2 July 2024 09:11
Opini dan Kolom Menulis

SATGAS KETAHANAN PANGAN

SATGAS KETAHANAN PANGAN

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Ada berita menarik yang dirilis sebuah media sosial. “Mayjen TNI Ahmad Rizal merupakan sosok yang dipercaya menjadi salah satu orang paling depan untuk mewujudkan cita-cita pemerintah menjadikan Nusantara sebagai Lumbung Pangan Dunia, dengan jabatan sebagai Komandan Satuan Tugas Ketahanan Pangan. Karena itulah, dirinya tak sungkan untuk turun langsung ke sawah menemui petani”.

Turun langsungnya seorang jendral TNI ke tengah sawah, tentu harus kita beri acungan jempol. Tujuannya, bukan hanya dirinya diberi kehormatan dan tanggungjawab sebagai Komandan Satuan Tugas Ketahanan Pangan oleh instansinya, namun soal ketahanan pangan, khususnya dalam mewujudkan Indonesia jadi lumbung pangan dunia, memang membutuhkan keseriusan dalam menggapainya.

Gambaran ini, jelas merupakan tantangan bagi para Penyuluh Pertanian, yang sekarang ini lebih senang berada di kantor ketimbang berkomunikasi langsung dengan para petani. Ini pun menarik untuk dibincangkan, karena setelah lahirnya UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kelembagaan Penyuluhan menjadi porak poranda. Otomatis kinerjanya mengalami penurunan.
Catatan kritisnya adalah kalau seorang Jendral TNI saja mau “bubulusukan” ke sawah, masa sih para Penyuluh Pertanian terekam lebih suka duduk di kantor ? Bukankah para Penyuluh Pertanian yang harus lebih getol bertemu para petani ? Masihkah dalam nurani Penyuluh Pertanian ada kehendak untuk melakukan anjangsino kepada petani beserta keluarganya ?

Cita-cita mewujudkan Indonesia menjadi salah satu lumbung pangan dunia, sebetulnya bukan sebuah cita-cita yang uthopis. Dengan sumberdaya yang berlimpah disertai dengan pengalaman kisah sukses swasembada beras 1984, bukanlah hal yang tidak mungkin bangsa ini bakal mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu lumbung pangan dunia.

Selama ini, memang ada polemik yang meragukan bangsa kita akan mampu menjadi lumbung pangan dunia. Merujuk kepada kegagalan program “food estate” di berbagai daerah, banyak pengamat dan LSM yang menyangsikan kemampun bangsa ini menampilkan diri sebagai lumbung pangan dunia, jika dan hanya jika tata kelola pembangunan lumbung pangannya tidak dibenahi terlebih dahulu.

Kegagalan pengembangan food estate, tidak seharusnya membuat kita harus berhenti meraih cita nenuju lumbung pangan dunia. Akan lebih terhormat jika kita belajar dari kegagalan yang dialami. Penting dicatat, kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Itu sebabnya, dibutuhkan niat yang serius untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan kegagalan tersebut.

Lumbung pangan merupakan faktor penting untuk mengokohkan ketahanan pangan suatu bangsa. UU No. 18/2012 tentang Pangan mengamanatkan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
Badan Pangan Dunia (FAO) menyebut ada tiga faktor penting yang mempengaruhi ketahanan pangan suatu negara. Ketiga hal itu adalah ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan. Khusus untuk ketersediaan, terutama komoditas beras, dalam beberapa tahun belakangan, produksi beras nasional mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Turunnya produksi beras menjadikan ketahanan pangan bangsa jadi terganggu. Beberapa pengamat malah menyatakan, Indonesia tengah dihadapkan pada situasi “darurat beras”. Kran impor beras kembali dibuka lebar, karena hanya imporlah yang dapat menolong bangsa ini untuk memenuhi kebutuhan beras yang kian membengkak.

Kita berharap dengan lahirnya Satuan Tugas Ketahanan Pangan lebih memfokuskan pada upaya pemenuhan ketersediaan beras dari hasil produksi petani di dalam negeri. Masalahnya adalah sampai sejauh mana para petani di dalam negeri mampu menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada itu dapat diwujudkan ?

Inilah salah satu tugas penting dari dibentuknya Satgas Ketahanan Pangan. Di lapangan sudah saatnya Satgas Ketahanan Pangan bersinergi dan berkolaborasi dengan para Penyuluh Pertanian, khususnya dalam memberi penjelasan kepada para petani, soal kesungguhan Pemerintah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas beras.

Penyuluh Pertanian sebagai garda terdepan aparat Pemerintah yang berupaya mengajari petani dengan hal-hal baru dibidang teknologi pertanian, sudah saatnya kembali ke jati diri yang sesungguhnya. Penyuluh Pertanian, jangan lagi menjebakan diri sebagai pelaksana proyek yang bekerja lebih banyak duduk di kantor, mencatat hal-hal yang sifatnya teknis.

Ayo segera tinggalkan pekerjaan yang kurang terkait dengan semangat dan dinamika Penyuluhan Pertanian. Tingkatkan komunikasi dengan petani. Ingatkan petani atas kehormatan yang tinggi dari Pemerintah kepada petani. Berkat petani inilah Indonesia mampu mencatatkan diri di panggung dunia atas keberhasilannya menggapai swasembada beras 1984 dan 2022.

Satuan Tugas Ketahanan Pangan, bukanlah lembaga yang dibentuk bersifat permanen. Satgas lebih memerankan diri sebagai pemantik untuk menggairahkan kembali upaya menggenjot produksi dalam memperkokoh ketahanan pangan. Kita optimis, Satgas bersama Penyuluh Pertanian di lapangan, bakal mampu mengembalikan keperkasaan bangsa sebagai salah satu lumbung pangan dunia.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Munafik

MUHASABAH SHUBUHSelasa, 2 Juli 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUNAFIQ Saudaraku, ketahuilah bahwa sifat munafik adalah sifat yang merusak ahlak manusia,

Read More »

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 30 Juni 2024Awa Koswara, S.PdGuru SDN Cibeunying 2 Majalaya Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *