7 July 2024 00:33
Opini dan Kolom Menulis

PRODUKSI PADI, BUKAN HANYA UNTUK KOMSUMSI

PRODUKSI PADI, BUKAN HANYA UNTUK KOMSUMSI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Mind-set agar kita jangan main-main dengan urusan pangan dalam mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, rupanya mulai jadi perhatian serius setelah muncul isu akan adanya krisis pangan. Padahal, kita meyakini, pangan merupakan sumber kehidupan dan sumber penghidupan sebagian besar warga bangsa.

Pemikiran ini, sebetulnya sejak 70 tahun lalu, telah diingatkan oleh Proklamator bangsa Bung Karno ketika memberi sambutan peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat. Saat itu, Bung Karno menyatakan urusan pangan menyangkut mati hidupnya suatu bangsa.

Pemikiran seperti ini, kini mulai terasakan kepentingannya, ketika beberapa tahun lalu, Badan Pangan Dunia (FAO) merilis kepada para anggotanya, agar mulai berhati-hati dalam pengelolaan pangan. Bagi bangsa kita, pangan betul-betul merupakan kebutuhan mendasar yang perlu ditangani dengan baik.

FAO mengingatkan, dengan terjadinya iklim ekstrim yang penuh dengan ketidak-pastian ditambah dengan munculnya bencana kemanusiaan seperti pandemi Covid 19, menuntut kepada para anggotanya, untuk secara serius menangani soal pangan. Terlebih bagi bangsa yang sebagian besar warganya tergantung kepada keberadaan pangan itu sendiri.

Isu bencana El Nino dalam beberapa waktu belakangan ini, sempat membuat panik banyak pihak, khususnya di kalangan para penentu kebijakan. Tanpa ditangani dengan serius, dampak El Nino diduga akan mengganggu ketersediaan pangan, yang ujung-ujungnya akan melemahkan ketahanan dan kemandirian pangan bangsa.

Kepanikan itu merebak, sehingga mengemuka prediksi yang berlebihan. Misal ada pejabat yang menyebut, kita akan kehilangan beras sebesar 1 juta ton. Bahkan ada pula yang menyebut lebih besar dari angka tersebut. Semua ini, tentu akan semakin memperkeruh suasana.

Jujur harus disampaikan, El Nino bukanlah hal yang pertama kali terjadi di negeri ini. Beberapa tahun lalu, kita sudah sama-sama merasakannya. Dengan berbagai kebijakan dan strategi yang tepat, kita mampu menghadapinya. Itu sebabnya, dalam mensolusikan dampak El Nino sekarang pun, kita semestinya menjawab secara wajar.

Hilangkan kepanikan yang berlebihan. Rapatkan barisan dan mulailah berpikir keras guna melahirkan terobosan cerdas. Dampak buruk El Nino penting dikendalikan dengan baik. Untuk semua itu, sinergi dan kolaborasi segenap komponen bangsa, perlu dikembangkan dalam menghadapinya.

Poin penting yang perlu disiapkan adalah sampai sejauh mana kita mampu menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada. Intinya, produksi harus naik dan tidak boleh turun. Ini penting, karena kalau ketersediaan pangan terganggu, tentu kita akan mengalami kesulitan untuk mengokohkan ketahanan pangan bangsa.

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Ketersediaam Pangan akan ditentukan oleh produksi para petani di dalam negeri, cadangan beras Pemerintah dan impor. Atas hal demikian, yang namanya produksi para petani dalam negeri merupakan penentu utama terciptanya ketersediaam pangan yang kuat.

Namun begitu, sebuah kekeliruan yang cukup fatal, kalau produksi yang dihasilkan hanya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi. Ini penting, agar yang namanya cadangan pangan Pemerintah dan kebutuhan bahan pangan lain seperti bantuan sosial beras untuk masyarakat pun dapat terpenuhi dari produksi yang dihasilkan.

Pertanyaannya adalah apakah produksi yang dihasilkan mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut ? Apa yang terjadi tahun lalu, sangat menarik untuk dibahas. Mengapa untuk mencukupi cadangan beras Pemerintah yang menipis tajam kita harus mengisinya dengan impor beras ?

Lalu, apakah produksi beras dalam negeri yang dihasilkan selama ini akan mampu memenuhi keinginan Pemerintah untuk memberi bantuan sosial beras bagi 21,3 juta penerima manfaat sebesar 10 kilo gram per bulan selama 3 bulan berturut-turut ? Atau tidak, dimana untuk melaksanakannya, lagi-lagi kita harus impor ?

Terus terang, persepsi produksi padi hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, sudah saatnya kita tinggalkan. Menghadapi masa depan yang semakin kompleks, kita harus siap dengan kepentingan mendadak yang bakal terjadi. Coba renungkan apakah terencanakan kita akan meluncurkan kebijakan bansos beras untuk masyarakat ?

Jawabnya jelas, tentu tidak. Tapi hal itu terjadi. Tanpa produksi yang berlimpah, mana mungkin kita akan memenuhinya. Solusinya ya impor. Pertanyaannya, dari mana kita akan memperoleh beras, jika produsen beras dunia menghentikan ekspor beras mereka ? Apa yang ditempuh India baru-baru ini, ada baiknya menjadi pengalaman berharga bagi kita bersama.

Dihadapkan pada situasi seperti ini, kebijakan menggenjot produksi setinggi-tingginya, tetap harus menjadi super prioritas dalam strategi pembangunan yang dipilih. Demi merah putih kita harus berjuang keras agar produksi tidak melorot. Bahkan apa pun tantangannya, produksi harus tetap meningkat. Tinggal sekarang, bagaimana kita mewujudkannya ? Inilah tugas mendesak yang penting kita raih.(*)

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *