2 July 2024 09:29
Opini dan Kolom Menulis

SELAMATKAN KEBIJAKAN PUPUK BERSUBSIDI

SELAMATKAN KEBIJAKAN PUPUK BERSUBSIDI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Penyaluran pupuk subsidi diakui masih rendah. Banyak petani yang belum menebus jatah pupuk subsidinya.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengatakan realisasi pupuk subsidi per 15 Juni 2024 sebanyak 2,8 juta ton dari total alokasi 9,5 juta ton atau sekitar 29%. Ia pun membeberkan sejumlah alasan di balik capaian penyaluran pupuk bersubsidi tersebut. 

Namun begitu, tidak bisa dipungkiri, angin segar kebijakan pupuk bersubsidi, kini mulai berhembus. Mulai tahun 2024, Pemerintah menambah volume alokasi pupuk bersubsidi. Semula alokasinya 4,7 jura ton, sekarang ditambah dua kali lipat jadi 9,5 juta ton. Penambahan ini, sebetulnya sudah sejak lama dinantikan petani, walaupun penambahan dua kali lipat ini, tidak mencukupi kebutuhan seluruh petani di negeri tercinta.

Kebijakan dan langkah Pemerintah menambah volume alokasi pupuk bersubsidi dua kali jumlah yang selama ini berjalan, diharapkan akan mampu menjawab masalah klasik kebijakan pupuk bersubsidi. Kita tidak mau lagi mendengar keluhan petani yang menyebut pada saat musim tanam tiba, pupuk bersubsidi menghilang dari pasar. Kalau pun ada, ternyata harganya mahal.

Nada sumbang, setiap masa tanam tiba yang disuarakan para petani padi, terkait dengan kesulitan petani memperoleh pupuk bersubsidi, sekarang mestinya tidak perlu menggema lagi. Namun begitu, kalau saja masih mendengar keluhan seperti itu lagi, perlu dipertanyakan ada apa sebenarnya dengan kebijakan pupuk bersubsidi ? Jawabannya, pasti sedang tidak baik-baik saja.
Pemerintah sendiri paham betul, kebijakan pupuk bersubsidi adalah wujud keberpihakannya kepada para petani. Dengan kebijakan ini, Pemerintah berharap agar para petani terbantu untuk meningkatkan produksi, yang ujung-ujungnya terjadi peningkatan pendapatan petani. Bagi petani, pupuk merupakan kebutuhan mendasar seperti halnya benih. Kedua hal ini merupakan syarat mutlak yang perlu digarap dengan baik.

Anehnya, sekalipun Pemerintah telah memiliki niat untuk membantu petani sekaligus memperlihatkan bentuk keberpihakannya, ternyata dalam fakta kehidupan sehari-hari, penerapan program pupuk bersubsidi sering mengundang masalah yang tak berkesudahan. Hampir setiap musim tanam datang, petani kerap kali mengeluh, kecewa berat dan bersuara cukup keras tentang kelangkaan pupuk bersubsidi.

Akar masalahnya, boleh jadi disebabkan oleh Tata Kelola Pupuk Bersubsidi yang selama ini tidak digarap dengan penuh kehormatan dan tanggungjawab. Perencanaan yang tidak menapak pada kaedah-kaedah normatif. Perencanaan dibuat hanya sekedar memenuhi syarat, sehingga hasilnya jauh dari apa yang diinginkan. Pendekatan teknokratik, aspiratif/partisipatif, top down-bottom up dan politis, hampir tidak pernah ditempuh.

Akibatnya wajar jika dalam pelaksanaannya di lapangan, kebijakan pupuk bersubsidi akan banyak dihadapkan pada masalah yang tidak diharapkan. Bila dari awal kita berani berkomitmen agar SUKSES PERENCANAAN = SUKSES PELAKSANAAN, boleh jadi kekisruhan pupuk bersubsidi tidak perlu terjadi. Pertanyaannya adalah mengapa kita tidak pernah cepat tanggap atas masalah yang tengah terjadi ?

Problem kelangkaan pupuk bersubsidi, sudah bukan hal baru bagi bangsa ini. Setiap menjelang musim tanam tiba, masalah keluhan petani tentang kelangkaan pupuk, selalu menghiasi media massa, baik cetak, elektronik maupun media sosial. Sampai sekarang pun kita belum memperoleh jawaban memuaskan, mengapa hal ini selalu terjadi. Bahkan banyak pihak menyebutnya sebagai “penyakit setia” dari kebijakan pupuk bersubsidi.

Soal dampak penggunaan pupuk, khususnya pupuk kimia, kini sudah memperlihatkan dampak buruk bagi lahan pertanian. Hal ini kentara jika musim kemarau berkepanjangan tiba. Lahan-lahan tampak mengering dan pecah-pecah. Bahkan petani menyebutnya dengan kebanyakan menggunakan pupuk kimia, identik dengan menyemen tanah. Lahan sawah jadi kehilangan unsur haranya.

Inilah dilema penggunaan pupuk kimia berlebihan terhadap lahan sawah. Di satu pihak, pupuk kimia terbukti mampu meningkatkan produksi dan produktivitas dengan angka sangat signifikan, namun di lain pihak pemakaian pupuk kimia pun menciptakan lahan sawah menjadi tidak sehat. Itu sebabnya kita berharap agar Pemerintah mampu melahirkan solusi cerdasnya.

Sebetulnya, solusi terbaik yang dapat ditempuh adalah sedikit demi sedikit, mengurangi penggunaan pupuk kimia untuk diganti dengan pemakaian pupuk organik. Pertanyaannya adalah apakah perlakuan seperti ini dapat menjamin produksi tidak akan turun ? Ini menarik, karena banyak petani yang berpandangan, penggunaan pupuk organik cenderung akan menurunkan produksi.

Pilihan menggunakan pupuk kimia, karena telah teruji dapat meningkatkan produksi cukup signifikan. Itu sebabnya, pada saat awal revolusi hijau menggelinding, penggunaan pupuk kimia lebih direkomendasikan ketimbang pupuk organik. Pemakaian pupuk organik memang mampu memelihara kesehatan lahan sawah, namun produksi yang dihasilkan tidak sebesar bila menggunakan pupuk kimia.

Kebijakan pupuk bersubsidi yang kita tempuh, memang tidak mengharamkan penggunaan pupuk organik. Akan tetapi, dengan adanya tuntutan untuk menggenjot produksi setinggi-tingginya, sangat tidak mungkin petani akan memilih pupuk organik. Bagi petani, bukan lahan yang utama, namun bagaimana caranya agar produksi dapat meningkat, sehingga memberi peluang terjadinya peningkatan pendapatan para petani.

Dalam kebijakan pupuk bersubsidi, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran subsidi untuk pupuk organik. Persoalannya, berapa persen petani yang tertarik menggunakan pupuk organik ? Jangan-jangan petani lebih memilih pupuk kimia untuk memupuk tanamannya. Tanpa ada dukungan penuh Pemerintah dan terobosan cerdas untuk mengkampanyekannya, sangat sulit untuk menerapkan pemakaian pupuk organik.

Tata Kelola Kebijakan Pupuk Bersubsidi, hingga kini masih terus dibenahi. Perencanaan tentu perlu dirumuskan secerdas mungkin, terutama dalam penetapan data base yang berkualitas. Begitupun dengan pelaksanaannya di lapangan, termasuk soal distribusi. Tak kalah pentingnya juga soal pengawasan dan pemantauan di lapangan. Keberadaan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida, penting dioptimalkan.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Munafik

MUHASABAH SHUBUHSelasa, 2 Juli 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUNAFIQ Saudaraku, ketahuilah bahwa sifat munafik adalah sifat yang merusak ahlak manusia,

Read More »

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 30 Juni 2024Awa Koswara, S.PdGuru SDN Cibeunying 2 Majalaya Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *