HIBAR PGRI- Guru Taman Kanak-Kanak (TK) yang tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) berkumpul di kawasan Monas, Jakarta. Kehadiran mereka untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-73 IGTKI.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PP IGTKI Nur Sriyati menyampaikan aspirasinya kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang hadir dan membuka acara.
Nur menyebut saat ini terdapat 92 persen guru TK yang berstatus non-PNS dari jumlah 261.735 guru TK di seluruh Indonesia. Nur mengungkapkan kehormatan yang mereka terima jauh dari upah minimum di suatu daerah.
“Rata-rata diberikan honor Rp500 ribu per bulan. Mohon diperhatikan hal ini dengan baik, kesejahteraan kami diperjuangkan,” tutur Nur, Minggu (4/6/2023).
Nantinya, Nur berharap jika ada pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kira-kira agar guru TK mendapat prioritas. “Selain itu agar kuota untuk guru TK ditambah agar kami bisa diangkat menjadi PPPK,” harap Nur.
Nur berharap pemerintah memberikan prioritas kepada guru TK untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak melalui status mereka yang juga ditingkatkan.
“Setelah diangkat menjadi PPPK, mohon kiranya agar dikembalikan ke yayasannya agar tetap bisa membangun daerah,” tutur Nur.
Hal senada diinginkan oleh Ketua Umum PB PGRI Profesor Unifah Rosyidin. Unifah berharap LaNyalla sebagai pimpinan lembaga tinggi negara dapat mendorong suatu kebijakan agar kesejahteraan dan status pekerjaan para guru TK dapat ditingkatkan.
“Tolong diperhatikan nasib para guru TK Pak LaNyalla. Kami percaya Pak LaNyalla dapat merasakan suasana kebatinan kami dan dapat memperjuangkan aspirasi para guru TK,” papar Unifah.
Menjawab hal itu, LaNyalla mengatakan sudah mengetahui, mendengar dan melihat langsung kondisi guru TK di berbagai daerah.
“Saya sudah berkeliling Indonesia. Saya sudah mengunjungi 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota. Saya menangkap aspirasi dari stakeholder di berbagai daerah, salah satunya dari kalangan guru,” kata LaNyalla pada Jawapos
Soal kesejahteraan, LaNyalla menyebut guru yang mengemban tugas mulia namun memberikan honor yang jauh dari kelayakan.
“Terkait kesejahteraan para guru, khususnya yang bekerja di lembaga pendidikan swasta atau non-negeri, honor atau gaji yang diterima para guru swasta sangat bergantung pada kemampuan sekolah dan kesepakatan guru dengan kepala sekolah di lembaga tersebut,” jelas LaNyalla.
Sehingga, Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, besaran honor para guru sangat bervariatif. Di mana secara umum, masih sangat banyak yang berada di bawah angka kebutuhan hidup minimum.
“Di daerah pemilihan saya di Jawa Timur, saya masih menemukan fakta di lapangan guru yang mendapat honor sangat jauh di bawah standar kebutuhan hidup selama satu bulan. Masih jauh di bawah UMR para buruh pabrik,” kata LaNyalla.
Padahal, LaNyalla mengimbuhkan, buruh yang menangani mesin dengan barang keluaran alias benda mati pabrik. Sedangkan guru harus mendidik manusia dengan keluaran produknya adalah moral dan akhlak atau budi pekerti para penerus tongkat estafet bangsa dan negara ini.
“Ini tentu menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih kepada para guru, terutama Kemenko PMK, Kemendikbud dan Kementerian Keuangan. Harus ada skema dan program pembangunan kesejahteraan tenaga pendidik di semua tingkatan, terutama para tenaga pendidik honorer,” tegas LaNyalla.
LaNyalla sendiri menegaskan bahwa DPD RI sangat konsen terhadap persoalan guru, utamanya guru honorer.
“Kami di DPD RI, melalui Komite III akan berusaha untuk selalu berpihak pada kepentingan para guru dalam mewujudkan suksesnya pendidikan dalam kualitas dan kemurnian di Indonesia. Termasuk, apa yang sudah kami kerjakan dengan membentuk Pansus Guru Hononer di tahun 2022 yang lalu,” jelas LaNyalla.(*)