25 December 2024 15:53
Opini dan Kolom Menulis

OPTIMIS NYA BUNG ZULHAS

OPTIMIS NYA BUNG ZULHAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Zulhas, panggilan akrab Menteri Koordinator bidang Pangan Kabinet Merah Putihnya Presiden Prabowo, belum lama ini menyatakan tahun 2025 kita akan menyetop impor beras. Ini berarti, produksi beras dalam negeri, mampu mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri, baik untuk konsumsi masyarakat sehari-hari, untuk cadangan atau pun untuk program khusus seperti Bansos.

Optimisnya Bung Zulhas, tentu didasarkan pada berbagai alasan yang selama ini banyak dibahas dikantor Kemenko bidang Pangan beserta Kementerian/Lembaga yang berada dalam lingkup koordinasinya. Salah satu pertimbangan yang mendasari optimisnya Bung Zulhas, karena cadangan beras Pemerintah di ujung tahun 2024 telah mendekati angka 2 juta ton beras.

Setelah cadangan beras Pemerintah dan kebutuhan beras untuk program bantuan langsung terpenuhi, sebetulnya kita tidak perlu impor beras. Sebab, kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, produksi beras yang dicapai selalu berada di atas kebutuhan konsumsi. Ini artinya, sudah bertahun-tahun negeri kita memang surplus beras.

Apa yang disampaikan Bung Zulhas, secara tidak lsngsung memberi isyarat, kemauan politik Presiden Prabowo untuk meraih swasembada pangan tahun 2027, kini sudah mulai memberi harapan yang menggembirakan. Bila kita sudah mampu menyetop impor beras, hal ini memberi makna, produksi beras dalam negeri telah msmpu memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Artinya, kita sudah swasemvada beras.

Pertanyaan kritisnya adalah apakah optimisnya Zulhas akan dapat dibuktikan dalam kehidupan nyata di lapangan ? Inilah ‘pe-er’ berat bagi Kabinet Merah Putih untuk dapat menjawabnya. Kalau pun Bung Zulhas diberi kepercayaan untuk membawa pedang samurai pencapaian swasembada pzngan 2927, “pe-er” ini jelas membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas. Dalam bahasa Zulhas, dikatskan bekerja siang-malam.

Kata kunci swasembada beras, dicirikan oleh produksi yang berlimpah. Produksi beras tercatat cukup tinggi dan mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Tahun lalu, bangsa ini menghadapi “darurat beras”. Produksi beras secara nasional anjlok dengan angka cukup signifikan. Harga beras melejit dan sulit dikendalikan untuk kembali ke harga yang wajar. Resiko nya, impor beras melonjak dengan angka cukup fantastis.

Pengakuan Menteri Pertanian sendiri, turunnya produksi beras 2023/2024, disebabkan oleh berbagai banyak faktor. Hanya, bila ditanyakan faktor utama apa yang menjadi biang keroknya, jawabannya pasti karena terjadinya iklim dan cuaca ekstrim yang sangat tidak berpihak terhadap dunia pertanian dan kehidupan petaninya. Adanya sergapan El Nino, nenjadi bukti pernyataan diatas.

Sergapan El Nino, bahkan kini tengah mengancam La Nina, boleh jadi butuh perhatian serius dari Pemerintah. Kita ingin Pemerintah mampu dengan segera, mengantisipasi segala masalah yang akan menghadang pencapaian swasembada pangan. Sudah saatnya Pemerintah meninggalkan pendekatan sebagai “pemadam kebakaran” dan mengubahnya dengan pendekatan “deteksi dini”.
Kecolongannya Pemerintah atas sergapan El Nino, diharapkan tidak terjadi lagi di masa depan. Kesigapan Pemerintah betul-betul sangat diperlukan. Dengan seabreg kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, Pemerintah mestinya mampu menjawab sergapan El Nino berdasarkan pengalamab 5 tahun lalu, ketika El Nino “menyerang” bangsa ini.

Sayang, saat itu banyak persoalan yang menghadang. Bukan saja saat itu kita disodorkan pada masalah teknis operasional, seperti kekurangan pupuk, kekurangan benih unggul, irigasi yang rusak, tenaga Penyuluhan Pertanian yang kurang, dikuranginya anggaran dan lain-kain, ternyata “kejahatan kerah putih” oleh pejabat di Kementerian Pertanian pun menjadi penyebab merosotnya produksi beras.

Dengan kata lain, mana mungkin Kementerian Pertanian akan mampu memberi kinerja maksimal dalam menggenjot produksi setinggi-tingginya, jika para pejabatnya sibuk menyiapkan “setoran” supaya mereka memperoleh posisi eselon yang lebih tinggi lagi. Buktinya, produksi beras tahun 2024 diprediksi bakal lebih rendah dibandingkan dengan produksi beras tahun 2023.

Sekalipun “embah” nya pelaku kejahatan kerah putih ini telah dijebloskan ke dalam bui oleh Aparat Penegak Hukum, namun dalam perkembangannya, masih saja terdengar apa pejabat di Kementerian Pertanian yang terlibat kejahatan kerah putih. Banyak pejabat yang “disikat” habis oleh Menteri Pertanian, baik yang tercatat sebagai pegawai Pusat atau pun pegawai Pusat yang bertugas di daerah.

Kita percaya sebagai “dirigen” pencapaian swasembada pangan, Zulhas akan bekerja “all out” dalam menggerakan Kenenterian/Lembaga yang berada dilingkup koordinasinya, disamping juga melakukan koordinasi dengan Menko terkait lainnya. Zulhas paham betul, soal swasembada pangan merupakan program multi-sektor dan multi-pihak, bukan program yang sifatnya sektoral.

Kurun waktu tiga tahun, bukanlah waktu yang panjang. Setelah berkeyakinan tahun depan Indonesia akan menyetop impor beras, yang bisa saja kita tafsirkan sudah swasembada beras, lalu bagaimana kesiapan kita untuk meraih swasembada-swasembada jenis pangan lsinnya ? Sebut saja kedelai, daging sapi dan bawang putih.

Jawaban cerdas, pasti kita butuhkan. Kita ingin mendengar optimis nya Zulhas untuk menyetop impor kedelai, daging sapi dan bawang putih. Kapan bangsa ini akan swasembada kedelai ? Swasembada Daging Sapi ? Kapan Swasembada Bawang Putih ? Sekali lagi disampaikan, inilah tantangan berat kita ke depan. Masih banyak pekerjaan yang butuh penggarapan lebih serius.

Kalah pengertian pangan kita kembalikan kepada definisi yang tersurat dalam UU No.18/2012 tentang Pangan, maka keinginan menggapai swasembada pangan 2027, sangat sulit untuk diwujudkan. Setidaknya ada 11 jenis bahan pangan strategis yang distur dalam regulasi kita. Tapi, kalimatnya akan lebih masuk akal bila dirubah jadi “Swasembada Pangan, Utamanya Beras”.

(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *