Saatnya Meninggalkan Swasembada Komoditas
SAATNYA MENINGGALKAN SWASEMBADA KOMODITAS
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Indonesia sedang berupaya mencegah dan mengantisipasi potensi krisis pangan yang dapat muncul akibat fenomena cuaca El Nino. Dalam beberapa tahun terakhir, El Nino seringkali dikaitkan dengan perubahan iklim yang signifikan, termasuk pola curah hujan yang tidak normal, suhu yang tinggi, dan kekeringan. Hal ini, dapat berdampak negatif pada produksi pertanian dan menyebabkan gangguan pasokan pangan.
Atas gambaran yang demikian, wajar jika Pemerintah tampak bekerja keras untuk menggenjot produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya menuju swasembada. Produksi pertanian dalam negeri, sebisa mungkin jangan sampai turun. Bahkan harus dapat ditingkatkan secara signifikan. Spirit swasembada harus terus mengumandang dan tampil menjadi salah satu indikator kisah sukses pembangunan pertanian dalam arti luas.
Banyak pihak yang menterjemahkan makna swasembada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) swasembada diartikan sebagai usaha mencukupi kebutuhan sendiri. Sedangkan dalam arti luas, seperti misalnya swasembada pangan adalah capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional.
Dalam pemahaman yang lebih luas, swasembada pangan adalah indikator ketahanan pangan sebuah negara. Swasembada pangan terjadi ketika produksi pangan atau kemampuan menyediakan pangan memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri atau menggunakan indikator produksi suatu komoditas. Produksi pangan yang naik tidak menunjukkan pencapaian ketahanan pangan.
Di sisi lain, menarik apa yang disanpaikan Prof. DR. Rahmat Pambudi MS. Dalam sebuah pertemuan yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanisn, Guru Besar IPB University ini mengajak kepada para penentu kebijakan pembangunan pertanian dalam arti luas untuk meninggalkan pemikiran Swasembada komoditi dan menggantinya dengan swasembada non komodotas.
Kita tidak perlu lagi mengejar swasembada beras, swasembada jagung, swasembada kedele, tapi cukup dengan pencapaian swasembada karbohidrat. Kita tidak perlu lagi mengedepankan swasembada daging, namun capailah swasembada protein. Bahkan penting pula diingatkan tentang pentingnya swasembada vitamin dan lain sebagainya lagi.
Perbincangan swasembada sepertinya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan pangan itu sendiri. Selain perlunya pencapaian swasembada, Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, juga mengamanatkan strategisnya pemikiran soal ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan.
UU ini menyatakan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan merupakan satu kesatian yang satu dengan lainnya saling berkaitan. Dengan ditetapkannya pangan sebagai urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan bukan urusan pilihan dalam tugas, fungsi dan kewenangan Perangkat Daerah (PP No. 18 Tahun 2016), membuat politik anggaran Pemerintah Daerah penting memberi perhatian serius terhadap kebijakan pangan.
Pandangan Guru Besar IPB University yang di era Pemerintahan Megawati ini diberi kepercayaan menjadi salah seorang petinggi di Kementerian Pertanian, tentu saja membuat banyak pihak yang mengerutkan dahi. Pertanyaannya adalah apa salahnya dengan pemaknaan swasembada berdasarkan komoditi ?
Apakah kebijakan pencapaian swasembada beras, jagung dan kedele merupakan pemikiran yang dinilai tidak realistik ? Memang, hingga kini yang nsmanya swasembada jagung dan kedele masih tampil sebagai cita-cita, tapi yang namanya swasembada beras, telah berhasil kita proklamirkan di mata warga dunia.
Pertama adalah swasembada beras 1984. Saat itu, Badan Pangan Dunia (FAO) secara khusus menobatksn Indonesia sebagai salah satu negara sedang membangun yang mampu meraih swasembada beras. Pengakuan ini benar-benar cukup membanggakan, mengingat selama kurun waktu tersebut, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Namun, lewat kerja keras dan kerja cerdas segenap komponen bangsa, khususnya para petani sebagai peksku utama, Indonesia mampu menggenjot produksi padi secara signifikan, sehingga mampu berswasembada, bahkan kala itu pun Pemerintah dapat mengekspor beras sebagai hasil produksi para petani di dalam negeri.
Kedua adalah swasembada beras 2022. Saat itu, Pemerintah memperoleh Piagam Penghargaan dari lembaga riset dunia sekelas International Rice Reasearch Institute (IRRI), karena mampu menggenjot produksi dengan menggunakan teknologi budidaya pertanian yang inovatif, ditambah dengan adanya fakta selama tiga tahun berturut-turut (2019-2021) tidak menerapkan kebijakan impor beras.
Predikat swasembada beras kembali melekat di negeri ini. Hal ini betul-betul mencengangkan banyak pihak. Sebab, ketika warga dunia dirisaukan tentang akan terjadinya krisis pangan global, negeri ini malah mampu berswasembada beras. Sebuah prestasi yang pantas mendapatkan tepuk tangan meriah. Ujung-ujungnya wajar jika FAO pun lagi-lagi menguatkan apa-apa yang ditetapkan IRRI.
Swasembada pangan, memang beda dengan Swasembada Beras. Berlainan pula maknanya dengan Swasembada Jagung atau pun Swasembada Kedele. Yang disebut Swasembada Pangan, pasti akan lebih kompleks upaya perwujudannya. Itu sebabnya, sangat diperlukan adanya desain perencanaan (Grand Desain atau Master Plan) yang holistik dan komprehensif dalam pencapaian nya.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Pelangi Pematang Sawah
Pelangi Pematang Sawah (Tatang Rancabali) Masa mudaku lekat keringat Memeluk peluh penuh keluh Pundak hendak memikul beban Gelandang menuju gelanggang
“PESAN MORAL” UNTUK GUBERNUR JAWA BARAT
“PESAN MORAL” UNTUK GUBERNUR JAWA BARAT OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Serentak di seluruh Nusantara, akhirnya
Murah Hati
MUHASABAH DIRIKamis, 28 November 2024 BismillahirahmanirahimAsalamu’alaikum wrm wbrkt MUTIARA HATI Saudaraku,Hidup ini disebut enteng enteng bangga Namun agar hidup ini
Jelang Pelaksanaan Pilkada 2024, BPBD Kabupaten Bandung Siagakan Sejumlah Perahu di Lokasi Rawan Banjir
HIBAR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah mendistribusikan dan menyiagakan sejumlah perahu di lokasi
27 Nopember 2024
27 NOPEMBER 2024 OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan tanggal 27 Nopember 2024 adalah hari pencoblosan
Memilih Pemimpin
MUHASABAH SHUBUHRabu, 27 November 2022 BismillahirahmanirahimAsalamu’alaikum wrm wbrkt MEMILIH PEMIMPIN Saudaraku,Hakikat kepemimpinan bila di dalami menurutAl-Quran dan Hadits sebagai pedoman