7 July 2024 01:30
Opini dan Kolom Menulis

Merisaukan Stock Beras

MERISAUKAN, STOK BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

CNBC.Indonesia merilis, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan target stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus dikelola Perum Bulog. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, perintah itu baru diberikan oleh Presiden, sebagai persiapan untuk menghadapi kondisi ke depan. Di mana sebelumnya, pemerintah menargetkan stok beras Bulog di akhir tahun tersedia minimal di atas 1 juta ton. Stok Bulog akan selalu dijaga di atas 1 juta ton. Namun Presiden meminta penambahan stok sampai terus mendekati 3 juta ton.

Menghadapi kondisi perberasan ysng terekam sedang tidak baik-baik saja, apa yang disampaikan Presoden Jokowi diatas, sangat penting untuk dijadikan bahan perenungan kita bersama. Adanya bencana El Nino yang mengakibatkan produksi beras menurun dengan angka yang cukup signifikan, sudah seharusnya kita sikapi secara serius. Kewaspadaan yang tinggi, sangatlah dibutuhkan. Sebab, sekali saja kita keliru mengambil kebijakan, maka penyesalannya bisa bertahun-tahun.

Persoalannya adalah dari mana kita akan memperoleh beras yang dibutuhkan untuk mengisi stok diatss ? Salah satu pilihan kebijakan yang dapat ditempuh adalah dengan menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada. Menggenjot bukan hanya sekedar meningkatkan produksi dan produktivitas, namun perlu ditopang oleh kebijakan lain yang mendukungnya.
Apakah itu yang berhubungan dengan percepatan masa tanam atau pun yang selama ini dikenal dengan penambahan luas tanam.

Namun begitu, apakah langkah ini bakal secepat kilat menghasilkan peningkatan produksi beras di saat iklim ekstrim tengah menyergap kehidupan nyata di lapangan ? Ah, rasanya tidak. Adanya El Nino saja, membuat ketersediaan beras jadi terganggu. Produksi yang menurun karena adanya gagal panen, jangan dianggap hal yabg sepele. Atas hal yang demikian, impor beras terpaksa harus dilakukan. Keperkasaan kita menutup rapat-rapat kran impor, akhirnya jebol juga karena adanya kebutuhan yang meningkat.

Untuk itu, agar ketersediaan beras tetap terjaga dan terpelihara dengan baik, maka sangat dibutuhkan adanya “perencanaan beras” yang berkualitas, baik di tingkat nasional atau daerah. Perencanaan beras jangka panjang betul-betul sangat dibutuhkan. Untuk mewujudkannya, telah berulang-kali diusulkan supaya Bappenas dan Bapanas, bersinergi dan berkolaborasi untuk untuk menyusun dan merumuskan perencanaan beras yang matang. Dari perencanaan inilah kita mulai berkiprah secara terukur, holistik dan komprehensif.

Grand Desain Perberasan 25 Tahun ke Depan, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Berbagai kendala dan tantangan, perlu diungkap sejelas-jelasnya, tanpa harus ada yang ditutup-tutupi. Disinilah kita penting berhitung terkait dengan kebutuhan beras di negeri ini. Kita mesti hitung secara tekiti berapa sebetulnya kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras. Lalu, kita juga perlu memiliki komitmen yang kuat terkait dengan angka ketersediaan beras yang diinginkan. Apakah stoknya harus 1,2 juta ton atau sebesar 3 juta ton beras ? Bahkan yang namanya keperluan “beras politik” pun perlu dihitung secermat mungkin.

Memperhatikan kebutuhan beras yang cukup tinggi, lalu kita kaitkan dengan kemampuan produksi beras ysng diperoleh selama ini, sepertinya kita masih kekurangan sekitar 3 juta ton beras. Produksi beras para petani padi di dalam negeri, tercatat hanya sekitar 30,90 juta ton. Sedangkan konsumsi masyarakat per kapita per tahun terekam sekitar 30,20 juta ton. Surplus beras sekitar 700 ribu ton jauh lebih rendah dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Kita memang surplus, tapi dengan jumlah yang semakin menyusut.

Hitung-hitungan ini penting, karena sekalinya kita salah menggunakan data pangan yang ada, kecenderungan keliru menerapkan kebijakan pun bisa saja terjadi. Banyak pihak menilai menurunnya produksi beras dalam beberaoa tahun belakangan, merupakan wujud dari proses “leveling off” produksi padi yang disebabkan oleh beragam faktor. Hal ini, tentu butuh pencermatan yang seksana, untuk dicarikan jalan keluar terbaiknya. Termasuk butuhnya kehadiran teknologi budidaya padi yang bersifat inovatif.

Selanjutnya, bagaimana dengan kebutuhan beras untuk cadangan beras sekirar 3 juta ton seperti yang dimintakan Presuden Jokowi belum lana berselang. Catatan kritisnya dari mana kita akan mendapatkan beras sebesar itu ? Dengan sisa sekitar 700 ribu ton beras (produksi dan konsumsi), sangat tidak mungkin kita akan memberi beban kembali kepada para petani padi di lapangan. Jika produksi dalam negeri tidak mencukupi, pilihan lain adalah impor. Kalau importir beras menutup kran impor beras mereka, langkah apa yang sebaiknya ditempuh ?

Pernyataa terakhir tadi, bukan hal yang tidak mungkin bisa terjadi. Sebut saja dunia dilanda krisis pangan. Setiap bangsa, pasti akan mengedepankan kebutuhan masyarakatnya. Impor beras boleh jadi akan distop sementara waktu. Harga beras di pasar dunia cenderung akan meningkat. Jika sudah seperti ini dari mana lagi kita bakal mendapatkan beras ? Inilah problem serius yang butuh solusi cerdas dalam menjawabnya. Menggenjot produksi setinggi-tingginya dan mengerem laju konsumsi beras adalah pilihan kebijakan yang cukup logis untuk dijadikan pilihan kebijakan.

Sinyal menggenjot produksi beras sendiri, sesungguhnya telah lama dinyalakan. Dukungan anggaran pun diberikan untuk meningkatkan produksi dan produktitas hasil pertanian. Untuk tahun depan, Pemerintah menambah anggaran sekitar 5,8 trilyun rupiah. Ini menunjukan betapa seriusnya Pemerintah untuk menyediakan beras bagi kebutuhan warga masyarakatnya. Jadi, betapa kecewanya bangsa dan para petani di lapangan, ketika mendengar Menteri Pertanian terseret korupsi dan harus mengenakan rompi berwarna orange.

Sedangkan sinyal untuk mengerem laju konsumsi beras masyarakat sendiri, terekam masih “leup-leupan” (kadang berkelap-kelip kadang tidak). Ini yang dirisaukan. Pemerintah seperti yang setengah hati untuk mengembangkan program pengandkaragaman pangan. Pemerintah seperti yang lebih terpikat untuk mengedepankan program peningkatan produksi ketimbang meragamkan pola makan masyarakat. Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah seperti yang mau-mau ngak-ngak melaksanakan program diversifikasi pangan ini.

Langkah menggenjot produksi padi setinggi-tingginya tanpa dibarengi dengan upaya meragamkan pola makan masyarakat, sama saja dengan omong kosong. Itu sebabnya, yang paling dibutuhkan saat ini adalah bagaimana Pemerintah, disamping menggenjot produksi, juga serius dalam meragamkan pola makan masyarakat. Dua langkah ini harus dilakukan secara bersamaan dan menjadi prioritas kebijakan yang dililih Pemerintah.

Tak kalah penting untuk dibahas adalah soal stok beras sejumlah 3 juta ton beras. Jumlah ini bukanlah angka yang kecil. Untuk menyetok 1,2 juta ton beras saja kita masih cukup kesusahan. Ingat, bagaimana tahun lalu kita dihadapkan pada stok yang menipis. Saking risaunya, Pemerintah kembali harus membuka kran impor beras lagi, padahal selama tiga tahun berturut-turut kita mampu menutup rapat-rapat kran impor beras. Mengingat pentingnya cadangan beras Pemerintah, dengan sangat terpaksa kita harus melakukan impor beras.

Pekerjaan rumahnya adalah apakah kita memiliki kemampuan untuk menggenjot produksi guna memenuhi kebutuhan beras masyarakat, cadangan beras dan beras politik ? Ini yang butuh jawaban. Hanya, jawaban yang baik, tentu kita harus mampu keluar dari masalah yang dihadapi.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *