7 July 2024 00:54
Opini dan Kolom Menulis

MISKIN DAN LAPAR

MISKIN DAN LAPAR

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Miskin dan Lapar. Dua kata ini, sangat tidak disukai oleh para pemimpin bangsa di dunia. Mereka sepakat, kemiskinan dan kelaparan, bukanlah kondisi yang patut dibanggakan. Kemiskinan dan kelaparan merupakan musuh kehidupan, yang wajib hukumnya diberantas sampai tuntas. Itu sebabnya, kata miskin dan lapar, tampil menjadi isu global yang perlu dilawan secara sungguh-sungguh.

Hidup Tanpa Kemiskinan (no poverty) telah ditetapkan sebagai tujuan nomor 1 dari Sustainable Development Goals (SDGs). Pilihan menjadikan tanpa kemiskinan sebagai tujuan SDGs nomor 1 dari 17 tujuan yang ingin diraih, tentu didasarkan pada beberapa alasan dan pertimbangan. Tentu bukan hanya berdasarkan pertimbangan sosial-ekonomi-budaya, namun juga alasan politik.

Para Kepala Negara yang berkumpul saat itu, rupa nya sepakat jika kemiskinan adalah musuh utama pembangunan yang harus segera diselesaikan. Kemiskinan adalah borok pembangunan yang tidak boleh dibiarkan menggerogoti kehidupan warga bangsa. Itu sebab nya perang melawan kemiskinan telah digaungkan sejak lama oleh bangsa-bangsa di muka bumi ini.
Di negara kita sendiri, keinginan untuk menenggelamkan kemiskinan dan memunculkan kesejahteraan, memang telah dikumandangkan sejak lama. Sejak Indonesia merdeka, siapa pun yang menjadi Presiden nya, mereka selalu memiliki komitmen untuk dapat menurunkan angka kemiskinan rakyat nya. Genderang perang melawan kemiskinan selalu ditabuh oleh para pemimpin bangsa.

Tidak ada seorang Presiden pun yang menginginkan agar kemiskinan tetap bertengger di atas tanah merdeka ini. Semua Presiden sepemikiran bahwa kemiskinan harus dihapuskan hingga ke akar-akar nya. Kita akan berdosa bila kemiskinan tidak diselesaikan sampai tuntas. Begitupun dengan Visi dan Misi Prabowo/Gibran yang berharap negeri ini terbebas dari kemiskinan.

Kemiskinan adalah luka pembangunan yang kehadiran nya sangat tidak kita inginkan. Kita perlu memerangi nya dengan sungguh-sungguh. Berbagai kebijakan dan program telah digelindingkan. Spirit mengurangi kemiskinan terus digaungkan. Namun kemiskinan tetap bercokol dan belum mampu diselesaikan.

Di sisi lain, komitmen para pemimpin dunia untuk memerangi kelaparan, tampak diukir dengan pasti dalam Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan ke 2. Disana ditegaskan Dunia Tanpa Kelaparan (Zero Hunger). Semangat nya mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi serta menggalakan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.

Sebagaimana tertera dalam dokumen SDGs, tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals disingkat dengan SDGs adalah 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi.

Tujuan SDGs dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB yang diterbitkan pada 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030.  Tujuan ini merupakan kelanjutan atau pengganti dari Tujuan Pembangunan Milenium yang ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin dari 189 negara sebagai Deklarasi Milenium di markas besar PBB pada tahun 2000 dan tidak berlaku lagi sejak akhir 2015.

SDGs tinggal 5 tahun ke depan. Agenda tanpa kemiskinan dan tanpa kelaparan, sepertinya masih belum dapat dituntaskan. Di banyak negara suasana hidup miskin dan lapar, belum terselesaikan. Begitupun dengan apa yang terjadi di Tanah Merdeka ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) masih merilis, bangsa kita memang belum terbebas dari kemiskinan.

Sekalipun jumlah orang miskin menunjukan penurunan, namun proses menjadi miskin masih memberi peluang cukup besar. Tingginya masyarakat yang rentan miskin, membuat kita perlu lebih cerdas dalam melahirkan kebijakan dan program pembangunan yang bakal diluncurkan. Pengalaman pandemi Covid 19, mestinya mampu menyadarkan kita tentang pentingnya sistem deteksi dini dalam mengelola pembangunan.

Ketidak-siapan bangsa-bangsa di dunia, termasuk negara kita dalam menghadapi sergapan bencana kemanusiaan sekelas pabdemi Covid 19, boleh jadi disebabkan oleh kelemahan warga dunia dalam membaca isyarat jaman, khususnya sektor kesehatan. Pengalaman memilukan ini, sepatutnya tidak perlu terjadi lagi. Lewat pendekatan deteksi dini, kita perlu selalu siap menghadapi nya.

Pentingnya pendekatan deteksi dini, sebetulnya mengingatkan kita, untuk dalam tempo yang sesegera mungkin mampu membebaskan diri dari jebakan selaku “pemadan kebakaran” dalam menjawab seabreg masalah pembangunan. Kebiasaan menjadi pemadam kebakaran, seharusnya dibuang jauh-jauh dalam menangani persoalan pembangunan. Kini, sudah saatnya kita menerapkan pendekatan “deteksi dini”.
Penanganan kemiskinan dan kelaparan pun sudah waktunya berubah strategi. Pendekatan parsial perlu secepatnya diganti dengan pendekatan sistemik. Jangan lagi kemiskinan digarap dalam bentuk keproyekan, tapi sudah saatnya ditangani dalam bentuk gerakan, yang melibatkan banyak pihak. Kemiskinan dan Kelaparan merupakan masalah multi-sektor, yang butuh penggarapannya secara sinergi dan kolaboratif.

Untuk itu, diperlukan adanya desain perencanaan yang utuh, holistik dan komprehensif dalam penanganannya. Artinya apa ? Artinya, kita butuh ada Grand Desain Penanganan Kemiskinan dan Kelaparan Bangsa 25 Tahun ke Depan. Pasti akan lebih keren lagi, kalau kita pun mampu melengkapinya dengan sebuah Roadmap pencapaiannya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *