25 March 2025 23:24
Sentuhan Qalbu

SUMBER-SUMBER KELAPANGAN HATI

EDISI RAMADHAN
Minggu, 23 Mei 3025

Shaum Ramadhan hari ke 23

bismillahirahmanirahim

Assslamu’alaikumnerm wbrkt

SUMBER-SUMBER KELAPANGAN HATI

Saudaraku,
Kita pasti pernah merasakan kesempitan hati, sampai sedemikian sempitnya, sehingga seolah-olah langit runtuh menindih dada. Ketika itu, pandangan menjadi kabur, pikiran keruh, energi sirna, dan pelita pengharapan pun padam.

Sebaliknya, kita pun pernah merasakan hati kita dilapangkan oleh Allah Azza wa Jalla, segalanya terlihat gamblang, solusi problematika hidup tersaji lengkap, energi meluap, dan kita menatap kehidupan ini dengan penuh semangat serta optimisme tinggi…

Saudaraku,
Banyak orang sukses dalam menghadapi kesempitan, tapi sedikit orang yang mampu lulus dengan ujian kelapangan. Ketika diuji dengan kematian, penyakit, kemiskinan dan kesusahan hidup, banyak orang yang mampu _tawakkal_ (berserah diri) kepada Allah Azza wa Jalla. Bahkan musibah itu membuat mereka tersadar atas kesalahan-kesalahan sebelumnya, sehingga mereka mampu memperbaiki diri untuk hari-hari selanjutnya. Namun ketika diberi kelapangan hidup, kekayaan, kesehatan, kemakmuran, dan kebahagiaan, sedikit orang yang merasa bahwa ia lagi diuji oleh Allah Azza wa Jalla. Mereka mengira ujian hanya dalam bentuk kesempitan, dan tidak ada ujian pada kelapangn. Padahal Rasulullah sudah mewanti-wanti dengan sabdanya,

“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu olehnya; kesehatan dan kelapangan.”

‎بَسَطكَ كَىْ لاَيُبْقِيَكَ مَعَ اْلقَبْضِ وَقَبَضَكَ كَىْ لآ يَتْرُ کَكَ مَعَ اْلبَسْطِ وَاَخْرَجَكَ عَنْهُمَـاکَيْ لاَ تَکُوْنَ لِثَيْءِ.

“Allah memberi kamu kelapangan agar kamu tidak selalu dalam kesempitan. Allah memberi kesempitan kepadamu, agar kamu tidak hanyut di waktu lapang. Allah melepaskan kamu dari dua-duanya, agar kamu tidak menggantungkan diri, kecuali kepada Allah belaka.”

Kesempitan dan kelonggaran yang telah menjadi kebiasaan manusia yang hidup di dunia ini hendaklah diikuti dengan sifat _khauf_ dan _raja’._ Sifat ini tersimpan dalam lubuk jiwa seorang hamba. Bagaimana gerakan hati dan pikiran (batin) hamba yang sedang dalam kelonggaran, dan bagaimana pula gerakan hati dan pikiran orang yang sedang dalam kesempitan.

Khauf adalah sifat orang beriman yang selalu khawatir kalau-kalau amal ibadah yang sedang ia jalankan tidak diterima oleh Allah Azza wa Jalla, sehingga kesempatan-kesempatan yang ada padanya dimanfaatkan sebaik mungkin agar amal ibadahnya semakin sesuai dengan tuntutan Al Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam…

Dengan demikian ia berada dalam posisi _raja’,_ senantiasa tetap berharap agar amal ibadah yang telah dijalankan diterima oleh Allah Azza wa Jalla, sebagai ibadah yang shaleh dan sahih…

Saudaraku,
Ada sebuah ulasan dalam _Zaadul Ma’ad_ karya Ibnu Qayyim yang didedikasikan untuk meraih _ibrah_ (pelajaran) dari sejarah hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya beliau memaparkan sebab-sebab atau sumber-sumber kelapangan hati…

Sumber pertama adalah tauhid. Seberapa lapang hati seseorang berhubungan erat dengan seberapa kuat, sempurna, dan pertambahan keyakinan tauhidnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
(QS. Al-An’am: 125)

Sumber kedua adalah cahaya iman. Tatkala cahayanya lenyap dari hati, maka seseorang akan menghadapi kegelapan, sehingga merasa seolah-olah terkungkung dalam penjara paling sempit. Sebagaimana cahaya bisa membuat ruangan terkesan luas, demikian pula iman akan melapangkan hati. Maka, Al-Qur’an pun menggambarkan kekafiran (yakni, kebalikan iman) sebagai kegelapan yang berlapis-lapis, Allah Azza wa Jalla berfirman,

“Atau, seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, nyaris dia tidak dapat melihatnya. Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (iman) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.”
(QS. An-Nur: 40)

Sumber ketiga adalah ilmu. Tepatnya, ilmu yang diwarisi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan sembarang ilmu. Dengannya, hati terasa sangat lapang bahkan lebih lapang dari dunia ini. Warisan kenabianlah yang membuatnya memiliki kesabaran berlipat, akhlak termulia, serta kehidupan paling tenteram. Al-Hasan al-Bashri berkata,

“Dulu, bila seseorang telah mencari ilmu, maka tidak lama kemudian akan terlihat pengaruhnya pada tatapan matanya, kekhusyu’annya, lisannya, tangannya, shalatnya, dan kezuhudannya.” Beliau juga berkata, “Jika seseorang telah memperoleh satu bab dari ilmu, lalu ia mengamalkannya, maka jadilah ilmu itu lebih baik baginya dibanding dunia seisinya, andai ia memiliki dunia itu lalu ia menjadikannya untuk akhirat.”
(HR. Darimi, keduanya dengan sanad shahih)

Sumber keempat adalah kembali kepada Allah Azza wa Jalla secara totalitas, “tanpa tapi” dan “tanpa nanti”, mencintai-Nya, berfokus kepada-Nya, dan menikmati asyiknya beribadah. Rasa cinta memiliki pengaruh ajaib terhadap kelapangan hati. Cinta membuat jiwa tenteram dan hati nyaman, apalagi cinta kepada Allah Azza wa Jalla, Tuhan semesta alam. Sudah dipahami bahwa tiada kenikmatan bagi pecinta selain berjumpa, bercengkrama, dan berdua-duaan dengan kekasihnya. Ia pasti ingin berlama-lama bersamanya. Bila terpisah, ia pun sangat rindu ingin bertemu. Bila ia dihalangi dari yang dicintainya, hatinya akan merana…

Dapat dipastikan, orang yang gemar dan ringan beribadah tentu sangat mencintai Tuhannya. Cintalah yang mendorongnya untuk segera bangkit menyambut panggilan Kekasihnya dengan penuh semangat. Oleh karenanya, diriwayatkan bahwa Nabi Dawud ‘alaihi sallam pernah berdoa,

“Ya Allah, sungguh aku mohon (diberi) rasa cinta kepada-Mu, rasa cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu, juga amal-amal yang akan membawaku sampai kepada cinta-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan kepada-Mu lebih aku cintai dibanding diriku sendiri, keluargaku, dan air yang sejuk.”
(HR. At Tirmidzi)

Saudaraku,
Siapa pun yang berpaling dari Allah Azza wa Jalla, melupakan-Nya, mencintai dan bergantung kepada selain-Nya, niscaya hidupnya menjadi sempit,

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.”
(QS: Thaha: 124-126)

Bila seseorang mencintai selain Allah Azza wa Jalla, jiwanya akan tersiksa karenanya. Hatinya pun terpenjara dalam apa yang dicintainya itu, sebab semua selain Allah Azza wa Jalla mudah berubah dan tidak terjamin kepastiannya. Ketika itulah pikirannya kacau, hidupnya berantakan, dan hatinya sangat kelelahan. Maka, tidak ada yang lebih malang darinya di dunia ini…

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah taat kepada Allah Azza wa Jalla, baik dalam kelapangan maupun kesempitan untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb.

Wassalamualaikum

sebarkan dakwah walau satu ayat..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *