4 October 2024 15:26
Opini dan Kolom Menulis

PENGALAMAN KEMITRAAN IPB DAN BULOG DALAM PENGADAAN GABAH

PENGALAMAN KEMITRAAN IPB DAN BULOG DALAM PENGADAAN GABAH

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sebagai operator pangan, sesuai dengan Peraturan Presiden No.66/2021 tentang Badan Pangan Nasional, kehadiran dan keberadaan Perum Bulog, benar-benar sangat strategis. Perum Bulog diharapkan tampil selaku perusahaan parastatal yang dapat mengokohkan cadangan pangan Pemerintah melalui pengadaan gabah/beras setinggi-tingginya. Perum Bulog perlu “motekar” dalam melahirkan terobosan cerdas dan inovatif.

Itu sebabnya, wajar jika Pemerintah selalu mendorong Perum Bulog untuk meningkatkan serapan gabah/beras. Penyerapan gabah/beras itu perlu dioptimalkan, terutama pada saat panen raya berlangsung. Hal itu disampaikan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui akun Instagramnya. Lebih jelasnya berbunyi : “Sobat Pangan, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong Perum Bulog untuk mengoptimalkan serapan gabah/beras petani pada saat panen raya”.

Apa yang dilakukan Perum Bulog dalam menggeber penyerapan gabah petani, mengingatkan penulis pada kejadian sekitar 44 tahun lalu. Saat itu, Bulog melakukan kerja-sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mempercepat penyerapan gabah petani. Kerja sama tersebut diwujudkan dengan nembentuk Satuan Tugas (SATGAS) Pengadaan Pangan Dalam Negeri. Banyak mahasiswa yang dilibatkan sebagai operatornya di lapangan.

Sebagai mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB, penulis terlibat akrif dalam prosea Satgas tersebut. Selama satu bulan penuh, para mahasiswa IPB bersama petugas Bulog turun ke sawah untuk membeli langsung gabah petani. Seiring dengan itu, dilakukan pula pencerahan soal Bulog. Digambarkan Bulog bukan tengkulak. Bulog adalah sahabat petani. Itu sebabnya, Bulog berkewajiban membantu petani untuk memperoleh harga wajar disaat panen raya tiba.
Pencerahan petugas Bulog bersama mahasiswa IPB kepada para petani ini, betul-betul sangat efektip, sehingga hasil pengadaan gabah/beras dalam negeri berhasil sesuai target yang ditetapkan. Satgas Pengadaan Pangan, memang bukan hanya sekedar mencari gabah/beras para petani, namun juga sebagai media untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan Pemerintah di bidang pangan, khususnya pergabahan dan perberasan. Satgas berkiprah juga sebagai Penyuluh yang berkomunikasi dengan petani di lapangan.

Pengalaman ini, tentu cukup penting dibewarakan kembali saat ini. Langkah Perum Bulog jemput gabah/beras petani, sebetulnya telah digarap Bulog bekerja-sama dengan IPB sekitar 44 tahun lalu. Artinya, kalau 44 tahun lalu Bulog membentuk Satgas, apa tidak mungkin, sekarang ini pun Perum Bulog bersama beberapa Perguruan Tinggi kembali membangun kerja-sama untuk menerjunkan para mahasiswanya menjemput gabah/beras para petani.

Perum Bulog bisa menugaskan Divre Jawa Barat untuk bekerja-sama dengan IPB atau Universitas Padjadjaran guna menggarap pengadaan di sentra-sentra produksi padi seperti Karawang, Subang dan Indramayu. Di Jawa Tengah, Divre nya bisa kerja-sama dengan UGM dan Perguruan Tinggi lainnya. Begitu pun di Jawa Timur, dapat dibuat kerja-sama Divre Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, Universitas Jember dan lain sebagainya.
Hak yang sama, dapat ditempuh di sentra-sentra produksi padi lainnya.

Kemitraan seperti ini, perlu digarap agar Perum Bulog dapat dukungan dari kalangan akademisi untuk mengoptimalkan keberadaan Perum Bulog dalam menjalankan peran utama nya sebagai operator pangan. Yang harus dihindari adalah tampilnya Perum Bulog hanya sebagai pedagang yang akan membeli gabah/beras petani semata, tanpa memposisikan Perum Bulog sebagai lembaga pangan yang memiliki tanggungjawab sosial.

Kerja-sama Perum Bulog dengan berbagai Perguruan Tinggi pertanian dalam upaya menyerap gabah/beras petani, memang merupakan lagu lama. Hampir setengah abad sudah digarap. Tapi apa salahnya, jika lagu lama itu masih banyak disukai oleh generasi sekarang ? Memutar ulang lagu lama yang banyak memberi manfaat, tentu akan lebih baik ketimbang memutar lagu baru, tapi tidak enak didengar ? Begitu pun dengan kebijakan Perum Bulog dalam menjemput gabah/beras di petani.

Jujur kita sadari, dalam suasana pergabahan/perberasaan saat ini, banyak pihak yang berkepentingan untuk memperoleh gabah dan beras. Panen raya dianggap sebagai peluang terbaik untuk mendapatkan gabah atau beras tersebut. Atas fenomena yang ada, sebaiknya Pemerintah menerapkan kebijakan deteksi dini dalam menyerap gabah/beras petani yang akan dijadikan cadangan beras Pemerintah. Pemerintah harus secepatnya menghilangkan pendekatan sebagai “pemadam kebakaran”.

Lahirnya Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional yang esensinya menugaskan Perum Bulog untuk turun langsung ke petani menjemput gabah/beras, diharapkan bukan sebagai pola pendekatan pemadam kebakaran, tapi memang telah direncanakan sejak lama. Pertanyaannya, mengapa Surat Keputusan itu baru dikeluarkan sekarang, setelah muncul indikasi Perum Bulog kalah gencar dibandingkan langkah yang ditempuh para bandar, pengepul, tengkulak, penggilingan beras dan pengusaha gabah/beras di lapangan.

Turunnya produksi beras secara nasional, ditambah dengan besarnya impor beras yang kita tempuh, tentu saja membuat gabah/beras menjadi komoditas sexy dan banyak dicari banyak pihak. Bukan hanya Perum Bulog yang mencari gabah/beras, namun kalangan bandar, pengepul, tengkulak, penggilingan padi dan pengusaha gabah/beras pun tak mau kalah untuk berlomba mencari dan menyerap gabah/beras petani. Semua bersaing dengan cara dan gaya masing-masing.

Banyak bukti menunjukan, dalam persaingan mencari gabah petani, Perum Bulog umumnya kalah lincah dibandingkan dengan bandar atau pengepul. Belum lagi diantara bandar/pengepul telah terjalin suasana kebatinan yang mendalam dengan petani. Bagi petani bandar/pengepul inilah sesungguhnya yang menjadi sahabat sejatinya. Bandar/Pengepul selalu hadir di tengah kesusahan hidup petani. Ikatan emosional inilah yang tidak dimiliki Perum Bulog. Selama ini, kehadirannya hanya untuk mencari gabah/beras.

Akibatnya wajar, jika para petani lebih rela menjual hasil panennya kepada bandar atau pengepul ketimbang ke Perum Bulog. Salah satu pertimbangannya, tentu bukan hanya diantara mereka telah terjalin hubungan kemanusiaan yang saling membutuhkan, tapi ada juga diantara para petani yang ingin membalas budi baik para bandar dan pengepul, sebagai dewa penolong kehidupan para petani dikala susah. Hubungan emosional inilah yang tidak terjalin baik antara Perum Bulog dan petani.

Ketika ada keinginan dan kebutuhan Perum Bulog untuk menyerap gsbah/beras petani setinggi-tingginya untuk mengokohkan cadangan beras Pemerintah, maka secara faktual Perum Bulog bakal mengalami kesulitan. Dijamin halal 100 % Perum Bulog akan kalah jika harus bersaing dengan bandar, pengepul atau tengkulak yang memiliki keakraban khusus dengan petani. Itu sebabnya, pendekatan bersahabat dengan bandar, pengepul dan tengkulak, penting untuk ditempuh Perum Bulog. Bukan menjadikannya sebagai pesaing.

Tidak gampang bagi Perum Bulog untuk menyerap gabah/beras petani disaat panen raya Musim Tanam April 2024-Sept 2024 ini. Terlalu banyak masalah yang harus dihadapinya. Namun begitu, kita patut optimis jika untuk Musim Tanam April-September 2024, hasilnya akan lebih baik ketimbang musim tanam sebelumnya, selama beragam masalah yang menghadang, dapat kita tangani secara lebih cerdas lagi.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *