6 October 2024 09:42
Opini dan Kolom Menulis

PENCETAKAN SAWAH BERKUALITAS

PENCETAKAN SAWAH BERKUALITAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sawah, carik atau bendang adalah tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam padi. Orang yang bekerja di sawah disebut pesawah atau pebendang. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.

Lahan sawah di Indonesia terdiri atas: sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut, dan sawah lebak, dengan total luas 8,1 juta ha, namun produksi padi nasional sebagian besar berasal dari lahan sawah irigasi (67,5%), dan sawah tadah hujan (27,5%). Kedua sawah tersebut 43% di antaranya terdapat di Pulau Jawa.

Adanya lahan sawah yang berada di desa memiliki banyak fungsi terutama bagi masyarakat desa. Salah satu fungsi sawah ditinjau dari segi lingkungan, adalah sebagai ekosistem untuk mengurangi dampak kerusakan akibat banjir, erosi dan menjaga kualitas air sungai, tempat menyimpan karbon, penyeimbang kondisi iklim dan pengendalian hama. Lahan sawah di Indonesia umumnya dijumpai di daerah dengan topografi landai.

Pencetakan sawah/perluasan sawah adalah suatu usaha penambahan luas baku lahan sawah pada berbagai tipologi lahan yang belum pernah diusahakan untuk pertanian dengan sistem sawah. Di Indonesia, lahan sawah merupakan lahan pertanian yang umum dijumpai di daerah dataran dengan topografi landai. Biasanya lahan pertanian yang berupa hamparan sawah yang luas ditemukan di daerah pedesaan yang diselingi perkampungan para petani.

Sejak tahun 1980an, program pencetakan sawah baru, telah dikembangkan Pemerintah. Maksudnya, bukan saja kita butuh penambahan areal tanam untuk menggenjot produksi setinggi-tingginya, namun kita pun tidak mungkin menolak fakta, terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan alih kepemilikan lahan petani ke non petani, yang terekam semakin membabi-buta.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, program pencetakan sawah baru, kembali digencarkan Pemerintah, mengingat semakin berkurangnya luas sawah baku karena semakin gencarnya alih fungsi lahan berlangsung. Perubahan lahan sawah produktif menjadi perumahan dan pemukiman, tidak bisa dihindari karena tekanan penduduk yang memerlukan tempat tinggal.

Begitu pun dengan lahan untuk kebutuhan kawasan industri. Pergerakan ekonomi dari pertanian ke industri menuntut tumbuhnya daerah industri baru yang membutuhkan lokasi jadi kawasan industri. Akibatnya banyak lahan pertanian produktif yang terpaksa dialih-fungsikan menjadi pabrik-pabrik atau kawasan pergudangan baru. Hal ini jelas akan menggerus lahan pertanian yang ada.

Yang lebih sulit untuk dilawan adalah kebutuhan lahan untuk pengembangan infrastruktur dasar dan program strategis nasional. Untuk pembangunan jalan tol atau pembangunan bantalan kereta api cepat, jelas akan menggerus lahan pertanian produktif. Banyak lahan sawah yang dikorbankan dan berganti menjadi tembok-tempok beton. Dengan dalih atas nama pembangunan, alih fungsi tidak bisa dicegah.

Di beberapa daerah, khususnya di Jawa Barat, kita saksikan pembangunan bandara internasional Kertajati di Majalengka dan pembangunan pelabuhan berkelas dunia Patimban di Subang, sangat jelas menyita areal lahan pertanian produktif. Belum lagi pembangunan sarana dan fasilitas penunjang dengan dibangunnya bandara dan pelabuhan tersebut.

Menghindari terjadinya alih fungsi lahan pertanian produktif ini, sejak tahun 2009 sebetulnya kita telah menerbitkan regulasi sekelas Undang Undang yang berupaya untuk melakukan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Di daerah pun dibuat Peraturan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), Peraturan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Sayangnya, seabreg regulasi yang dilahirkan, ternyata belum mampu melawan syahwat oknum-oknum yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian, hanya untuk mengejar kepentingan sesaat. Bahkan Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional telah menerbitkan pula aturan Permen No. 12 Tahun 2020 tentang Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

Kesan Pemerintah Daerah seperti yang tak berdaya menghadapi serangan pihak-pihak yang ingin mengalih-fungsikan lahan pertanian produktif untuk digunakan bagi peruntukan non pertanian, sudah saatnya dihentikan. Dalam kaitan ini, Pemerintah Daerah tidak boleh tidak, perlu tegas dan konsisten dalam menerapkan kebijakan tata ruang daerahnya.

Hubungannya dengan program pencetakan sawah baru yang diharapkan mampu mempertahankan, bahkan menambah luas baku sawah, kelihatannya masih perlu untuk dicermati lebih seksama. Pencetakan sawah perlu digarap lebih berkualitas lagi. Mencetak sawah tidak sama dengan mencetak kue bandros. Banyak faktor yang perlu disiapan dengan matang.

Itu sebabnya, program pencetakan sawah ke depan, jangan lagi berbasis pada upaya mengejar target tertentu, namun sepatutnya, lebih diarahkan pada usaha peningkatan kualitas pencetakannya. Perencanaan matang sangat dibutuhkan. Jangan sampai terulang kembali, mencetak sawah di lokasi yang tidak ada sumber pengairannya.

Akhirnya, penting diingatkan, program pencetakan sawah baru perlu dijadikan program prioritas dalam menata pembangunan pertanian ke depan. Seiring dengan itu, Pemerintah perlu menghentikan segala upaya yang masih menginginkan terjadinya alih fungsi lahan. Lebih parah jika pencetakan sawah sebagai jawaban atas alih fungsi lahan itu sendiri.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *