SETELAH FESTIVAL PANGAN NUSANTARA, LALU APA ?

SETELAH FESTIVAL PANGAN NUSANTARA, LALU APA ?
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Festival Pangan Nusantara 2024, baru saja selesai digelar. Festival, yang sejatinya identik dengan “pesta” ini, betul-betul memberi kesan tersendiri, bagi mereka yang sempat datang menghadirinya. Agenda acaranya, bukan hanya mempertontonkan kisah sukses pembangunan pangan, namun juga diisi dengan pemberian penghargaan (award) kepada banyak pihak yang dianggap ikut berjasa dalam pembangunan pangan di negeri ini.
Yang penting untuk dibahas lebih dalam adalah apa sebetulnya yang harus dilakukan setelah Festival Pangan Nusantara 2024 kita laksanakan ? Ini yang menarik dibincangkan. Terlebih bila hal ini dikaitkan dengan salah satu penyakit bangsa yang sering menyergap kehidupan sehari-hari. Penyakit itu, bangsa ini memang pinter membuat sesuatu, namun hampir tidak pernah dapat menindak-lanjutinya dengan nsik.
Begitu pun dengan Festival Pangan Nusantara 2024 ini. Kita berharap agar penyelenggara Festival Pangan ini, benar-benar dapat merancang kegiatan Festival Pangan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari desain pembangunan pangan. Artinya, Badan Pangan Nasional sebagai penyelenggara Festival, sudah siap dengan program lanjutannya. Jadi, penyelenggara tidak hanya membuat Festival untuk Festival, namun sudah terancang pula kegiatan lanjutannya.
Persoalannya adalah langkah-langkah apa saja yang kini telah dirumuskan oleh Badan Pangan Nasional ? Apa saran dan langkah cerdas sekaligus bernas Badan Pangan Nasional agar bangsa ini tidak terus-terusan mengandalkan impor guna mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri ? Bagaimana pula Badan Pangan Nasional ikut memberi pandangan untuk menjawab masalah turunnya produksi beras dengan angka cukup signifikan dan melejitnya harga beras dengan kenaikan yang ugal-ugalan ?
Yang jadi kerisauan kita, penyelenggara Festival Pangan Nusantara 2024, hanya berpikir untuk satu kegiatan dengan menggunakan anggaran berbasis keproyekan. Jika ini yang ditempuh dapat dipastikan kegiatan Festival Pangan Nusantara tidak akan berkelanjutan. Proyeknya selesai, otomatis kegiatannya pun tuntas. Kegiatan tersebut seperti ditelan bumi. Kegiatan baru akan diingat dan dibuka kembali arsipnya, jika setelah sekian lama ada perkeliruan dalam penyelenggaraannya.
Sudah sangat sering diingatkan, pola dan pendekatan “keproyekan” segera dirubah dengan pola dan pendekatan “gerakan” segenap komponen bangsa. Festival Pangan 2024, sebenarnya merupakan momen yang baik untuk “unjuk keberhasilan” pembangunan pangan selama ini. Hal ini menjadi sangat relevan dengan program pencapaian swasembada pangan, energi dan air, sebagaimana dijelaskan Prabowo/Gibran dalam ajang kampanye Pemilihan Presiden/Wakil Presiden yang baru lalu.
Kita percaya Prabowo/Gibran sebagai Presiden/Wakil Presiden terpilih akan tetap komit dengan program prioritas yang telah dikumandangkannya itu. Swasembada Pangan, Energi dan Air, juga butuh prioritas. Jangan ingin ketiga-tiganya dicapai sekaligus. Begitu pun kalau kita memprioritaskan swasembada pangan. Jenis pangan apa yang ingin diutamakan ? Beras ? Jagung ? Kedele ? Daging Sapi ? Gula ? Bawang Putih ? Atau yang lainnya lagi.
Sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab terhadap urusan pangan, Badan Pangan Nasional mestinya sudah harus bersiap diri dalam mendukung Presiden/Wakil Presiden Terpilih merumuskan program prioritas yang berkaitan dengan pangan. Itu sebabnya, Festival Pangan Nusantara 2024, sepatutnya mampu dijadikan ajang pemanasan untuk menjawab program prioritas yang telah disampaikan dalam kampanye Pilpres 2024.
Pertanyaannya adalah apakah Festival Pangan Nusantara 2024 secara konseptual telah dirancang untuk ikut pula memberi solusi akan masalah pangan yang selama ini menghantui pembangunan pangan ? Atau tidak, karena penyelenggara lebih suka mempertontonkan kehebatan dan keberhasilan pembangunan pangan selama ini ? Padahal, sebagai anak bangsa, kita pun ingin mengenali apa sesungguhnya kendala dan tantangan pangan ke depan.
Undang Undang No. 18/2012 tentang Pangan mengamanatkan perlunya diwujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Kata kunci untuk meraihnya terletak pada kemampuan kita mewujudkan swasembada pangan. Omong kosong, bangsa ini akan memiliki ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan yang kuat jika kita tidak mampu meraih swasembada pangan terlebih dahulu. Lalu, jujur kita akui, hingga kini masih banyak jenis pangan yang masih kita impor.
Kalau pun kita boleh bangga dengan kisah sukses swasembada beras 1984 dan 2022, tapi kita pun penting sadar diri, swasembada beras yang dicapai merupakan swasembada beras “on trend”, bukan swasembada beras yang sifatnya permanen. Namanya juga “on trend”, sehingga kadang swasembada namun seseringnya tidak. Sedangkan di luar beras, kelihatannya masih susah untuk dapat swasembada. Sekali lagi perlu diingatkan, sampai detik ini kita belum pernah mencapai swasembada pangan.
Pangan bukan hanya beras. Itu sebabnya, kita perlu hati-hati bicara soal swasembada ini. Ada pejabat yang menyebut bangsa ini sudah swasembada pangan. Maksud pejabat itu mungkin beras. Tapi kalau tidak ditegaskan komoditasnya, hal itu akan melahirkan kebingungan sosial. Dikira betul kita sudah swasembada pangan, padahal faktanya baru swasembada beras “on trend”. Bahkan sekarang, swasembada beras pun masih harus dilepas, karena tahum ini kita berencana impor beras sebesar 5,17 juta ton.
Kalau Menteri Pertanian berani membuat pengakuan jujur terkait dengan 10 penyebab utama turunnya produksi beras, kita sebetulnya menunggu pengakuan dari pejabat yang bertanggungjawab masalah pangan, untuk dapat menjelaskan kepada rakyat, mengapa hingga sekarang kita masih belum mampu meraih swasembada pangan. Apakah betul, hal ini terjadi karena lemahnya simpul koordinasi antar Kementerian/Lembaga Negara maupun Pusat dan Daerah, seusai Dewan Ketahanan Pangan dibubarkan ?
Ada Dewan Ketahanan Pangan yang diketuai Presiden saja, kita cukup kesulitan menggapai swasembada pangan, apalagi kini Dewan Ketahanan Pangan dibubarkan, tanpa ada pengganti yang lebih baik. Dari sisi kelembagaan pangan, bubarnya Dewan Ketahanan Pangan, betul-betul sangat disayangkan. Sebab, Dewan Ketahanan Pangan inilah yang dapat menggairahkan kegiatan ketahanan pangan di daerah. Bubarnya Dewan Ketahanan Pangan, sepi pula dinamika ketahanan pangan.
Sebagai lembaga non struktural, Dewan Ketahanan Pangan betul-betul sangat “power full”. Diketuai langsung oleh Presiden di Pusat, lalu Gubernur di tingkat Provinsi dan Bupati/Walikota di Kabupaten/Kota, Dewan Ketahanan Pangan cukup sukses memposisikan diri sebagai “prime mover” pembangunan ketahanan pangan. 12 bulan sekali para Kepala Daerah berkumpul untuk mengkoordinasikan pembangunan ketahanan pangan. 2 tahun sekali Presiden langsung memimpin Sidang Dewan Ketahanan Pangan.
Kini suasana seperti itu, tidak terjadi lagi. Simpul koordinasi jadi melemah. Sinergi antar Kementerian/Lembaga melemah dengan sendirinya, karena tidak ada lagi yang merekatnya. Sejak bubarnya Dewan Ketahanan Pangan, hampir tidak pernah berlangsung pertemuan antar Kepala Daerah untuk membahas masalah pangan. Begitu pun dengan Pemerintah Pusat. Masing-masing berjalan sendiri, tanpa adanya kebersamaan untuk menjawab masalah yang ada.
Yang muncul sekarang adalah adanya Festival Pangan Nusantara, yang semangatnya bukan untuk membuat perencanaan pangan ysng berkualitas. Namanya juga Festival, pasti kegiatannya lebih bersifat unjuk kisah sukses. Padahal yang lebih kita butuhkan adalah kegiatan yang mampu mengajak rakyat berpikir untuk turut mencari jawab atas masalah pangan saat ini dan mendatang. Harapan kita, semoga seusai selesainya Festival Pangan Nusantara akan lahir terobosan cerdas dan bernas, yang berorientasi tertuntaskannya masalah pangan.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

BEBERAPA SIFAT YG MENJADI KELEMAHAN MANUSIA
MUHASABAH SHUBUH Minggu, 6 April 2025 Bismillahirahmanirahim Asalamu’alaikum wrm wbrkt BEBERAPA SIFAT YG MENJADI KELEMAHAN MANUSIA *MANUSIA

“KATEMPUHAN BUNTUT MAUNG”
“KATEMPUHAN BUNTUT MAUNG” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA “Katempuhan buntut maung” dalam bahasa Sunda berarti “menanggung akibat dari perbuatan orang lain”

Gunung Kalut
Gunung Kalut (Tatang Rancabali) Gunung Tambakruyung terhuyung tertutup kabut Tingginya terhimpit langit Mengecil kerdil Kini hanyalah sejajar dengan gubuk lapuk

PERUM BULOG JELANG ULANG TAHUN KE 58
PERUM BULOG JELANG ULANG TAHUN KE 58 OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Tidak lama lagi Perum Bulog akan berulang tahun. 10

Keistimewaan Generasi Akhir Jaman
WASILLAH SHUBUH Sabtu, 5 April 2025 Bismillahirahmanirahim Assalamualaikum Wrm wbrkt Saudaraku, Ada wasillah dari kissh jaman Kenabian tentang Keistimewaan Generasi

BULOG MENGEJAR TARGET
BULOG MENGEJAR TARGET OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Keberadaan Perum Bulog, baik sebagai operator Pangan ataupun selaku lembaga parastatal, sekarang betul-betul