“NGAJERIT MARATAN LANGIT, NGOCEAK MARATAN JAGAT”
“NGAJERIT MARATAN LANGIT, NGOCEAK MARATAN JAGAT”
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Peribahasa Sunda “ngajerit maratan langit, ngoceak maratan jagat”, memiliki makna sangat dalam terkait dengan kata hati seseorang. Peribahasa ini menggambarkan perilaku seseorang yang kecewa atas nasib yang menimpa kehidupannya. Seorang petani yang berharap agar saat panen raya mendapat untung, terpaksa harus “ngajerit maratan langit, ngoceak maratak jagat”, karena panen raya berlangsung di saat musim penghujan.
Pupus sudah harapan petani untuk berubah nasib. Angan-angan panen raya bakal memberi berkah kehidupan, kini malah berganti jadi tragedi yang memilukan. Gabah yang dipanen susah untuk dikeringkan, mengingat sangat terbatasnya teknologi alat pengering yang dimiliki petani. Konsekwensinya, terpaksa petani harus gigit jari untuk memperoleh “gabah basah” dengan kadar air diatas 35 %.
Terjadinya iklim ekstrim, membuat para petani sedikit kebingungan dalam mengatur waktu tanam. Musim tanam dengan formula Oktober-Maret dan April-September, kelihatannya cukup sulit untuk dilaksanakan dengan konsisten. Sebut saja musim tanam Oktober-Maret 2024, tidak bisa dijalankan, karena dalam prakteknya, musim tanam terpaksa mundur beberapa bulan karena adanya sergapan El Nino.
Alam raya kini tengah menggeliat dan tidak bersahabat dengan kehidupan petani. Setelah warga dunia disergap El Nino, kini muncul bayang-bayang La Nina. Dampak La Nina sendiri, tidak kalah ganasnya dengan El Nino. Kedua fenomena alam alias bukti nyata anomali iklim ini, betul-betul memberi dampak kehidupan yang mengenaskan dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Bagi petani, penderitaan ini terus berlanjut. Sebagian besar petani padi di negeri ini, tercatat sebagai net konsumer. Dengan semakin memudarnya budaya lumbung dalam kehidupan petani, pada suatu saat, petani pun akan membeli beras untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok kehidupannya. Persoalan muncul, ketika harga beras di tingkat konsumen melesat tinggi dan mengalami kenaikan yang ugal-ugalan.
Lebih sedihnya lagi, petani sebagai produsen beras pun dipaksa untuk membeli beras dengan harga yang cukup tinggi. Padahal, pada saat petani menjual hasil panennya dalam bentuk gabah, ternyata harga gabah ditingkat petani relatif murah. Ini penting disampaikan, karena sebagian besar petani, dalam usahatani perberasan, berujung di gabah. Petani masih belum mamiliki kemampuan mengolah gabah menjadi beras.
Semangat mensejahterakan petani, sebetulnya telah mengumandang sejak lama. Semua Presiden di negara kita sepakat petani perlu dimartabatkan kehidupannya. Petani tidak boleh dibiarkan tetap terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung-pangkal. Petani harus dibela dan dilindungi, sehingga mereka tetap eksis sebagai pelaku utama pembangunan.
Namun begitu, kita juga tidak mungkin memungkiri, jika selama ini masih ada oknum yang ingin meminggirkan petani dari panggung pembangunan. Oknum ini tidak suka menyaksikan petani hidup sejahtera dan bahagia. Oknum ini beranggapan para petani cukup dijadikan alat untuk memproduksi beras setinggi-tinhginya tanpa berpikir bagaimana merubah posisi petani menjadi pengusaha pertanisn.
Dihadapkan pada gambaran yang demikian, wajar bila petani hanya mampu “ngajerit maratan langit, ngoceak maratan jagat”. Teriakan petani kerap menjadi perhatian serius para penentu kebijakan pembangunan pertanian di negeri ini. Ironisnya, sekalipun teriakan petani terdengar ke seluruh jagat raya, namun hampir tidak ada satu Pemerintahan pun yang mau peduli atas apa-apa yang diteriakannya itu. Petani tetap menderita dan sengsara serta nelangsa.
Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah menetapkan Prabowo Subianto menang mutlak pelaksanaan Pemilihan Presiden 2024, diyakini akan memberi angin segar bagi perjalanan pembangunan petani di negara kita. Sosok Prabowo yang sering diidentikan dengan pembela dan pelindung kaum tani, pasti akan memberi perhatian khusus atas perbaikan nasib dan krhidupan para petani.
Sebagai Ketua Umum DPN HKTI selama dua periode berturut-turut (2005-2015), Prabowo paham betul apa yang menjadi aspirasi kaum tani dalam mengarungi kehidupannya. Hal ini sering tercetus tatkala Prabowo bertemu dengan para petani dalam melakukan kunjungan kerja HKTI ke daerah. Prabowo selalu berbicara lantang “petani di negeri ini harus mampu berdiri tegak di atas lahannya sendiri”.
Kita percaya apa yang menjadi suara petani agar dapat hidup layak dan bermartabat, akan selalu berada dalam alam pikirannya. Prabowo adalah sosok yang komit dan konsisten atas apa-apa yang disuarakannya. Prabowo bukan sosok yang oportunis. Bagi Prabowo, apa yang disampaikan merupakan janji yang harus dibuktikan dalam kehidupannya. Satu antara tutur kata dan perbuatan merupakan janji kehidupan yang selalu ingin dibuktikan.
Prabowo sangat memahami, kemauan politik untuk mensejahterakan petani, tidak mungkin terwujud, kalau tidak dibarengi dengan tindakan politik yang mendukungnya. Itu sebabnya, kesejahteraan petani, tidak bakal tercapai jika para pejabat di negeri ini hanya ramai-ramai berorasi tentang perlunya mensejahterakan petani. Ini patut dicatat, yang dibituhkan petani, bukan jargon politik, tapi adanya bukti nyata di lapangan.
Sebagai teladan, petani di banyak daerah meminta agar disaat panen raya, harga gabah tidak anjlok. Bagi petani harga gabah kering panen diatas angka Tp.7000,- merupakan harga yang wajar dan senafas dengan usulan banyak pihak terkait dengan revisi HPP Gabah dan Beras. Dengan angka sebesar itu, petani pasti akan senang, karena kerja keras mereka selama kurang lebih 100 hari itu, dihargai dengan harga jual gabah yang wajar.
Lalu, apa yang sebaiknya kita tempuh, jika saat panen raya padi sekarang harga gabah terlihat anjlok, bahkan banyak yang harga gabah kering panennya dibawah angka Rp.6000,- per kilogram ? Yang terbaik untuk digarap, kita perlu bicara dengan para penentu kebijakan agar kebijakan yang dilahirkan tidak membuat para petani kecewa berat. Petani tetap harus sejahtera dan bahagia.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Kadisdik Kabupaten Bandung: Leksam Bedas Berkiprah di Tiga Gerakan Literasi Nasional, Ini Sasarannya
HIBAR -Anugerah Literasi Leksam Bedas Tingkat SMP/MTs Kabupaten Bandung tahun 2024 digelar di Gedung Moch Toha Komplek Pemkab Bandung, Soreang,
TIDAK IMPOR BERAS, KUNCINYA ADA DI PRODUKSI
TIDAK IMPOR BERAS, KUNCINYA ADA DI PRODUKSI OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA 2025 telah dicanangkan sebagai tahun tidak impor beras.
DP3AKB Jabar Respons Cepat Tangani Kasus Perundungan Siswi SD di Garut
HIBAR – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat melakukan respons cepat terhadap laporan kasus
Tim Indonesia Raih Dua Penghargaan pada Ajang World Universities Debating Championship di Panama
HIBAR -Membuka tahun 2025, prestasi gemilang diraih oleh tim Indonesia pada ajang bergengsi World Universities Debating Championship (WUDC) yang diselenggarakan
Angka Pengangguran di Kabupaten Bandung Turun Signifikan Selama 4 Tahun Terakhir
HIBAR – Kabupaten Bandung membali mencetak prestasi membanggakan. Kurang dari empat tahun terakhir masa kepemimpinan Bupati Dadang Supriatna, angka pengangguran
BPK Jabar Serahkan LHP Kinerja dan Kepatuhan Pajak Pemkab Bandung
HIBAR -Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan Pengelolaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Asli