14 October 2024 11:25
Opini dan Kolom Menulis

SEMANGAT PERUM BULOG MENSEJAHTERAKAN PETANI

 
 

SEMANGAT PERUM BULOG MENSEJAHTERAKAN PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sudah lama jargon “Petani Bangkit Mengubah Nasib”, membahana dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Banyak pihak berharap, agar petani di negeri ini mampu tampil sebagai “penikmat pembangunan”. Petani jangan terus-terusan menjadi “korban pembangunan”, karena banyaknya kebijakan pembangunan yang tidak berpihak ke petani.

Adanya ketimpangan antara segolongan kecil masyarakat yang sering disebut sebagai penikmat pembangunan, dengan sebagian besar masyarakat yang dikenali sebagai korban pembangunan, pada dasarnya menunjukkan, pembangunan yang kita tempuh selama ini, gagal mewujudkan pemerataan yang semakin baik dan berkualitas.

Para penikmat pembangunan sendiri mendapat untung, karena strategi pertumbuhan ekonomi yang kita kejar mengalami “tricle up effect” (muncrat ke atas). Sedangkan sebagian besar masyarakat atau para korban pembangunan, mengalami kerugian cukup besar, karena pertumbuhan ekonomi yang diraih, tidak mampu mewujudkan “tricle down effect” (mengucur ke bawah).

Di sisi lain, kita juga memahami, sebagian besar petani di Tanah Merdeka, berkiprah dalam kegiatan usahatani padi. Mereka sangat tergantung pada hasil gabah kering panen yang dihasilkannya. Sayang, pengalaman yang terjadi selama ini, memperlihatkan, setiap panen berlangsung, harga gabah di tingkat petani selalu anjlok.

Ini berarti, mana mungkin petani padi akan mampu merubah nasib, jika setiap panen, harga gabah selalu melorot. Sedihnya lagi, Pemerintah pun seperti yang tak berdaya untuk mengendalikan harga agar berpihak ke petani. Yang terjadi kemudian, petani tetap terjebak dalam suasana hidup miskin dan sengsara. Hasrat untuk berubah nasib, baru sebatas impian belaka.
Kehadiran dan keberadaan Perum Bulog sebagai “sahabat sejati” kaum tani, mestinya dapat berbuat nyata dalam membela dan melindungi petani. Sebagai lembaga parastatal yang berpengalaman dalam melakukan pengadaan dan penyaluran beras, sekaligus penyangga stabilitas harga beras, Perum Bulog sebetulnya dapat tampil sebagai operator pangan yang berpihak kepada petani.

Pertanyaannya adalah apakah Perum Bulog selaku operator pangan akan diberi mandat oleh regulator pangan, untuk muncul sebagai lembaga parastatal yang handal dan berpihak ke petani ? Inilah salah satu “pe-er” besar bagi Pemerintah, ketika ingin menjadikan Perum Bulog sebagai solusi mempercepat terwujudnya kesejahteraan petani.

Tantangan terberat bagi Perum Bulog adalah bagaimana menghadapi bandar dan tengkulak, yang sangat gandrung menekan harga gabah di tingkat petani. Perum Bulog, tentu perlu berkomunikasi dengan bandar dan tengkulak untuk sama-sama melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap petani agar memperoleh harga wajar saat menjual gabah hasil panenannya.

Kata kuncinya, Perum Bulog perlu “bermitra” dengan bandar dan tengkulak, melalui persahabatan yang tulus dan ikhlas. Jika mencermati semangat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, “mencintai yang kecil dan menghormati yang besar”, ada baiknya dijadikan landasan pokok dari kemitraan yang bakal ditempuh diatas tadi.

Petani akan mampu mengubah nasib, salah satu ukurannya, jika penghasilannya semakin membaik. Penghasilan petani akan meningkat cukup signifikan, bila saat panen tiba, harga gabah kering panennya tidak anjlok. Kalau Pemerintah betul-betul berpihak ke petani, maka Perum Bulog perlu ditugaskan secara khusus untuk menjaga dan mengawal harga gabah dengan penuh tanggungjawab.

Langkah awal yang perlu digarap Perum Bulog adalah apakah saat panen tiba harga gabah kering panen tidak anjlok ? Lalu, apakah Harga Pembelian Pemerintah yang ditetapkan untuk gabah, benar-benar telah memberi keuntungan yang wajar bagi petani ? Lebih jauhnya lagi, mampukah Perum Bulog menjalin kemitraan yang berkualitas dengan bandar dan tengkulak ?

Sebagai operator pangan, kiprah Perum Bulog betul-betul terbatas dan sangat ditentukan oleh regulator pangan. Dalam Perpres No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional, dijelaskan Perum Bulog adalah pelaksana yang ditugaskan untuk melaksanakan kebijakan pangan dari Pemerintah. Jika begitu, apa memungkinkan Perum Bulog ditugaskan untuk menjaga harga gabah saat panen agar tidak anjlok ?

Beberapa pertanyaan diatas, menarik untuk dijawab. Perum Bulog tentu tidak dapat berkiprah sendirian dalam melakukan tugas mulianya ini. Perum Bulog perlu mengajak Kelompok Tani untuk mengawal harga gabah di lapangan. Akan lebih afdol, bila Perum Bulog pun mengajak KTNA, HKTI. SPI dan organisasi petani lain untuk sama-sama membela dan melindungi petani padi ini.

Akhirnya ingin disampaikan, Perum Bulog dengan seabreg pengalaman ysng dimiliki, mempunyai kapasitas untuk mewujudkan perbaikan nasib dan kehidupan petani ke arah yang lebih baik. Berbagai catatan yang dipesankan lewat tulisan ini, diharapkan mampu mengajak regulator pangan untuk mencermati beragam pandangan yang disampaikan lewat uraian diatas.

Perum Bulog sendiri, tentu memiliki kiat-kiat untuk sesegera mungkin, membebaskan petani dari kemiskinan yang menghimpitnya. Di lain pihak, sudah sejak lama petani mendambakan perubahan nasib. Petani Bangkit Mengubah Nasib, kini semakin tampak di pelupuk mata. Kita optimis, Perum Bulog akan dapat menerima tantangan ini, selama Pemerintah memberi penugasannya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *