4 July 2024 11:13
Opini dan Kolom Menulis

“Moal Dipilih Deui”

"MOAL DIPILIH DEUI"

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
 
Kalau kita sempat jalan-jalan ke Kabupaten Garut, beberapa hari belakangan ini, ada spanduk cukup besar, yang didalam tulisannya ada pesan politik “Moal Dipilih Deui”. Artinya, kalau Kang Emil mau nyalon lagi untuk jadi Gubernur Jawa Barat periode 2024-2029, penulis pesan di spanduk tersebut, tidak akan memilih lagi Ridwan Kamil.
 
Diselami lebih dalam, mengapa penulis spanduk sampai pada kesimpulan “moal dipilih deui”, karena ada sinyal dari Kang Emil akan maju kembali menjadi Calon Gubernur Jawa Barat setelah dirinya gagal mencari tiket untuk maju menjadi Calon Presiden. Nika kita ikuti gelagat politik yang digarap Kang Emil dan pasukannya, target utamanya menjadi Presiden, bukan jadi Gubernur Jawa Barat lagi 
 
Namun, apa mau dikata, jika keinginan Kang Emil untuk jadi Calon Presiden RI masih sebatas di hasil survey atau bersuliweran di media sosial. Kang Emil cukup susah mencari kendaraan politik yang akan mengusungnya. Beberapa Partai Politik besar sudah memiliki Calon Presiden masing-masing. Apa boleh buat, bila Kang Emil lebih memilih jadi Calon Gubernur Jawa Barat lagi.
Terlepas dari apa yang melatar-belakangi Kang Emil berhasrat kembali ingin memimpin Jawa Barat periode ke 2, tentu dirinya memiliki argumen khusus yang dilandasi oleh akal sehat. Kita sebetulnya bisa bertanya kepada Kang Emil. Atau Kang Emil sendiri, pada waktunya nanti akan menjelaskan kepada publik, mengapa ingin jadi Gubernur lagi ?
 
Jawabannya tentu bukan hanya terhipnotis secara politik oleh bunyi iklan “kalau sudah duduk lupa berdiri”, tapi tentu akan berkaitan pula dengan kinerjanya selama memimpin Jawa Barat itu sendiri. Salah satunya terhubung dengan Visi dan Misi untuk mewujudkan Jabar Juara. Ini yang penting kita bincangkan, karena pandangan Jabar Juara kini berubah jadi Jabar Sengsara.
 
Kalimat itu sempat terpampang dalam sebuah spanduk di daerah Leles Kabupaten Garut, setelah masyarakat kecewa terhadap kinerja Pemprov Jabar yang seolah-olah “membiarkan” jalan Provinsi rusak parah. Pemorov Jabar sendiri seperti yang abai terhadap suasana ini. Padahal, kerusakan jalan yang parah ini telah merenggut korban nyawa manusia.
 
Menyikapi hal seperti ini, masyarakat sebetulnya tidak butuh argumen yang berbelit-belit. Rakyat tidak terlalu memerlukan jawaban yang sifatnya terlalu ilmiah. Yang dibutuhkan masyarakat adalah segera perbaiki jalan yang rusak parah itu. Dengan lambatnya perbaikan jalan ini, wajar jika masyarakat pun kecewa. Puncak kekesalannya itu dituangkan dalam spanduk dengan pesan politiknya “moal dipilih deui”.
 
Makna “moal dipilih deui” lebih mengungkapkan bentuk kekecewaan dan kekesalan publik terhadap kinerja seseorang yang telah diberi mandat oleh rakyat untuk mengelola sebuah daerah. Jika dalam spanduk itu terpampang foto diri Kang Emil, maka sasarannya adalah Gubernur Jabar saat ini. Pertanyaannya adalah apakah hal ini sebuah harga mati ?
 
Kalau dasar berpikir “moal dipilih deui” itu, karena jalan rusak parah, maka jika Pemprov Jabar segera memperbaikinya sehingga jalan tersebut kembali mulus, apakah kesimpulannya “bakal dipilih deui” ? Untuk menjawabnya, sangat dibutuhkan adanya kejujuran diri. Terlebih bagi yang selama ini menjadi aktor intelektual beredarnya pesan politik sebagaimana yang tertuang dalam spanduk tersebut.
 
Dalam kaitan ini, boleh jadi makna kalimat “moal dipilih deui” lebih mengemuka sebagai ancaman terhadap orang yang telah diberi kehormatan dan tanggungjawab untuk membangun Jawa Barat. Hal ini penting untuk dijadikan pengalaman berharga, agar dalam mengelola daerah, kita tidak main-main. Jalan dan air merupakan kebutuhan utana rakyat yang butuh penanganan serius.
 
Gubernur dalam menjalankan tugas kesehariannya, sebetulnya ditopang oleh adanya Perangkat Daerah yang telah terukur dan terstruktur, memiliki tugas fungsi masing-masing. Urusan jalan rusak, memang tugas dan fungsi Dinas Bina Marga untuk menanganinya. Penting dikritisi, mengapa Dinas ini sampai begitu telat memperbaikinya ? Lagi-lagi butuh kejujuran untuk menjawabnya.
 
Perangkat Daerah yang menangani urusan vital seperti jalan, dalam hal ini Dinas Bina Marga, semestinya jangan menjebakan diri sebagai “pemadan kebakaran”. Jangan menunggu jalan sampai rusak parah. Kalau sudah ketahuan ada yang mulai bolong-bolong, segera perbaiki. Jangan ditunda-tunda atau malah sengaja menundanya. Inilah spirit dari pendekatan deteksi dini.
 
Jabatan Kang Emil akan selesai sekitar 6 bulan ke depan. Setelahnta, Jawa Barat akan dipimpin seorang Plt. Gubernur. Kita belum tahu siapa yang akan ditunjuk menjadi Plt oleh Pemerintah. Hanya kalau kita kaitkan dengan kepentingan politik, pasti yang akan dipilih adalah sosok yang memahami betul soal ke-Jawa Barat-an. Apalagi Jawa Barat tercatat sebagai Provinsi terbesar jumlah penduduknya.
 
Mumpung ada waktu yang tersisa. Sebaiknya segera bereskan jalab-jalan Provinsi yang rusak. Kang Emil bisa membangun citra dirinya kembali sebagai sosok Gubernur yang peduli terhadap kepentingan publik. Kang Emil pasti respon banget terhadap kekesalan dan kekecewaan rakyat atas jalan-jalan yang rusak parah. Tinggal sekarang, bagaimana gerak langkah perangkat daerah untuk mewujudkannya.
 
“Moal dipilih deui” yang titik kuatnya ditujukan kepada Kang Emil dalam Pemilihan Gubernur tahun depan, tentu saja penting disikapi dengan penuh kearifan. Banyak hikmah yang dapat dipetik, khususnya bagi Kang Emil. Persoalannya adalah apakah kalimat “moal dipiilh deui” dapat dijadikan modal untuk merebut lagi jabatan Gubernur atau sebaliknya menjadi bukti awal dari kegagalan Kang Emil untuk manggung lagi jadi Gubernur Jawa Barat 2024-2029 ?
 
Mari kita ikuti bagaimana kelanjutannya. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *