6 October 2024 14:30
Opini dan Kolom Menulis

NILAI TAMBAH GABAH MENJADI BERAS

NILAI TAMBAH GABAH MENJADI BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Pengertian nilai tambah (value added) adalah suatu komoditas yang bertambah nilainya karena melalui proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam kaitannya dengan komoditas pertanian, khususnya padi, terjadi perubahan bentuk mulai dari penanaman oleh petani menjadi bahan pangan karbohidrat yang kita konsumsi. Perubahan itu mulai dari benih, gabah, beras dan nasi.

Dicermati lebih seksama, kondisi petani padi di lapangan, produk akhir yang mereka dapatkan dalam melakukan usahatani padi adalah gabah. Pada saat musim panen berlangsung, para petani padi, tidak memiliki kemampuan untuk mengolah gabah menjadi beras. Gabah kering panen inilah yang mereka jual kepada para pedagang, pengusaha penggilingan, bandar atau tengkulak.

Dengan menjual gabah dapat disimpulkan, pendapatan petani tidak optimal. Berbeda kalau petani padi diberi kesempatan untuk mengolah terlebih dahulu hasil panennya menjadi beras. Kebijakan Pemerintah, mestinya jangan biarkan para petani di saat panen menjual gabah, namun sepantasnya Pemerintah menfasilitasi agar mampu mengolahnya dahulu menjadi beras. Masalahnya adalah adakah kemauan Pemerintah untuk melaksanakannya ?

Semangat menggeser status “petani gabah” menjadi “petani beras”, sebetulnya telah dikumandangkan sejak lama. Dalam berbagai kesempatan, selalu disampaikan betapa perlunya kita segera merubah status tersebit. Selama petani padi masih menjual hasil akhirnya dalam bentuk gabah, dapat dipastikan penghasilan petani tidak akan membawa perubahan nasib fan kehidupan yang signifikan. Petani tetap saja terjebak dalam suasana hidup sengsara dan melarat.

Persoalannya menjadi lebih parah, kalau para pejabat yang melahirkan kebijakan tersebut, terekam sangat tidak nyaman dalam menjalankan tugas dan pekerjaan sehari-harinya. Terlebih jika mereka diwajibkan setor cuan ke pemimpin Kementeriannya. Aturan yang dibangunnya, tidak setor cuan, maka tidak akan ada jabatan. Atas fenomena ini, wajar jika kinerja Kementeriannya jauh dibawah standar yang ditetapkan. Yang terjadi, boro-boro berpikir kreatif dan inovatif, memikirkan setoran saja, sudah cukup berat.

Ditetapkannya Kepala Badan Pangan Nasional oleh Presiden Jokowi sebagai Plt. Menteri Pertanian, dihatapkan mampu membawa perubahan mendasar di lingkungan Kementerian Pertanian, selain juga tetap memantapkan tugas dan fungsi utama dari Kementerian tersebut. Plt. Menteri Pertanian diberi tugas serius oleh Presiden agar dapat membangun aura baru di Kementerian Pertanian yang dalam beberapa tahun belakangan ini telah diracuni oleh model kepemimpinan yang jauh dari nilai-nilai keberkahan.

Sepak terjang Menteri Pertanian yang kini dijadikan tersangka dugaan korupsi oleh KPK, betul-betul membuat pejabat eselon 1 dan 2 di Kementerian Pertanian menjadi kehilangan akal sehat dan harus melaksanakan kiprah yang sangat tidak terpuji. Apalagi Orang nomor 1 di Kementerian Pertanian ini melakukan persekongkolan dengan Orang nomor 2 di Kementeriannus. Dapat dipastikan niat jahat itu, menjadi gelombang kemunafikan dalam perkembangan dan perjalanan Kementerian Pertanian ke depannya.

Banyak pihak berpandangan, pengangkatan Plt. Menteri Pertanian yang dirangkap Kepala Badan Pangan Nasional, mestinya tidak dilakukan oleh Presiden Jokowi. Yang lebih baik, Presiden sebaiknya mengangkat dan melantik Menteri Pertanian definitif sebagai bagian dari rengrengan Kabinet. Apapun alasannya, sosok Menteri Pertanian definitif cenderung akan memiliki penghormatan lain dari rengrengan Kabinet ketimbang Plt. Menteri Pertanian yang sekarang ini dirangkap oleh Kepala Badan Pangan Nasional.

Bagi Kementerian Pertanian sendiri, tugas dan fungsi utamanya adalah meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya menuju swasembada. Namun begitu, secara tidak langsung Kementerian Pertanian pun ikut bertanggungjawab dalam meningkatkan kesejahteraan petani bersama Kementerian/Lembaga terkait lainnya. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani padi, dibutuhkan upaya bersama dari segenap komponen bangsa, dan bukan hanya Kementerian Pertanian semata.

Salah satu upaya mempercepat peningkatan penghasilan petani padi adalah dengan merubah status petani padi itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan diatas, “petani gabah” sudah saatnya ditinggalkan oleh para petani padi kita. Petani perlu diberi pencerahan, nilai tambah ekonomi yang dapat memberi keuntungan bagi petani, sekiranya petani difasilitasi Pemerintah untuk dapat menjual hasil udahatani padinya dalam bentuk beras. Tinggalkan menjual gabah dan mulailah menjual beras.

Kecerdasan Pemerintah untuk menggeser potret “petani gabah” ke arah “petani beras”, tentu sangat dibutuhkan. Pemerintah melalui tenaga Penyuluh Pertanian, dimintakan untuk menjelaskan kepada para petani padi, soal keuntungan jika mereka menjual beras dari pada menjual gabah. Tinggal sekarang dipikirkan, langkah apa yang harus dilakuksn ? Salah satu jawabannya para petani perlu difasilitasi dengan diberikannya mesin penggilingan padi skala mini, yang pengelolaannya dilakukan oleh Kelompok Tani/Gabungan Kelompok Tani.

Selama ini Kementerian Pertanian, lebih banyak memberi bantuan alat dan mesin pertanian, yang arahnya ke upaya peningkatan produksi. Alsintan yang diberikan lebih berurusan dengan budidaya pertanian, mulai menanam hingga panen. Artinya, langkah mengolah gabah menjadi beras, mestinya menjadi garapan Kementerian Perdagangan atau Perindustrian atau KUKM atau Menko Petekonomian. Kementerian Pertanian sendiri, lebih fokus ke langkah peningkatan produksinya.

Untuk itu, langkah pemberian bantuan sosial mesin penggilingan padi skala mini yang dalam teknis pelaksanaannya akan dikelola Kelimpok Tani atau Gabungan Kelompok tani, sebaiknya digarap oleh Kementerian Perdagangan atau BUMN yang memiliki tugas dan fungsi meningkatkan nilai tsmbah. Akan lebih keren lagi, jika Kelompok Tani atau Gapoktan tersebut menjalin kemitraan dengan Pengusaha Penggilingan Padi atau Perum BULOG serta BUMN Pangan.

Kalau saja semangat ini dapat diwujudkan, upaya percepatan peningkatan pendapatan petani, tentu dapat dilakukan. Petani tidak lagi hanya memperoleh nilai tambah ekonomi dari menjual gabah, namun dengan menjual beras, maka nilai tambah ekonominya pun menjadi semakin tinggi. Dalam perkembangannya, para Penyuluh Pertanian dapat mengawalnya sekaligus mendidik petani dengan materi pemasaran dan perdagangan. Langkah ini merupakan awal dari lahirnya Petani Pengusaha.

Kini, pokok masalahnya sudah mulai terkuak. Usahatani padi yang dikelola petani, diusahakan agar berakhir di beras dan tidak boleh lagi berujung di gabah. Yang ingin ditampilkan adalah petani beras. Bukan petani gabah. Pemerintah sepatutnya mampu memfasilitasi terwujudnya petani beras dengan srabrek kekuasaan dan kewenangsn yang dimilikinya. Pertanyaan kritisnya, mampukah Pemerintah melakoninya ?

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

“LIANG COCOPET”

“LIANG COCOPET” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA “Liang Cocopet” adalah ungkapan umum dalam kehidupan masyarakat. Tatar Sunda, yang intinya menggambarkan tempat

Read More »

Tanda Terimanya Sebuah Amal

MUHASABAH AKHIR PEKANMinggu, 6 Oktober 2024 TANDA DITERIMANYA SUATU AMAL BismillahirrahmanirrahiimAssalamu’alaikum wr wbrkt… Saudaraku,Perlulah kita ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *