7 October 2024 07:24
Opini dan Kolom Menulis

Surplus Beras yang Menyusut

SURPLUS BERAS YANG MENYUSUT

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Dalam dunia perberasan, kalau kepada kita diajukan pertanyaan apakah ingin surplus atau defisit, maka jawabannya pasti akan menyatakan surplus. Tidak ada satu pun Pemerintahan di dunia yang merasa bangga jika negaranya mengalami defisit. Itu sebabnya, negara-negara produsen beras selalu mendambakan terwujudnya sirplus.

Surplus beras terjadi, karena produksi yang dihasilkan relatif lebih tinggi dari konsumsi masyarakat. Sebaliknya, bila produksi lebih kecil dari konsumsi masyarakat, yang terjadi adalah defisit. Sejak dulu, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mampu meningkatkan produksi beras secara signifikan. Setidaknya, sudah dua kali bangsa ini memproklamirkan diri sebagai negeri yang berswasembada beras, yakni tahun 1984 da 2022.

Dalam tahun-tahun belakangan ini, Indonesia pun masih mampu mencatatkan diri sebagai bangsa yang surplus beras. Namun perlu dicatat, sekali pun masih surplus, tapi jika dicermati jumlah surplusnya, tampak mengalami pemurunan. Lalu, muncul pertayaan, ada apa sebetulnya dengan produksi beras di negeri ini ? Benarkah menurunnya jumlah surplus beras disebabkan oleh menurunnya produksi beras secara nasional ?

Pertanyaan ini penting untuk dijawab. Salah satu bukti produksi beras tidak mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat atau pun untuk cadangan beras Pemerintah adalah dengan dibukanya lagi kran impor beras. Artinya, Pemerintah tentu tidak akan melakukan impor beras, jika produksi padi di dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan. Impor beras ditempuh, karena Pemerintah tidak yakin produksi beras akan meningkat cukup signifikan.

Rencana impor beras 2 juta ton untuk tahun ini, boleh jadi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, namun juga akan digunakam untuk memperkuat cadangan beras Pemerintah dan bantuan sosial beras bagi sekitar 21,3 juta penerima manfaat yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Selama 3 bulan mereka akan memperoleh Bansos beras sebesar 10 kg per bulan.

Sebagai bangsa yang sekitar 90 % warga masyarakatnya menjadikan beras sebagai bahan makanan pokoknya, tentu saja Pemerintah tidak boleh main-main dalam menelorkan kebijakan perberasan ini. Tata Keloka Perberasan perlu disiapkan dan dirumuskan secara matang, secara terintegrasi dari hulu hingga hilir. Beras sebagai komoditas politis dan strategis, penting untuk dikelola secara profesional.

Adanya indikasi penurunan produksi beras secara masional karena berbagai alasan, sudah saatnya dijadikan bahan pemcermatan kita bersama. Kementerian Pertanian dan anak gugusnya di daerah, dituntut agar terus kreatif dan berinovasi untuk dapat menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada. Kisah sukses pencapaian swasembada beras 1984 dan 2022, harus jadi proses pembelajaran untuk mewujudkan swasembada beras yang lestari.

Kualitas swasembada beras yang kita raih, baik tahun 1984 dan 2022, lebih pas dikatakan sebagai “Swasembada Beras On Trend”. Artinya, kita akan meraih swasembada jika produksi memang berlimpah, namun kita akan melepas status swasembada sekiranya produksi melorot tajam. Ketidak-konsistenan dalam produksi beras, membuat bangsa kita susah untuk tetap bertahan dengan swasembada berasnya.

Menurunmya produksi beras dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu faktor penyebabnya, karena berlangsungnya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kepentingan pembangunan lain. Sebut saja soal tekanan penduduk yang memerlukan perumahan dan pemukiman untuk tempat tinggal. Belum lagi kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur seperti pembangunan bandara dan pelabuhan berkelas internasional. Pembangunan jalan tol juga menggerus banyak lahan sawah.

Ironisnya, kebijakan Pemerintah melakukan pencetakan sawah baru, terekam belum memberi hasil yang optimal. Bahkan di beberapa daerah muncul laporan soal kegagalan program pencetakan sawah ini. Kita tidak tahu dengan pasti, mengapa program pencetakan sawah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Yang kita pahami kegiatan mencetak sawah, memang sangat berbeda dengan kegiatan mencetak kue bandros.

Masalah serius yang kita hadapi dalam kebijakan pembangunan pertanian ke depan adalah sampai sejauh mana Pemerintah mampu menjaga “ruang pertanian” yang ada agar tetap bertahan dan tidak dialih-fungsikan untuk kegiatan non pertanian. Keberpihakan ini menjadi sangat penting agar sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung perekonomian bangsa dan tidak tergerus oleh kepentingan sektor lain.

Keperkasaan sektor pertanian, sebetulnya tidak terbantahkan. Di saat krisis multi-dimemsi tahun 1977, pertanian tetap mampu tumbuh positip. Begitu pun ketika sergapan Covid 19 beberapa waktu lalu. Saat itu, hampir semua sektor strategis mengalami pertumbuhan negatif. Sektor pertanian tergolong yang masih mampu tumbuh positip. Fakta ini jelas menegaskan pertanian layak disebut sebagai sektor yang perkasa.

Keperkasaan sektor pertanian, kini tengah diuji. Apakah dengan adanya sergapan El Nino, produksi pertanian, khususnya beras masih akan cukup tersedia umtuk mremenuhi kebutuhan ? Apakah Pemerintah telah menyiapkan diri lewat terobosan cerdasnya guna mengantisipasi gagal panen yang ditengarai sekitar 380 ribu tom hingga 1,2 juta ton ? Dan pertanyaan lain yang cenderung mengarah ke proses penurunan produksi.

Langkah Pemerintah menambah luas tanam sebesar 500 ribu hektar adalah bentuk konkrit untuk menjawab sergapan El Nino. Di luar kebijakan ini, tentu masih banyak kegiatan lain yang dirancangnya. Namun begitu, soal serius yang butuh penanganan segera adalah sampai sejauh mana Pemerintah akan memberi perhatian terhadap penanganan sisi konsumsi dan tidak melulu menangani sisi produksi. Apa jadinya jika konsumsi masyarakat terhadap nasi terus membengkak.

Produksi memang harus terus digenjot. Kita jangan pernah merasa bosan untuk melakukannya. Menyusutnya surplus beras, perlu menjadi perhatian kita bersama. Hal ini juga mengingatkan agar kita tidak terjebak dalam urusan peningkatan produksi an sih, tapi sisi konsumsi nya pun butuh perhatian yang seksama.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

“LIANG COCOPET”

“LIANG COCOPET” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA “Liang Cocopet” adalah ungkapan umum dalam kehidupan masyarakat. Tatar Sunda, yang intinya menggambarkan tempat

Read More »

Tanda Terimanya Sebuah Amal

MUHASABAH AKHIR PEKANMinggu, 6 Oktober 2024 TANDA DITERIMANYA SUATU AMAL BismillahirrahmanirrahiimAssalamu’alaikum wr wbrkt… Saudaraku,Perlulah kita ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *