7 July 2024 00:31
Opini dan Kolom Menulis

Stop Impor, Ketika Panen Raya

STOP IMPOR, KETIKA PANEN RAYA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Pemerintah menjamin, ketika panen raya tiba, impor beras bakalan di stop. Penegasan ini tentu saja sangat melegakan. Kaum tani tidak perlu lagi merasa risau. Kita percaya, apa yang disampaikan Pemerintah merupakan bukti nyata atas kecintaannya kepada para petani. Pemerintah tahu persis, jika pada saat panen raya padi masih dilakukan impor beras, harga gabah/beras praktis akan melorot.

Jujur harus kita akui, saat ini kondisi perberasan nasional, sedang berada dalam posisi yang sedang tidak baik-baik saja. Produksi beras nasional sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Suasana surplus beras mulai dibayang-bayangi defisit. Salah satu biang kerok yang jadi penyebabnya, karena ada serangan El Nino.

Sebagai negeri yang pernah menyabet dua penghargaan internasional atas prestasi swasembada beras (1984 dan 2022), kebijakan impor beras diatas 3 juta ton merupakan aib yang memalukan. Tidak sepatutnya kita menempuh impor beras. Malah yang harus dilakukan, negeri ini perlu menjadi eksportir beras yang cukup disegani di dunia.

Namun, apa hendak dikata, jika tata kelola sistem perberasan yang kita tempuh selama ini, masih belum seperti yang diharapkan. Lebih menyakitkan lagi, kita sendiri tidak paham, mengapa Pemerintah seperti yang terjebak dalam spirit swasembada beras ontrend dan tidak berjuang habis-habisan untuk melahirkan swasembada beras permanen.

Sadar akan hal demikian, Pemerintah langsung bersikap dan mengambil langkah dengan menerapkan kebijakan menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada. Dari sisi anggaran pun Pemerintah menyiapkan tambahan anggaran sebesar 5,8 trilyun rupiah, untuk mendukung percepatan peningkatan produksi beras dan jagung dan fisilitasi bantuan alsintan bagi petani.
Menggenjot produksi adalah sebuah kebutuhan. Tapi, kita juga paham, untuk menjawab kebutuhan jangka pendek, menggenjot produksi bukan langkah yang tepat. Untuk memenuhi kebutuhan sesegera mungkin sekaligus menjaga hal-hal yang tak diinginkan, jalan keluar terbaik yang bisa dilakukan adalah menempuh kebijakan impor. Langkah inilah yang dilakukan Pemerintah.

Sebagai komoditas politis dan strategis, beras harus tersedia sepanjang waktu, baik untuk konsumsi masyarakat, cadangan Pemerintah atau program strategis lain seperti Program Bantuan Beras Langsung. Selain itu, kita juga harus mengingat pesan Proklamator Bangsa Bung Karno yang menyatakan, soal beras menyangkut mati hidupnya sebuah bangsa.

Dicermati lebih dalam, masalah beras yang kita hadapi sekarang, ternyata bukan hanya berurusan dengan aspek produksi yang menurun, namun juga tengah dihadapkan pada harga beras di pasaran yang sangat susah diturunkan, setelah sebelumnya mengalami kenaikan harga yang ugal-ugalan. Harga beras jauh diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Teringgi (HET).

Dihadapkan pada gambaran yang dipaparkan diatas, hal seperti ini, jangan dibiarlan berlarut-larut, tanpa ada solusi cerdas untuk mencarikan jalan pemecahannya. Produksi harus digenjot dan dipacu dengan penyediaan faktor-faktor produksi yang menopang, seperti benih berkualitas, penggunaan pupuk berimbang, penataan irigasi yang baik, dan hadirnya Penyuluh Pertanian.

Terkait dengan dibukanya kran impor beras secara besar-besaran, setelah beberapa bulan kita dapat Piagam Penghargaan dari Lembaga Riset Dunia yang mengkhususkan diri pada tanaman padi (IRRI), atas keberhasilannya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi, betul-betul sebuah kebijakan yang memalukan sekaligus memilukan.

Catatan kritisnya, mengapa kita tidak berjuang habis-habisan untuk melestarikan swasembada beras yang sudah kita raih ? Ada apa sebetulnya dengan penghargaan swasembada beras yang kita capai ? Padahal, kalau saja setelah penobatan swasembada beras, Pemerintah langsung menambah anggaran untuk menggenjot produksi beras, boleh jadi masalahnya tidak bakal seheboh saat ini.

Sayangnya, penambahan anggaran untuk Kementerian Pertanian sebesar 5,8 trilyun rupiah diberikan Pemerintah, setelah ketahuan produksi beras secarq nasional turun dengan angka yang cukup signifikan. Kesannya, Pemerintah terbukti masih senang menggunakan pendekatan “pemadam kebakaran” ketimbang menerapkan pendekatan “deteksi dini”.

Begitu pula dengan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah, seperti penambahan luas tanam dengan mengoptimalkan potensi lahan rawa di berbagai daerah; lalu ditempuhnya upaya mempercepat masa tanam dengan memanfaatkan teknologi bididaya yang bersifat inovatif; prnataan sistem irigasi yang lebih baik, hingga ke keberadaan para Penyuluh Pertanian di lapangan.

Lagi-lagi, langkah seperti ini ditempuh setelah sergapan El Nino, tidak mampu dikendalikan. Ramalan Pemerintah tentang bakal terjadi gagal panen padi hingga 1,2 juta ton gabah, sepertinya betul-betul mengalami kenyataan. Buktinya, produksi beras tahun 2023 hanya mampu meraih sebesar 30,90 juta ton. Lebih kecil dari produksi tahun 2022 yang mencapai 31,54 juta ton.

Menghadapi suasana seperti ini, impor beras tidak bisa dielakan lagi. Solusi jangka pebdek, memang harus impor. Yang penting dicermati, bagaimana impor yang dilakukan, tidak memberi dampak buruk terhadap harga jual gabah dan beras di tingkat petani ? Menyetop impor ketika panen raya tiba, jelas menjadi kebijakan yang patut diberi acungan jempol.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *