HIBAR PGRI- Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang objektif, transparan, dan akuntabel terus diupayakan secara bersama oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah (Pemda), dan seluruh pemangku kepentingan. Pentingnya pelaksanaan PPDB yang semakin berkualitas diyakini menjadi salah satu indikator dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh peserta didik. Berangkat dari semangat itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Komisi X DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang PPDB Tahun Ajaran 2023/2024 di Ruang Sidang Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Dirjen PDM), Iwan Syahril memaparkan bahwa tujuan Kebijakan PPDB adalah 1) Memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan berkualitas dari pemerintah yang dekat dengan domisilinya, 2) mengurangi diskriminasi dan ketidakadilan terhadap akses dan layanan pendidikan untuk peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas, 3) menemukan lebih dini anak putus sekolah agar kembali bersekolah agar terwujud wajib belajar 12 tahun, 4) mengoptimalkan keterlibatan dan partisipasi orangtua dan masyarakat dalam proses pembelajaran, serta 4) membantu pemerintah daerah (Pemda) dalam melakukan perencanaan dan intervensi pemerataan akses dan kualitas satuan pendidikan.
“Prinsip pelaksanaan PPDB dilakukan tanpa diskriminasi, kecuali bagi sekolah yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu,” tutur Iwan.
Ada empat jalur pendaftaran PPDB tahun ajaran 2023/2024 jenjang SD, SMP, dan SMA, yaitu zonasi (untuk SD paling sedikit 70 persen, SMP paling sedikit 50 persen, SMA paling sedikit 50 persen), afirmasi (paling sedikit 15 persen), perpindahan orangtua/wali (paling banyak 5 persen) ,dan prestasi (jika persentase kuota masih tersisa).
Menurut Dirjen PDM, empat jalur tersebut bertujuan memberikan kesempatan yang adil dan sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dengan tidak menjadikan keterbatasan ekonomi maupun kondisi disabilitas sebagai penghalang. Jadi jalur zonasi bukanlah satu-satunya jalur seleksi yang dibuka pada PPDB.
Dalam paparannya, Dirjen Iwan menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan PPDB, Pemda diberi keleluasaan dalam menentukan formula terbaik sesuai kondisi wilayahnya. Pemda menetapkan kebijakan pada setiap jenjang melalui proses musyawarah atau kelompok kerja kepala sekolah (KKKS/MKKS). Musyawarah tersebut memperhatikan 1) sebaran sekolah, 2) data sebaran domisili calon perserta didik, 3) kapasitas daya tampung sekolah yang disesuaikan dengan ketersediaan jumlah anak usia sekolah pada setiap jenjang di daerah tersebut.
“Hal ini dikarenakan Pemerintah Daerah yang paling mengetahui bagaimana kondisi serta apa yang menjadi kebutuhan terkait penyelenggaraan pendidikan di daerah masing-masing. Kemendikbudristek mendukung Pemda dan Pemkot untuk melakukan koordinasi, audit dan evaluasi terhadap pelaksanaan teknis PPDB demi perbaikan pelaksanaan PPDB di daerahnya masing-masing,” imbuh Iwan.
Praktik Baik Implementasi PPDB di Berbagai Daerah
Terkait jalur zonasi, meskipun masih ditemukan beberapa tantangan, Kemendibudristek juga telah memotret beberapa praktik baik yang dilakukan Pemerintah Daerah. Contohnya, Kabupaten Donggala yang melakukan sinkronisasi data siswa sekolah asal dari Dapodik dengan data dari Dinas Dukcapil. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Pasuruan, menetapkan zonasi secara detail untuk memastikan seluruh wilayah masuk dalam penetapan zonasi. Sedangkan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kota Bogor membangun unit sekolah baru (USB) untuk menambah daya tampung sekolah. Lalu, Pemerintah Kabupaten Tangerang melakukan pakta integritas bersama antara seluruh pimpinan musyawarah daerah, kepala sekolah, LSM, dan tokoh masyarakat agar pelaksanaan PPDB berlangsung tanpa tekanan, bebas dari KKN, dan pungli.
Berikutnya adalah praktik baik implementasi PPDB melalui jalur afirmasi. Contohnya di Provinsi Jawa Tengah di mana Pemda menyinkronkan data peserta didik jalur afirmasi dengan data dinas sosial. Kedua, pelaksanaan di Kota Padang dan Kota Banjarbaru terdapat unit pelaksana teknis daerah (UPTD), Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (LDPI) yang melayani peserta didik penyandang disabilitas. Sedangkan di Kabupaten Tuban, Pemda membuat aturan dan sosialisasi informasi bahwa memalsukan data dan dokumen status miskin bisa berpotensi diproses hukum.
Selanjutnya, praktik baik implementasi PPDB melalui jalur prestasi telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Di sana, Pemda membuat indikator penilaian rapor serta hasil kejuaraan melalui aplikasi yang dipublikasikan.Sedangkan, di Provinsi DKI Jakarta, Pemda membuat indikator dan pembobotan indeks prestasi peserta didik.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang menambahkan bahwa secara berkala, Kemendikbudristek memantau penyelenggaraan PPDB. Berdasarkan evaluasi ditemukan fakta bahwa dalam proses PPDB masih lemah sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Chatarina mengimbau dinas pendidikan untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan secara masif khususnya untuk memastikan prinsip pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.
“Kami meminta sebelum penyelenggaraan PPDB tingkat SMP, SD harus memberikan sosialisasi kepada orangtua murid kelas 6. Lalu, sebelum penyelenggaraan PPDB SMA, ada sosialisasi yang diberikan SMP untuk orangtua murid dan peserta didik kelas 9 di sekolah sebelumnya (SMP) sehingga mereka dapat pencerahan. Kami meminta disdik untuk menjalankan fungsi ini,” jelasnya.
Sebelum mengakhiri, Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbudristek, Suharti mengapresiasi praktik baik Pemda yang telah mengupayakan proses PPDB yang semakin baik dari waktu ke waktu. Merujuk pengalamannya, Suharti sendiri yang turut mengawal kebijakan dan pengawasan PPDB di wilayah DKI Jakarta beberapa tahun lalu mengatakan bahwa Pemda diberi kewenangan untuk memformulasikan kebijakan teknis yang relevan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayahnya.
“Persentase pada setiap jalur bisa disesuaikan bahkan Pemda diberi keleluasaan untuk menentukan batas zonasi. Contohnya untuk wilayah Jakarta yang tidak menggunakan jarak fisik namun berdasarkan wilayah administratif yakni dibuat zonasi level/ring1 berdasarkan RT/RW yang terdekat dengan sekolah. Lalu, untuk jalur prestasi di Jakarta diatur sampai maksimal 23 persen,” urainya.
Kemendikbudristek bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN) menyusun Standar Pelayanan Minimum yang merujuk pada Rapor Pendidikan. Hal ini menjadi acuan bagi dinas pendidikan dan satuan pendidikan dalam menyusun kebijakan termasuk PPDB. “Mudah-mudahan dengan langkah ini Pemda terus terdorong untuk memastikan pemerataan akses pendidikan yang berkualitas merujuk pada perencanaan berbasis data,” urainya.(*)