Sawah pun Semakin Menyusut
PELAN TAPI PASTI, SAWAH PUN SEMAKIN MENYUSUT

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Ketika sedang membahas Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekitar tahun 2007, sempat terjadi perbincangan yang menghangatkan terkait dengan istilah “Sawah Abadi”. Semangatnya, lahan sawah harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan keberadaannya, sehingga tetap berperan sebagai “pabrik” makanan pokok sebagian besar masyarakat.
Perbincangan pun terkesan semakin mengerucut, dan beberapa peserta diskusi menyarankan agar judul Undang Undang yang akan disusun menggunakan judul Undang Undang Sawah Abadi. Saran dan usul dalam sebuah diskusi, tentu saja tidak dilarang. Sah-sah saja, bila ada peserta yang menyampaikan kata hatinya. Termasuk soal kerisauan terhadap semakin menyusutnya luas lahan sawah di negara kita, sebagai dampak dari berlangsungnya alih fungsi lahan yang membabi-buta.
Alih fungsi lahan pertanian produktif ke non pertanian disentra produksi pertanian, mestinya dapat dikendalikan secara lebih baik lagi. Jangan biarkan para penggerus lahan dengan seenak-jidatnya menghabiskan keberadaan lahan sawah hanya untuk memuaskan ambisi pribadi atau kelompoknya. Selamatkan lahan sawah yang ada. Tugas menjaga lahan sawah agar tetap lestari, bukanlah mengada-ada. Ini merupakan tanggungjawab moral generasi masa kini untuk tidak memberi beban kehidupan bagi generasi mendatang.
Begitulah sedikit perbincangan dan diskusi yang mendasari pentingnya dilahirkan dengan segera regulasi setingkat Undang Undang terhadap Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dari situlah terbit Undang Undang No. 41 Tahun 2009. Sekarang, sudah lebih dari 14 tahun UU ini diterbitkan. Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota pun kini bertebaran di persada Nusantara.
Catatan kritisnya adalah apakah kehadiran seabreg regulasi tersebut mampu mengendaliksn alih fungsi lahan pertanian sebagaimana yang diatur dalam regulasi tersebut ? Atau tidak, dimana regulasi yang ada, seperti tak berdaya menghadapi para penggerus lahan pertanian itu sendiri. Mereka pun dengan santainya merubah lahan sawah menjadi kawasan perumahan dan pemukiman sebagai dampat penduduk yang memerlukan tempat tinggal.
Ada juga yang menyulapnya jadi kawasan industri. Tak terhitung lagi yang berubah menjadi jalan tol. Bahkan tidak sedikit lahan pertanian yang beralih-fungsi menjadi bandara dan pelabuhan internasional serta infrastruktur pembangunan kereta api cepat. Semua ini berlangsung dengan cepat dan terlihat di hadapan mata. Lebih memilukannya lagi, ternyata proses alih fungsi lahan ini, diikuti pula oleh proses alih kepemilikan lahan sawah petani ke non petani.
Langkah Pemerintah melakukan pencetakan sawah baru, sepertinya masih dihadapkan pada berbagai kendala. Informasi lapangan melaporkan, tidak sedikit program pencetakan sawah yang gagal karena perencanaan asal-asalan. Lebih lucu lagi ada lokasi pencetakan sawah di tempat yang irigasinya rusak. Bayangkan, bagaimana kondisinya di saat musim kemarau tiba. Dipikirnya, mencetak sawah itu identik dengan mencetak kue bandros. Hal semacam inilah yang butuh pencermatan kita bersama.
Langkah melindungi sawah petani dari alih fungsi lahan yang tak terkendali, sebetulnya telah dijawab dengan adanya regulasi. Namun begitu, apalah artinya sebuah regulasi jika tidak dapat diterapkan secara efektip ? Pengalaman selama ini, banyak regulasi yang disusun, tapi ketika regulasi itu dilaksanakan, seringkali bertabrakan dengan regulasi yang telah ada, sehingga menimbulkan masalah baru dalam kehidupan masyarakat.
Pembangunan yang merupakan idealisme setelah Indonesia merdeka, pada dasarnya merupakan sebuah pilihan. Pembangunan inilah yang diharapkan mampu membawa bangsa kita menggapai cita-cita kemerdekaannya. Pembangunan, bukan hanya sekedar menciptakan infrastruktur dasar berupa fisik, namun juga harus mampu menjaga dan memelihara sumber daya vital bagi keberlanjutan hidup masyarakat.
Sawah yang kita miliki adalah warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan keberadaannya. Para pendahulu kita, telah mewariskan sawah sebagai sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat. Sawah berperan sebagai pabrik bahan pangan pokok yang membuat nyawa manusia tetap tersambung. Itu sebabnya, warisan yang cukup berharga ini, jangan sampai tidak dapat kita wariskan kembali kepada generasi mendatang.
Menghadapi masa depan, masalah yang kita hadapi, bukan hanya disodorkan kepada masalah alih fungsi dan alih kepemilikan lahan, tapi ada hal lain yang lebih serius untuk ditangani, yakni semakin tidak berminatnya anak muda perdesaan jadi petani. Regenerasi petani inilah yang butuh penanganan serius dan cerdas. Jadi, apa jadinya sebuah negeri agraris yang berkeinginan pada tahun 2045 menjadi Lumbung Pangan Dunia ini, membangun tanpa petani ?
Regenerasi Petani, tidak cukup hanya dijawab dengan kehadiran Petani Milenial, tapi yang lebih penting lagi bagaimana menghadirkan petani yang mau bercocok-tanam dan menggarap sendiri lahan sawah di perdesaan. Ini penting dicatat, karena tidak banyak Petani Milenial yang mau berkiprah di sisi hulu atau produksi. Kebanyakannya, Petani Milenial lebih suka berkiprah di sidi hilir, yang dalam agribisnis perberasan, memiliki nilai tambah ekonomi ysng cukup tinggi.
Hal lain yang butuh kejujuran dalam menjawab adalah apakah di benak kaum muda sekarang Petani Milenial ini merupakan sebuah profesi atau hanya sebagai batu loncatan menunggu kesempatan meraih profesi yang lebih menjanjikan ? Yang dirisaukan, jika para Petani Milenial yang direkrut sekarang ini, hanya sebagai upaya mengisi waktu kosong sebelum mereka mendapatkan pekerjaan yang diimpikannya. Lebih gawat lagi, jika program Petani Milenial ini dikemas dalam bentuk keproyekan. Bukan dalam wujud gerakan.
Yang namanya proyek akan berkaitan dengan kurun waktu. Program dan kegiatan akan berjalan sekiranya umur keproyekan masih berlangsung. Proyeknya selesai, maka biasanya program dan kegiatannya pun ikut selesai. Apakah program Petani Milenial akan terjebak dalam situasi yang demikian ? Kalau tidak, jaminan apa yang bisa dijelaskan kepada publik, program Petani Milenial menjadi penyelamat terjadinya alih generasi petani yang mulus dan bertanggungjawab ?
Alih fungsi lahan dan regenerasi petani merupaksn masalah serius yang bakal mengganggu keberlanjutan pembangunan pertanian. Hilangnya sawah dan habisnya petani merupakan ujung dari kerisauan semua itu. Kita optimis, hal itu tidak akan terjadi. Pertanian akan terus berlanjut, sekalipun banyak tantangan dan hambatan yang menghadang.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

MANFAAT ORANG YG PANDAI BERSYUKUR KEPADA ALLAH SWT
MUHASABAH SHUBUH Rabu, 30 April 2025 Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum wrmt wbrkt MANFAAT ORANG YG PANDAI BERSYUKUR KEPADA ALLAH SWT Saudaraku, Manfaat

“MUSUH NEGARA” !
“MUSUH NEGARA” ! OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Ketika menjadi salah seorang pembicara di UNS belum lama ini, Menteri Pertanian Amran

TAK MULAI DARI NOL, INDONESIA SIAP JADI EPISENTRUM PENGEMBANGAN AI
HIBAR -Di tengah perkembangan teknologi kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) yang makin cepat, Indonesia bergerak cepat memastikan pengembangan yang

Program 100 Hari Kerja di RSUD Majalaya: Sistem Digitalisasi Observasi Pasien di IGD dan Aplikasi Sipanda
HIBAR- Bupati Bandung Dadang Supriatna resmikan program 100 hari kerja Bupati Bandung yang dilaksanakan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah

Bedas Pisan! Nahkoda Baru AKKOPSI, Bupati Bandung Pimpin 492 Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi
HIBAR – Kabar membanggakan datang dari Bupati Bandung Dadang Supriatna. Bupati kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung itu dipercaya mengemban amanah baru

Bupati Bandung, Cerdas Terjemahkan Program Besar Prabowo
HIBAR- Bupati Bandung Dadang Supriatna cukup cerdas dan cepat menerjemahkan beberapa program penting Presiden Prabowo Subianto. Salah satunya, program Makan