4 July 2024 10:16
Opini dan Kolom Menulis

PANEN SELESAI, PETANI SIAP-SIAP BELI BERAS

PANEN SELESAI, PETANI SIAP-SIAP BELI BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Memudarnya budaya lumbung di kalangan kaum tani, setelah panen raya selesai, para petani harus siap-siap membeli beras. Sekali pun masih ada Lumbung yang masih bertahan, seperti Desa Adat Cipta Gelar di daerah Sukabumi, Jawa Barat, namun jumlahnya tidak banyak lagi.

Lumbung yang diinisiasi oleh Pemerintah (Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Pertanian), hampir seluruhnya tinggal papan nama. Seusai proyeknya selesai, maka berakhir pulalah Lumbung dalam kehidupan masyarakat. Pengalaman menunjukkan kegiatan Lumbung akan ramai lagi, manakala Pemerintah mengembangkan Lumbung kembali.

Dalam kehidupan petani, Lumbung merupakan tempat menyimpan gabah petani sebagai persediaan di musim paceklik. Langkah para petani menyimpan gabah di Lumbung, kini hampir tidak ada, karena pada saat panen berlangsung, petani menjual semua hasil panennya ke bandar atau tengkulak. Jarang gabah yang dipanen disisakan dan disimpan sebagai cadangan.

Petani lebih memilih uang tunai ketimbang harus menyisakan gabah untuk persediaan yang digunakan ketika musim paceklik tiba. Gambaran seperti ini, jelas sangat merugikan para petani. Harga gabah yang dijual ternyata tidak sebanding dengan harga beras yang harus petani beli. Harga gabahnya murah, harga beras nya mahal. Petani jelas merugi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Pemerintah sendiri mengakui harga beras saat ini tidak wajar. Presiden Jokowi meminta kepada para pembantunya untuk menciptakan harga beras yang wajar. Berapa nilainya dan bagaimana cara mewujudkannya, sepertinya para pembantunya belum memberi jawaban yang memuaskan. Yang pasti, menjelang Hari Lebaran lalu, harga beras masih bertengger pada harga yang cukup tinggi.

Jika harga beras masih belum turun, jelas para petani sebagai konsumen akan merasa kesusahan. Itu sebabnya, penugasan Presiden kepada pembantunya penting segera direalisasikan. Pertanyaannya, mengapa para pembantunya seperti yang kesulitan untuk menciptakan harga beras yang wajar ? Ada apa sebetulnya dengan harga beras di negeri ini ?

Perilaku pasar beras terkadang tidak mengikuti kaedah-kaedah ekonomi yang berlaku. Walau Pemerintah telah melakukan operasi pasar beras murah, namun harga beras tetap merangkak naik. Operasi pasar identik dengan membuang garam ke laut. Begitu pula dengan ditambahkannya beras impor ke pasar, ternyata harga beras masih tidak bisa diturunkan.

Sebelum bulan romadhon tiba, harga beras memang mulai mengalami kenaikkan. Harga beras tetap tinggi menjelang Lebaran. Artinya, psikologi pasar menjelang Hari Hari Besar dan Keagamaan harga berbagai kebutuhan pokok cenderung naik, maka hal ini pun berlaku untuk beras. Justru yang aneh, jika harga beras mengalami penurunan.

Kemampuan petani membeli beras yang lemah, karena daya beli petani yang rendah, untuk terjawab dengan adanya bantuan sosial beras Lebaran selama 3 bulan ke depan. Bahkan Presiden Jokowi menginginkan agar langkah ini dilanjutkan hingga akhir tahun. Diberikannya beras 10 kilogram bagi penerima manfaat, setidaknya mampu menolong mereka untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan pokok.

Pertanyaannya adalah bagainana dengan 72,19 % petani berlahan sempit yang pendapatannya hanya Rp. 14.517,- per hari ? Ini jelas, persoalan serius yang butuh penangan secara sungguh-sungguh. Hal ini patut dicatat, jangan sampai mereka menjadi teraniaya dalam melakoni kehidupannya, karena kurangnya keberpihakan Pemerintah kepada mereka.

Solusi atas problem seperti ini, salah satunya dengan mengembangkan kembali Lumbung di tingkat petani. Bukan saja Lumbung sudah membudaya dalam kehidupan petani, namun Lumbung pun dapat dijadikan persediaan petani guna memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok yang diperlukan petani untuk menyambung nyawa kehidupan nya.

Yang menarik kita catat, pengembangan Lumbung ini pun dapat dijadikan cikal bakal ke arah cita-cita bangsa terkait dengan semangat menjadikan Indonesia sebagai salah satu Lumbung Pangan Dunia tahun 2045 nanti. Tinggal sekarang, langkah cerdas seperti apa yang sepantasnya kita garap agar hasrat menumbuhkan Lumbung secepatnya dapat kita wujudkan.

Apa yang telah dikembangkan 3 Kementerian diatas, baik itu yang nananya Lumbung Desa mau pun Lumbung Pangan, ada baiknya ditumbuhkan kembali. Pola keproyekan yang selama ini dilakukan, segera rubah menjadi pola gerakan. Kita ingin yang menjadi penggerak utamanya, tidaķ lagi Pemerintah, namun para petani yang tergabung dalan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani itulah yang akan membawa pedang samurai di lapangan.

Pemerintah cukup jadi Pembina atau Pengawas keberlangsungan program Lumbung itu sendiri. Lumbung harus jadi milik petani, bukan lagi milik Pemerintah. Memberi kepercayaan kepada petani menjadi pengelola utama, setidaknya mengajak mereka untuk mengembangkan jiwa mandiri. Terlebih bila petani ingin menjadi Tuan di atas lahan garapannya sendiri.

Panen raya yang semestinya mampu memberi berkah kehidupan bagi petani, rupanya masih indah untuk dilukiskan dalam kata-kata. Pada kenyataannya, Panen Raya malah mengubdang masalah baru dalam kehidupan para petani. Dengan daya beli yang terbatas, ditambah dengan harga beras yang mahal, tentu saja keberkahan pun dapat bergeser menjadi tragedi kehidupan. Ini yang harus kita hindari.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *