20 November 2024 01:39
Opini dan Kolom Menulis

SALAM TANI MAKMUR

SALAM TANI MAKMUR

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Bagi Keluarga Besar Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), istilah Tani Makmur, bukanlah hal yang aneh. Hampir dalam setiap pertemuan akbar HKTI, para petinggi organisasi petani ini selalu menyapa dengan ucapan “Salam Tani Makmur”. Salam seperti ini, sudah menjadi “trade mark” HKTI sebagai organisasi petani, yang salah satu tujuannya membela dan melindungi kaum tani.

Pertanyaannya adalah apakah betul, sekarang ini para petani di Tanah Merdeka telah hidup makmur ? Benarkan jargon “bersama dalam kemakmuran dan makmur dalam kebersamaan”, sudah dapat dirasakan dalam kehidupan nyata di lapangan ?
Atau tidak, dimana ungkapan yang cukup idealis tersebut masih mengedepan sebagai cita-cita saja ?

Jujur harus diakui, setelah 79 tahun Indonesia merdeka, ternyata nasib dan kehidupan petani di negeri ini, terekam masih memprihatinkan. Dalam 10 tahun terakhir (2013-2023), menurut Hasil Sensus Pertanian 2023, jumlah petani gurem mengalami pembengkakan sebesar 2,64 juta rumah tangga. Lalu, 47,94 % yang tergolong miskin ekstrim adalah petani.

Data diatas menunjukan, petani di negeri ini, umumnya hidup sengsara dan masih sangat jauh untuk merasakan hidup makmur. Kaum tani, khususnya petani gurem (yang menguasai lahan rata-rata 0,25 hektar) dan petani buruh (tidak memilik8 lahan sama sekalu), hidup apa adanya dan masih terjebak dalam kemiskinan yang tak berujung pangkal.

Menurut Bank Dunia, penduduk dikategorikan miskin ekstrem jika memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity). Dalam rupiah, hal ini setara dengan Rp10.739 per orang per hari atau Rp322.170 per orang per bulan. Sebagian besar petani padi di negara kita, masuk dalam kategori ini.

Kemelaratan petani, jelas menjadi keprihatinan kita bersama. Tidak semestinya petani hidup sengsara dan penuh derita. Sebagai anak bangsa yang turut berjuang memerdekakan bangsa, petani sepatutnya mampu menjadi penikmat pembangunan dan tidak terus-terusan menjadi korban pembangunan. Wajib hukumnya, petani hidup makmur dan sejahtera.

Jargon “petani bangkit mengubah nasib’, kelihatannya masih susah untuk diwujudkan. Nasib dan kehidupan petani, khususnya petani gurem dan buruh tani, masih saja belum mengalami perubahan yang cukup signifikan. Mereka hidup hanya sekedar menyambung nyawa guna mempertahankan kehidupan yang semakin penuh dengan tantangan.

Angin segar perbaikan nasib dan kehidupan petani, sepertinya mulai berhembus, setelah Prabowo Subianto diberi kehormatan dan tanggungjawab oleh rakyat guna memimpin bangsa untuk 5 tahun ke depan (2024-2029). Sebagai aktivis HKTI yang sampai saat ini telah berkiprah hampir 20 tahun, Prabowo tahu persis apa yang jadi keinginan dan kebutuhan petani.

10 tahun jadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) HKTI dan hampir 10 tahun jadi Ketua Dewan Pembina HKTI, Prabowo betul-betul memiliki pengalaman kuat untuk mempercepat terwujudnya kehidupan petani yang sejahtera. Berbagai kebijakan dan program, tentu dapat dirancang sedemikian rupa, sehingga yang namanya Tani Makmur, bukan lagi cuma “omon-omon”.

“Tani Makmur” sendiri sepertinya masih mengedepan sebagai cita-cita. Fakta yang terjadi adalah “Tani belum Makmur”. Petani belum mampu nenjadi tuan di atas lahan pertaniannya sendiri. Ini berarti, petani di negeri ini masih belum berdaulat atas lahan yang digarapnya. Padahal, ketika menjabat Ketua Umum HKTI, Prabowo selalu bicara : petani harus berdiri tegak di atas lahannya sendiri.

Akibatnya, Tan Makmur pun berhadapan dengan Tani Miskin. Petani yang mestinya hidup sejahtera dan bahagia di alam kemerdekaan, pada kenyataannya, lebih pantas dikatakan sengsara dan melarat. Petani kerap kali terpinggirkan dari hiruk pikuk pembangunan. Lebih sedih lagi, ternyata banyak juga oknum yang ingin memarginalkan kehidupan petani.

Secara regulasi sekelas Undang Undang, sebetulnya sejak 11 tahun lalu, bangsa ini telah melahirkan UU No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Sayang, niat untuk melindungi dan membela petani, baru muncul diatas kertas. Dalam kehidupan nyata di lapangan, petani tetap saja menjadi korban keserakahan oknum-oknum yang tidak ingin melihat petani hidup makmur dan sejahtera.

Sebagai Presiden NKRI yang memiliki rekam jejak dan pengalanan yang mumpuni sebagai aktivis organisasi petani, kita berharap agar Prabowo mampu menorehkan catatan sejarah terkait dengan keberpihakannya membela petani. Prabowo dituntut untuk dapat melahirkan terobosan cerdas dan bernas dalam meningkatkan harkat dan martabat petani Indonesia.

Komitmen untuk betul-betul membela petani agar mereka segera terbebas dari jeratan kemiskinan, tentu sangat kita mintakan kepada Prabowo. Itu sebabnya, kepada mereka yang akan membantu Prabowo dalam rengrengan Kabinet yang akan dibentuk, kita berkeinginan agar “pembangunan petani” benar-benar dijadikan prioritas, dan bukan hanya jadi bagian dari “pembangunan pertanian”.

Akhirnya perlu dikemukakan, salam Tani Makmur, bukan hanya menggema di dalam ruang pertemuan, namun juga akan terasakan dalam kehidupan petani di lapangan. Kemakmuran Petani, sebaiknya jadi target bangsa ini untuk meraihnya. Petani harus hidup sejahtera. Omong kosong kita bicara Indonesia Emas 2045, jika petani nya masih belum makmur.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Wafat Setelah Mengucapkan Kalimat Tauhid

𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Wafat Setelah Membaca Kalimat Tauhid عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال ،قال رسول

Read More »

PERAN STRATEGIS KP3

PERAN STRATEGIS KP3 OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian tentang Petunjuk Teknis

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *