30 November 2024 12:52
Berita Nasional

PGRI Sebut PPDB Jadi Ajang Huru Hara Tahunan, Ini 7 Pelanggaran yang Ditemukan

PGRI Sebut PPDB Jadi Ajang Huru Hara Tahunan, Ini 7 Pelanggaran yang Ditemukan

HIBAR PGRI- Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang salah satunya menerapkan sistem zonasi telah berlangsung selama hampir genap enam tahun lamanya.  Beragam persoalan mengemuka setiap tahunnya, bahkan kerap disebut sebagai huru hara tahunan.
 
Ketua Departemen Kominfo Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Wijaya mengatakan, pemerataan dan percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas menjadi salah satu yang melatarbelakangi kebijakan tersebut.  Menurut Wijaya, kebijakan zonasi pada dasarnya memiliki tujuan mulia.
 
“Namun pada akhirnya selalu menyisakan ragam cerita pilu dan merenggut asa sebagian generasi yang menginginkan sekolah berkualitas, terjangkau dan tidak jauh dari domisilinya,” ksta Wijaya, di Jakarta, Jumat, 21 Juli 2023.
Seperti selalu menjadi pengulangan peristiwa yang menyertai kebijakan PPDB. Setiap tahunnya, kata Wijaya, selalu mengalami beberapa perubahan. 
 
Baik jalur dan prosentase masing-masing jalur PPDB tersebut. Termuat dalam Permendikbud No. 1 tahun 2021 yang diperkuat dengan surat edaran nomor 7978/A5/HK.04.01/2023 tentang pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2023/2024 tertanggal 7 Maret 2023. Upaya penekanan agar PPDB bebas dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme, dan pungutan liar serta tidak adanya manipulasi data persyaratan calon peserta didik dalam seleksi PPDB terbantahkan dengan fakta di lapangan.
Beberapa temuan pelanggaran selama PPDB 2023:
1. Manipulasi domisili di Kartu Keluarga (KK)
Manipulasi KK masih berada di urutan tertinggi dari berbagai modus untuk meloloskan peserta didik masuk sekolah “favorit”. Menitipkan nama di KK yang terdekat dengan sekolah atau menyiapkan KK dengan menggunakan alamat yang bukan tempat tinggal.
 
“Tentu saja hal ini jelas-jelas memberikan kerugian kepada peserta didik yang dekat dengan sekolah tetapi terdepak karena manipulasi domisili sebagai akal-akalan untuk lolos melalui jalur zonasi,” tegas Wijaya.
2. Multitafsir sertifikat bidang lomba prestasi akademik
Kejuaraan dalam bidang/nama kejuaraan prestasi menjadi celah untuk memastikan calon peserta didik masuk ke dalam perangkingan melalui jalur prestasi. Penghitungan sertifikat kejuaraan bidang lomba prestasi harus ditutup dari celah multitafsir tersebut, meskipun di sebagain sekolah panitia PPDB meminta legalisir atau pengesahan dari Dinas Pendidikan agar sertifikat tersebut mendapatkan poin.
3. Relasi kuasa
Berdasarkan beberapa pengaduan yang masuk melalui Ombudsman RI, relasi kuasa yang dilakukan oleh oknum anggota yang notabene sebagai representasi wakil rakyat yang menitipkan beberapa nama. Atau upaya saling mengunci yang dilakukan oleh oknum yang mengetahui modus ini melakukan hal yang sama, jika tidak menginginkan hal ini dibuka ke publik.
4. Mindset sekolah favorit
Masih menjadi pandangan yang dipegang oleh sebagin besar orang tua termasuk peserta didik terkait sekolah favorit dan nonfavorit. Sehingga berbondong-bondong untuk memasukan anaknya ke sekolah tersebut.
 
Hal ini juga sebagai akibat dari tidak meratanya standar satuan pendidikan (sekolah) yang berada di sekitar lingkungan terdekat baik sekolah berlabel negeri dan swasta. Meliputi pemenuhan 8 standar nasional pendidikan.
5. Minimnya prioritas bagi anak guru
Anak guru harus bersaing dengan kuota perpindahan tugas orang tua atau wali, seperti PNS nonguru, TNI dan Polri sehingga tidak menjadi prioritas, dikarenakan prosentasi yang hanya 5 persen dari daya tampung sekolah.
6. Rata-rata nilai rapor
Jalur prestasi akademik menyisakan celah untuk terisi oleh alumni dari sekolah tertentu yang telah menyiapkan jauh-jauh hari terkait nilai rapor yang dicantumkan mulai duduk di kelas 7-9 semester 1 sampai 5 dengan batas rata-rata di atas sekolah lain atau batas minimal nilai rata-rata dari sekolah yang dituju oleh alumninya.
7. Transaksi Panitia PPDB dengan calon orangtua peserta didik
Praktik transaksi yang mengarah kepada “pungutan liar” dengan alasan penambahan rombongan belajaran atau penambahan kelas di beberapa sekolah negeri melalui skema pembeban pembiayaan penyediaan sarana dan prasarana sekolah.
 
“Beragam persoalan di atas yang hanya sebagian dari persoalan yang selalu mengemuka ketika memasuki musim PPDB.  Tentu saja harus bisa diatasi serta ditutup celahnya,” terang Wijaya.
 

Praktik-praktik nakal PPDB bisa diberantas ketika:

  1. Semua stakeholder saling melakukan pengawasan melalui pelibatan lintas sektoral, mulai dari aparat penegak hukum, organisasi profesi guru (PGRI), inspektorat, Kemendikbud/Kemenag, Kemendagri dalam hal ini Ditjen Dukcapil dan pemerintah daerah dengan mengedepankan integritas.
  2. Melakukan evaluasi secara menyeluruh dan mendalam terkait dengan PPDB terutama melalui jalur zonasi dan perpindahan orang tua termasuk menutup celah dari modus lainnya.
  3. Pemerintah melakukan pemerataan pemenuhan standar nasional pendidikan di semua satuan pendidikan atau sekolah baik berlabel negeri atau swasta dengan melibatkan penyelenggara pendidikan, sehingga tidak ada gap antara sekolah yang dipersepsikan “favorit” dengan non favorit serta daya tampung yang bisa mengakomodir semua lulusan.
  4. Berikan sangsi tegas terhadap para pelaku pemalsu dokumen dan pungli, dengan terlebih dahulu memberikan edukasi kepada panitia dan orangtua terkait tindak pemalsuan yang dikatagorikan pelanggaran hukum serta perilaku korupsi, kolusi, nepotisme, dan pungutan liar dan pemalsuan dokumen persyaratan.
  5. Memberikan penghargaan kepada profesi guru untuk memeroleh akses dan kuota untuk mendapatkan layanan pendidikan yang proporsional dan berkeadilan.
  6. Melakukan pemetaan kepada para pimpinan (Kepala Sekolah) dan guru yang selama ini telah berkontribusi dalam membangun sekolah yang dalam persepsi masyarakat disebut favorit ke sekolah dengan akreditasi di bawah sekolah yang dipimpin sebelumnya ke sekolah-sekolah yang kurang mendapatkan apresiasi dan masih di bawah SNP.
  7. Pelibatan masyarakat dan elemen lain dalam pengawasan terhadap proses PPDB secara transparan, integritas dan bertanggungjawab.

Menurut Wijaya, evaluasi secara menyeluruh dan mendalam terkait sistem seleksi PPDB harus menjadi prioritas. 

“Hal ini agar apa yang menjadi tujuan awal digulirkannya seleksi PPDB berbasis zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua dan prestasi (akademik dan non akademik) dalam 1-2 dekade menghilangkan persepsi label sekolah favorit, kualitas merata, akses pendidikan terbuka untuk semua dan berkeadilan serta bisa menutup buku PPDB bukan lagi praktik huru hara tahunan,” pungkasnya.(*)

 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *