat, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraria pengimpor beras terbesar pada 1966, mampu mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri melalui swasembada beras pada 1984. Pada 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton beras, sementara pada 1984, bisa mencapai 25,8 juta ton beras. Selanjutnya, Indonesia sudah mencapai swasembada beras pada 2019–2022, tetapi pada 2022 sempat mengimpor beras karena El Nino. 

Suasana ini terus berlanjut. Bahkan untuk tahun 2024 Pemerintah merencanakan impor beras sebesar 5,17 juta ton. Menurut Kementerian Koordinator Perekonomian, malah impor beras yang dilakukan tahun ini, bisa mencapai 6 juta ton. Memilukan sekali. Negeri yang pernah berjaya dengan swasembada beras, kini terpaksa harus menjadi importir beras yang cukup besar jumlahnya.

Catatan kritisnya adalah ada apa sebetulnya dengan kebijakan sistem perberasan nasional ? Apakah bangsa ini semakin tidak serius dalam mengelola sektor pertanian, khususnya beras, sehingga pagu anggaran untuk Kementerian Pertanian harus dikurangi, hanya untuk mengejar kepentingan lain yang sifatnya sesaat ? Mengurangi pagu anggaran yang berkaitan dengan nasib dan hajat hidup orang banyak, betul-betul sangat mengenaskan.

Swasembada beras “on trend”, rupanya sangat susah untuk digeser jadi swasembada beras berkelanjutan. Banyak tantangan dan hambatan yang butuh solusi cerdas dan bernas untuk menuntaskan nya. Banyak pihak menilai swasembada beras yang kita capai lebih disebabkan oleh adanya dukungan iklim dan cuaca yang bersahabat dengan petani. Sekalinya tidak, suka atau tidak, lagi-lagi kita harus mengandalkan kepada impor.

Itulah yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir Pemerintahan Presiden Jokowi. Selain, iklim dan cuaca yang kurang mendukung, ternyata pejabat yang berada di Kementerian Pertaniannya pun dihinggapi kejahatan kerah putih. Jadi, mana mungkin para petani akan bahagia, jika mantan Menteri Pertanian nya sendiri terekam hidup berfoya-foya. Petani tetap menderita, Pejabatnya menghambur-hamburkan uang rakyat.

Untung, kita memiliki Menteri Pertanian yang telah teruji untuk menggantikan Menteri Pertanian yang telah diganjar KPK dan dihukum 10 tahun penjara. Kita ingin agar Menteri Pertanian dapat meyakinkan para penentu keuangan negara, agar jangan lagi memotong anggaran sektor pertanian. Sebab, semua orang tahu persis, antara pagu anggaran dengan peningkatan produksi beras, memiliki korelasi yang positip.
Hal ini telah diakui Pemerintah, dari 10 faktor penyebab turunnya produksi beras saat ini, dikarenakan adanya pengurangan pagu anggaran untuk Kementerian Pertanian. Ini bukti kebijakan yang tidak mau membaca isyarat jaman. Akibatnya, kehebohan pun terjadi. Indonesia pun dilanda “darurat beras”. Untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, Pemerintah tidak mampu berbuat banyak, selain mengandalkan kepada impor.

Impor beras, kini tampil jadi “dewa penolong”. Tanpa impor, omong kosong kita akan mampu mengokohkan cadangan beras Pemerintah dan memberi makan 22 juta rumah tangga penerima manfaat Bantuan Pangan Beras. Ya, begitulah beras. Sebagai komoditas politis dan strategis, sebaiknya Pemerintah tidak bermain-main dengan kebijakan perberasan. Termasuk didalamnya langkah untuk mengurangi pagu anggaran nya sendiri.

Swasembada beras on trend, sudah saatnya diganti dengan swasembada beras permanen atau berkelanjutan. Pencapaian swasembada beras, jangan lagi dijadikan tujuan akhir, tapi hanya sebagai tujuan antara. Tujuan akhirnya adalah melestarikan swasembada beras. Inilah esensi swasembada beras permanen. Itu sebabnya, perencanaan melestarikan swasembada beras, perlu di desain sedemikian rupa, sehingga dapat dijadikan refrensi oleh penentu kebijakan keuangan negara.
Mewujudkan swasembada beras permanen, sebetulnya penting dijadikan tekad bersama untuk meraihnya. Keberpihakan Pemerintah, betul-betul sangat dimintakan. Berpihak, bukan hanya sekedar “political will”, namun yang lebih diharapkan adalah “political action” nya. Termasuk dukungan pagu anggaran yang layak untuk meningkatkan produksi dan produktivitas itu sendiri. Semua harus bersinergi dan berkolaborasi.

Swasembafa beras, memang beda dengan swasembada pangan. Tapi, perlu dipahami, tanpa terwujud swasembada beras, maka tidak akan pernah ada yang namanya swasembada pangan. Program prioritas Presiden/Wakil Presiden terpilih Pilpres 2024, telah memastikan “mencapai swasembada pangan, energi dan air” merupakan salah satu udagan yang mesti diwujudkan. Ini artinya, mulailah dengan swasembada beras dan dilanjutkan dengan swasembada pangan.

Stop swasembada beras on trend. Ayo kita siapkan swasembada permanen. 5 tahun ke depan, kita letakan fondasi yang kuat untuk meraihnya. Kita siapkan desain perencanaan teknokratik dan politis, agar swasembada beras berkelanjutan menjadi “trade mark” bangsa dan negara. Ke arah sanalah sebaiknya kita bergerak.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Gunung Kalut

Gunung Kalut (Tatang Rancabali) Gunung Tambakruyung terhuyung tertutup kabut Tingginya terhimpit langit Mengecil kerdil Kini hanyalah sejajar dengan gubuk lapuk

Read More »

BULOG MENGEJAR TARGET

BULOG MENGEJAR TARGET OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Keberadaan Perum Bulog, baik sebagai operator Pangan ataupun selaku lembaga parastatal, sekarang betul-betul

Read More »

WAKTU

THOLABUL ILMI SHUBUH Jum’at barokah, 4 April 2025 Bismillahirahmanirahim Assalamuallaikum wrm wbrkt WAKTU saudaraku yang* *dimuliakan Allah*.. jangan disia2akan waktumu…

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *