7 July 2024 00:28
Opini dan Kolom Menulis

Selamatkan “Ruang Pertanian” yang Tersisa

SELAMATKAN “RUANG PERTANIAN” YANG TERSISA

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Ada pandangan yang menyatakan, jika tidak dikendalikan dengan baik, ruang pertanian yang kita miliki, cenderung akan berubah fungsi. Apakah itu menjadi bandara internasional seperti Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Dampak terberat, bukan hanya penggerusan lahan untuk keperluan bandaranya, tapi “perampasan” lahan untuk aero space nya pun, ditengarai bakal lebih luas lagi.

Begitupun untuk pembangunan pelabuhan internasional sekelas Patimban di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Di daerah yang merupakan sentra produksi padi Jawa Barat ini pun, terpaksa harus merelakan lahan pertanian produktifnya untuk digunakan pembangunan pendukung keberadaan sebuah pelabuhan berkelas dunia. Luasan yang tergerus menjadi soal tersendiri bagi ketersediaan pangan.

Lebih merisaukan lagi adalah rencana Pemerintah yang akan mengembangkan kawasan Rebana. Kolaborasi antar Kabupaten/Kota di Jawa Barat ini, jelas akan mrmerlukan luasan lahan untuk pengembangannya. Dalam perencanaannya, dibutuhkan sekitar 30 ribu hektar lahan yang akan dialih-fungsikan. Kawasan yang lebih mengedepankan sektor jasa, perdagangan dan industri ini, tentu akan membawa era baru dalam pembangunan di Jawa Barat.

Kawasan industri Rebana, yang merupakan akronim dari Cirebon–Patimban–Kertajati, akan menjadi masa depan Jawa Barat. Regulasi hingga aneka infrastruktur jalan tol, pelabuhan, serta bandar udara sudah tersaji di sana. Semua menjadi usaha daerah-daerah di pantura Jabar menjadi raja di tanahnya sendiri. Justru pekerjaan runah selanjutnya, bagaimana Pemerintah tetap menjaga dan memelihara ruang pertanian ysng masih tersisa.

Di sudut lain, kita juga memahami, tekanan penduduk yang membutuhkan perumahan/pemukiman, terlihat semakin gencar. Tempat tinggal yang layak menjadi soal tersendiri dalam pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh rumah dan tempat tinggal. Catatan kritisnya, dari mana kita bakal memperoleh lahan untuk membangun perumahan dan pemukiman itu ? Jawabnya tehas, ya dari lahan-lahan yang sudah siap seperti sawah dan ladang.

Tak kalah pentingnya untuk dicermati ada juga ruang pertanian yang beralih fungsi karena pembangunan jalan bebas hambatan. Setelah dirampungkannya jalan tol Cisumdawu, kini akan dimulai pembangunan jalan tol Getaci. Lagi-lagi kita harus ikhlas, adanya lahan sawah di Kabupaten Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan lain sebagainya, yang terpaksa berubah fungsi. Sawah ladang berubah jadi jalanan beton atau aspal.

Jawa Barat sendiri, dikenal sebagai Provinsi yang mengalamu alih fungsi lahan cukup tinggi. Di awali dengan pengembangan Kawasan Industri di tahun 1990an yang tersebar di banyak Kabupaten/Kota hingga sekarang, proses alih fungsi lahan pertanian produktif ke non pertanian, masih saja terus berlangsung. Pemerintah Daerah sendiri terlihat seperti yang tak berdaya menghadapinya. Padahal, regulasi untuk menanganinya sudah disiapkan sangat lengkap.

Undang Undang kita punya, yakni Undang Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur telah ditetapkan. Bahkan hampir selyruh Kabupaten/Kota se Jawa Barat telah melahirkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota. Dalam perkembangannya, Pemerintah pun telah melahirkan Peraturan Menteri AYR/BPN tentang Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

Apa lagi yang kurang dari sisi regulasi ? Anehnya, seiring dengan bertaburannya aturan ternyata proses alih fungsi lahan tetap saja berjalan. Bahkan di beberapa daerah terekam semakin membabi-buta. Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa regulasi yang telah dilahirkan seperti yang kehilangan tuahnya. Seorang sahabat malah berbisik, regulasi dan penerapan ibarat mengecat langit dan menapak bumi. Dua situasi yang saling berjauhan.

Mumpung masih ada ruang pertanian yang tersisa dan belum habis, mari kita selamatkan bersama. Jangan biarkan alih fungsi lahan terus berlangsung. Stop alih fungsi lahan yang membabi-buta dan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Pemerintah di setiap tingkatan (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota) dituntut untuk dapat mengendalikan ruang pertanian dengan penuh kehormatan dan tanggungjawab. Tegakan aturan dengan tegas.
Alih fungsi lahan sendiri, memang tidak diharamkan dalam proses pembangunan di negeri ini. Silahkan saja alih fungsi digarap selama masih senafas dengan aturan yang ditetapkan lewat berbagai regulasi. Namun begitu, patut dicatat, di beberapa negara, alih fungsi lahan baru bisa dilakukan, sekiranya telah disiapkan lahan penggantinya. Tanpa ada penggantinya, alih fungsi pun tidak dapat dilakukan. Mereka bisa, mengapa kita tidak ?

Jawaban atas pertanyaan inilah yang butuh kejujuran dalam menyampaikan alasannya. Apakah benar, para penentu kebijakan di negeri ini masih tidak tahan godaan, seandainya masih ada pihak ketiga yang mengiming-imingi sesuatu agar kepentingannya diloloskan ? Apakah betul para pejabat di negara kita nasih bisa disuap dengan harta dan wanita ? Bila jawabannya ya, maka wajar yang namanya alih fungsi lahan belum sesuai dengan apa yang diinginkan.

Ruang pertanian, pada hajekatnya merupakan investasi kehidupan yang wajib hukumnya kita jaga dan dilestarikan keberadaannya. Ruang pertanian inilah yang akan menjadi pabrik kehidupan untuk memberi makan dan minum generasi masa depan. Hal ini berarti, betapa dosanya kita jika saat ini ada kehendak untuk mengalihkan fungsi lahan pertanian menjadi keperluan non pertanian. Terlebih bila ada “udang dibalik batu” demi memuaskan kepentingan pribadi atau kelompok.

Bayangkan, bila di masa depan, bangsa ini tidak memiliki lagi ruang pertanian produktif untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok. Dari mana kita akan mendapatkan beras sebagai bahan makanan utama rakyat ? Apakah kita akan ngotot untuk menempuh impor beras, padahal negara-negara pengekspor beras banyak yang menutup kran ekspor mereka ? Inilah sebetulnya, yang butuh pencermatan kita bersama.

Dihadapkan pada suasablna yang demikian, apa jalan keluar untuk menghadapi kondisi seperti ini ? Boleh jadi, solusi terbaik adalah bebaskan pemikiran dari impor beras. Pertegas sikap untuk menyelamatkan ruang pertanian yang tersisa. Ayo kita mulai bergerak dan hentikan alih fungsi lahan yang tidak bertanggungjawab. Insha Allah berkah.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *