4 July 2024 10:56
Opini dan Kolom Menulis

SOAL BERAS, BUKAN CUMA PRODUKSI, TAPI JUGA KONSUMSI

SOAL BERAS, BUKAN CUMA PRODUKSI, TAPI JUGA KONSUMSI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Soal beras, kembali menyita perhatian kita bersama. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, jika kita lengah dan tidak mampu menggenjot produksi sesuai target yang ditetapkan untuk tahun 2024, kemungkinan besar, kita bakal mengimpor beras sekitar 5 juta ton. Prediksi ini, tentu cukup mengejutkan. Betapa tidak, sebab 5 juta ton bukanlah angka yang kecil.

Menteri Pertanian, tentu bukan cuma melempar isu atau kecemasan terhadap dunia perberasan di tanah air, yang selana ini menunjukkan penurunan produksi yang cukup signifikan, namun Bung Amran tentu berharap agar segenap komponen bangsa ikut berpikir dan dapat mencarikan jalan keluar terbaiknya. Jika perlu, lakukan terobosan-terobosan cerdas.

Salah satu pemikiran dan cara pandang yang penting ditumbuh-kembangkan dalam benak para penentu kebijakan di sektor pertanian adalah sampai sejauh mana kita mampu melepaskan diri dari jebakan : “soal beras hanya masalah produksi”. Padahal, di sisi lain, juga akan berkaitan dengan soal harga dan konsumsi masyarakat.

Hal ini penting disampaikan, mengingat kita seperti yang terhipnotis untuk selalu bicara produksi. Bicara beras seolah-olah hanya berjuang untuk menggenjot produksi dan produktivitas hasil pertanian menuju swasembada. Padahal, kalau kita bicara dunia perberasan, khususnya agribisnis perberasan, maka kaitan dari hulu ke hilir, perlu dikemas secara sistemik.

Apalah artinya langkah peningkatan produksi, bila sisi konsumsinya tidak ditangani dengan serius. Inilah masalah krusial yang butuh penanganan lebih baik dan terukur. Tata Kelola Konsumsi beras per kapita, butuh perencanaan matang, sehingga program dan kegiatan yang digulirkan tidak terkesan asal-asalan. Terlebih jika hanya menjadi sebuah gugur kewajiban.
Sebetulnya antara kebijakan produksi dan kebijakan konsumsi, dapat dirancang secara sinergi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), dituntut merancang Master Plan Peningkatan Produksi Beras dalam 25 tahun ke depan. Dalam pelaksanaannya BAPPENAS bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian.

Di sisi lain BAPPENAS juga perlu bersinergi dan berkolaborasi dalam perencanaan Konsumsi Beras dengan Badan Pangan Nasional (BAPANAS) untuk merumuskan Master Plan Pengelolaan Konsumsi Pangan 25 tahun ke depan. Betapa indahnya, kalau BAPPENAS dapat melahirkan dokumen perencanaan produksi dan konsumsi dalam upaya mewujudkan perencanaan pangan yang berkualitas.

Fakta menunjukkan penanganan konsumsi pangan, khususnya kebijakan penganekaragaman pangan, tampak belum digarap dengan sungguh-sungguh. Hingga kini, kita belum memiliki Grand Desain yang utuh, holistik dan komprehensif terkait dengan Pengelolaan Konsumsi Pangan. Ysng dilakukan baru sekedar program-program yang ala kadarnya.

Sebut saja program yang berkaitan dengan upaya meragamkan pola makan masyarakat agar tidak tergantung kepada satu jenis bahan pangan karbohidrat yaitu beras. Dari sisi kemauan politik, Pemerintah sudah kelihatan harapan apa yang ingin diraihnya. Tapi, dari tindakan politik dan keberlanjurannya, masih jauh dari apa yang diinginkan.

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, salah satu fungsi dibentuknya BAPANAS adalah merumuskan kebijakan dan pelaksanaan program diversifikasi pangan. BAPANAS inilah yang perlu tampil sebagai “pembawa pedang samurai” program/gerakan penganekaragaman pangan.

Ironisnya, mana mungkin BAPANAS akan mampu tampil sebagai “prime mover” program diversifikasi pangan, jika tidak ditopang oleh politik anggaran yang layak dan memadai ? Inilah salah satu alasan pokok, mengapa sampai sekarang, kiprah BAPANAS seperti yang “lelengkah halu” (mulai belajar jalan). Seorang sahabat malah menyatakan BAPANAS seperti “ada dan tiada”.

Menurunnya produksi beras, mestinya tidak perlu terjadi, sekiranya kita mampu menerapkan pendekatan deteksi dini. Sebagai contoh soal El Nino. Sergapan El Nino sendiri, sudah kita ketahui jauh-jauh hari sebelumnya. Coba kalau sebelum kejadian El Nino, kita sudah menyiapkan diri dengan melakukan penambahan lyas tanam atau menggiatkan percepatan masa tanam.

Kita tentu tidak perlu kecil hati menghadapi sergapan El Nino. Terlebih adanya peramalan Pemerintah tentang gagal panen berkisar antara 380 ribu – 1,2 juta ton gabah kering panen. Atas hal ini, kita tentu bersiap-siap mengembangkan langkah cerdas yang sebaiknya ditempuh. Sayang, hal itu belum ditempuh, karena kita masih suka melakukan pendekatan pemadam kebakaran.

Jebakan pendekatan pemadam kebakaran, kelihatannya masih sulit untuk dihilangkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Kita sudah terpola, solusi akan dicari, sekiranya masalah sudah kita alami. Padahal, jika pola deteksi dini (early warning system) dapat diterapkan, kita ingin agar masalah dapat diredam dan tidak muncul dalam kehidupan.

Akhirnya penting diingatkan soal dunia perberasan, bukanlah hanya sekedar berurusan dengan sisi produksi, namun juga penting dicermati dari sisi harga dan konsumsi. Pengelolaan sisi konsumsi terekam tidak segencar sisi produksi. Padahal, sisi konsumsi sendiri, tak kalah penting nya dengan sisi produksi. Ayo kita optimalkan pengelolaan sisi konsumsi.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *