“NGABUNGBANG”
“NGABUNGBANG”
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Ngabungbang berasal dari kata ‘Nga’ yang berarti ngahijikeun atau menyatukan dalam bahasa Indonesia, “bungbang” artinya membuang atau membersihkan. Jadi, tradisi ngabungbang dapat disimpulkan sebagai tradisi membuang, membersihkan serta menyatukan diri. Itulah yang penulis alami saat penerimaan anggota baru Daya Mahasiswa Sunda (Damas) Bogor tahun 1976.
Hampir setengah abad ngabungbang Damas Bogor dilaksanakan. Banyak kenangan manis yang dilalui selama semalam suntuk calon anggota baru hadir dalam acara ngabungbang. Acara yang dikemas dengan semangat kebersamaan dan persaudaraan ini (brotherhood spirit), ternyata mampu mempererat rasa kekeluargaan diantara sesama Keluarga Besar Damas Bogor.
Dari pengalaman ini, tradisi ngabungbang terbukti memiliki banyak manfaat, di antaranya:
– Menjaga silaturahmi. Tradisi ini menjadi ajang untuk mempererat persaudaraan dan menjalin silaturahmi antar umat beragama.
– Menjaga budaya. Tradisi ini menjadi sarana untuk memperkenalkan, menjaga, dan melestarikan budaya lokal.
– Memotivasi beribadah. Tradisi ini dapat memotivasi untuk meningkatkan semangat beribadah kepada Tuhan.
– Memberikan manfaat ekonomis. Tradisi ini dapat memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat lokal, seperti dengan menyewakan halaman depan rumah sebagai tempat berjualan.
– Menghormati tamu dan orang tua. Tradisi ini dapat menjadi penghormatan terhadap tamu dan orang tua.
– Media promosi budaya: Tradisi ini dapat menjadi media promosi budaya Sunda.
– Menjaga hubungan silaturahmi. Tradisi ini dapat menjaga hubungan silaturahmi diantara setiap warga.
– Mencapai jatidiri yang suci dan bersih. Tradisi ini dapat menjadi media untuk membersihkan diri dari setiap masing-masing warga desa dengan cara bersih bumi.
Dalam budaya hedonis dan gaya hidup yang sofistikasi, tradisi ngabungbang sepertinya sudah banyak ditinggalkan. Semangat kebersamaan dan kekeluargaan tertelah oleh gaya hidup individualistis. Tidak tampak lagi sikap guyub dalam menjawab sebuah persoalan. Yang mengedepan adalah kepentingan pribadi atau golongannya semata.
Masyarakat Sunda dikenal dengan budaya adiluhung yang menyelimuti kehidupannya. Pada jamannya, prinsip silih asah, silih asih, silih asuh dan silih wawangi, betul-betul telah mendarah-daging dalam jati diri orang Sunda.
Masyarakat Sunda memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari masyarakat lain di Indonesia, antara lain:
pertama, masyarakat Sunda dikenal dengan semangat gotong royong dan kerja sama.
Kedua, menghormati pemimpin dan tokoh masyarakat. Ketiga, masyarakat Sunda memiliki ikatan sosial yang kuat. Keempat, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan. Dan kelima masyarakat Sunda dikenal dengan kesederhanaan dan kerendahan hati. Itulah lima ciri masyarakat Sunda jika ditelaah dari sisi sosial kemasyarakatan. Banyak nilai kehidupan yang dapat kita petik.
Dari sisi psikologis, masyarakat Sunda dikenal dengan kesabaran dan ketekunan. Kemudisn, menghargai disiplin dan kesadaran waktu. Selanjutnya tterkenal dengan keramahan dan hospitabilitas. Lalu,
mempunyai semangat kemandirian yang kuat dan menghargai dan membanggakan budaya Sunda.
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, semangat ngabungbang, betul-betul sangat dimintakan, khususnya bagi orang-orang yang dipercaya menjadi “pengelola” bangsa dan negara. Betapa indahnya negeri ini, jika dalam acara Retret para Menteri/Wakil Menteri/Kepala Lembaga/Utusan Khusus Prwsiden yang beberapa waktu lalu digelar di Lembah Tidar Magelang tersebut, di malam terakhirnya dilskukan acara ngabungbang.
Ini menarik, karena sebagai pemimpin bangsa, mereka itu perlu melaksanakan “pembersihan diri” dari beragam sikap dan perilaku yang sangat tojai’ah dengan kepentingan pembangunan bangsa dan negara. Dengan ngabungbang, kita berharap agar mereka mampu membebaskan diri dari perilaku korup yang selama ini dianggap sebagai penyakit kronis bangsa.
Selain itu, betapa senangnya rakyat jika para pemimpinnya mampu hidup rukun dan guyub dalam melakoni pembangunan. Dengan ngabungbang, mestinya tidak akan kita temukan lahi pemimpin bsngsa yang “merekedeweng” terhadap gagasan dan pandangannya. Sikap meresa paling pinter dan paling hebat akan terkikis dengan sendirinya berkat adanya ngabungbang.
Menjadi pemimpin bangsa yang penuh dengan aspirasi, tentu membutuhkan sosok yang “jembar manah” dalam mewujudkan kinerja terbaiknya. Perilaku yang “mak-mak meuk-meuk” , perlu segera ditinggalkan. Bangsa ini, pasti akan menolak kehadiran pemimpin yang terekam getol melaksanakan kejahatan kerah putih.
Bagi Keluarga Besar Damas dengan ikon “elmu luhung kasakti diri”, proses ngabungbang identik dengan langkah membuka kunci kehidupan untuk berkiprah dalam dunia yang lebih nyata. Upaya menyatukan komitmen dan membersihkan diri, menjadi titik kuat dan titik tekan pribadi seseorang dalam menjalani kehidupan. Itu sebabnya, tradisi ngabungbang menjadi “syarat utama” menjadi anggota Danas.
Dengan terpilihnya Kang Dedi Mulyadi menjadi Gubernur Jawa Barat periode 2025-3030, akan lebih afdol jika diawal kepemimpinannya, Kang Dedi bersama pasukan kerjanya dapat menggelar acara ngabungbang untuk sama-sama berkomitmen membangun Jawa Barat dengan hati yang betsih (jembar manah). Selamat bertugas KDM.
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).