6 October 2024 00:38
Opini dan Kolom Menulis

SEMAKIN MENURUNNYA JUMLAH PETANI

SEMAKIN MENURUNNYA JUMLAH PETANI

 

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Tanpa dilakukan Sensus Pertanian pun, sebetulnya kita sudah dapat menduga, selama 10 tahun terakhir ini, jumlah petani akan berkurang. Jumlah petani tidak alan bertambah. Pertanyaannya adalah benarkah hasil akhir dari Sensus Pertanian 2023 akan menyimpulkan jumlah petani menjadi semakin berkurang ? Begitupun dengan ruang pertanian yang dimiliki.

Ada berbagai alasan yang dapat disampaikan, mengapa hal ini bisa terjadi. Pengurangan ini tampak secara kasat mata, mengingat semakin banyaknya kaum muda yang enggan berkiprah menjadi petani. Ketidak-mauan kaum muda perdesaam, sudah bukan lagi sebuah fenomema, namun hal ini sudah menjadi fakta kehidupan yang patut diterima dengan lapang dada.

Mereka lebih memilih jadi buruh harian lepas di perkotaan, atau bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu, ketimbang turun ke sawah untuk menjadi petani, khususnya petani padi. Seiring dengan itu, para petani yang sekarang ada, karena dimakan usia, maka mereka pun akan berhenti jadi petani.

Semangat Pemerintah menyelenggarakan regenerasi petani, belum memenuhi harapan. Kalau pun ada, terekam masih mengedepan sebagai program yang bersifat keproyekan. Padahal, kita tahu persis, jika proyeknya selesai, maka berakhir pulalah program dan kegiatannya. Ini yang dikhawatirkan.

Sedangkan sebagai penyebab utama berkurangnya ruang pertanian, lebih disebabkan oleh berlangsungnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, yang 10 tahun terakhir terlihat semakin membabi-buta. Apa yang terjadi di Jawa Barat merupakan bukti betapa gencarnya alih fungsi menggerus lahan pertanian pangan produktif.

Sawah dan ladang produktif banyak berubah menjadi perumahan dan pemukiman atau bahkan real estate sebagai tuntutan masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal. Banyak juga yang berganti menjadi kawasan industri karena tuntutan pembangunan yang bergerak ke arah industrialisasi.

Yang paling menyolok adalah penggerusan ruang pertanian untuk kebutuhan infrastruktur dasar seperti pembangunan bandara internasional, pelabuhan berkelas dunia, pembangunan kereta api cepat dan pembangunan jalan tol. Ironisnya, Pemerintah terlihat tidak begitu serius untuk mengganti sawah ladang yang beralih fungsi tersebut.

Salah satu program yang diunggulkan, yakni program pencetakan sawah baru, seolah-olah hanya indah dijadikan pemanis pidato para pejabat. Atau baru tertuang dalam kata-kata indah dalam rencana pembangunan belaka. Dalam fakta di lapangan, hampir tidak ada program pencetakan sawah yang sukses.

Justru yang sering terdengar adalah suara-suara sumbang terhadap kegagalan program dan kegiatan pencetakan sawah itu semdiri. Di sisi lain, tak kalah menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah soal keberpihakan Pemerintah terhadap ruang pertanian itu sendiri. Benarkah banyak Kepala Daerah yang memandang sebelah mata terhadap keberadaan sektor pertanian ?

Dalam revisi RTRW misalnya, jarang daerah yang menambah areal pertaniannya. Revisi tersebut, malah menyusutkan areal pertanian untuk digunakan umtuk kebutuhan non pertanian. Salah satu pertimbangan yang muncul lr permukaan, karena sektor pertanian tidak mampu menghasilkan Pendapatan Asli Daerah secara cepat dan menjanjikan.

Menurunnya jumlah petani bagi sebuah negara agraris, tentu saja muncul menjadi soal serius yang butuh penanganan secara tepat. Bagaimana nasib negara agraris jika tidak ada lagi warga bangsa yang mau turun ke sawah untuk bercocok-tanam padi ? Lalu, siapa yang akan memberi makan segenap warga bangsa ?

Dihadapkan kepada kondisi seperti ini, kita berharap agar Pemerintah mampu melahirkan terobosan cerdas yang dapat mengundang kaum muda untuk menggeluti pertanian padi. Lewat kebijakan seperti ini, Pemerintah perlu membuat jaminan, bekerja sebagai petani padi, tidak akan hidup sengsara dan terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal.

Persoalan penting yang butuh jawaban segera adalah mengapa kaum muda perdesaan seperti yang memikul beban jika harus berprofesi sebagai petani padi ? Ada apa sebetulnya dengan dunia pertaniam padi di negeri ini ? Lebih membingungkan lagi adalah mengapa para orang tua yang kini berprofesi selaku petani padi melarang anak-anak nya berkiprah menjadi petani guna melanjutkan profesi orang tuanya ?

Para orang tua ini lebih memilih menjual sawah ladang yang dimilikinya untuk membiayai sekolah anak-anaknya diperkotaan, dari pada memperkerjakan anak-anak mereka guna melanjutkan pekerjaan selaku petani padi. Para orang tua ini meyakini dengan mengenyam pendidikan semakin tinggi, maka peluang anak-anak mereka mendapat pekerjaan yang lebih baik, menjadi semakin terbuka.

Sensus Pertanian 2023 saat ini tengah diolah. Kalau hasil akhir Sensus Pertanian menyimpulkan jumlah petani di negeri ini semakin menyusut, tentu perlu dicarikan jalan keluarnya agar ke depan profesi petani menjadi dambaan kaum muda di negara kita. Profesi petani harus dikesankan cukup membanggakan dan tidak lebih rendah dibanding profesi lainnya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *