10 April 2025 15:24
Opini dan Kolom Menulis

MERISAUKAN PRODUKSI BERAS 2024

MERISAUKAN PRODUKSI BERAS 2024

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Dunia perberasan nasional, kembali kini dihadapkan pada ujian yang cukup berat. Data Kerangka Sampling Area (KSA) Badan Pusat Statistik, untuk tahun 2024 menduga produksi beras tahun ini, turun sekitar 760 ribu ton beras dibandingkan tahun 2023. Artinya, jika pada tahun 2023 produksi beras mencapai 31,10 juta ton beras, maka pada tahun 2024 hanya mencapai 30,40 juta ton.

Turunnya angka produksi beraa tahun ini, benar-benar mengejutkan, jauh dibawah target yang ditetapkan. Dengan program ekstensifikasi dan intensifikasi yang digarap selama ini, mestinya produksi beras dapat meningkat cukup signifilan. Lebih memilulannya lagi, yang terjadi malah anjloknya produkai, bukan meningkat nya produksi dan produkrivitas.

Inilah ironi dunia perberasan di tanah air. Disatu sisi Pemerintah terlihat berjuang habis-habisan menggenjot produksi, namun di sisi lain, malah hasil produksinya anjlok. Pertanyaannya adalah mengapa seolah-olah tidak terjadi korelasi yang positip anrara kebijakan meningkatkan produksi dengan hasil yang dicapai. Ada apa dunia perberasan di negeri ini ?

Kendatipun menurut data KSA produksi beras 2024 diprediksi anjlok, namun para pengambil kebijakan perberasan optimis pada tahun 2028 bangsa ini akan mampu mencapai swasembada beras lagi. Catatan pentingnya, kalau swasembada beras baru tercapai 2028, maka kapan kita akan mencapai swasembada pangan ?
Jangan sampai jawabnya kapan-kapan.

Swasembada beras akan dapat diwujudkan, sekiranya berbagai faktor penyebab turunnya produksi beras dapat ditangani dengan cerdas. Jika mengacu pada pengakuan jujur Pemerintah, setidaknya ada 10 penyebab utama turunnya produksi beras selama ini. Ke 10 masalah ini saling terkait dan butuh penanganan serempak untuk menjawabnya.

Secara rinci ke 10 penyebab itu adalah pertama adalah volume pupuk subsidi dikurangi 50 persen. Amran mencatat alokasi pupuk subsidi pada 2021 sebanyak 8,78 juta ton. Namun tiap tahun alokasi pupuk turun hingga hanya 4,73 juta ton tahun ini. Kedua adalah sebanyak 17 hingga 20 persen petani tidak bisa menggunakan Kartu Tani. Ketiga adalah petani hanya diberi pupuk satu kali tanam.

Keempat Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Jawa mencatat 30 juta orang tidak boleh menerima pupuk. Kelima, alsintan (alat dan mesin pertanian) sudah tua. Keenam adalah kekeringan akibat El Nino. Ketujuh adalah saluran irigasi 60 persen kondisinya perlu direhabilitasi. Kedelapan, jumlah petugas penyuluh lapangan (PPL) hanya 50 persen dari kebutuhan. Kesembilan bibit unggul berkurang. Dan kesepuluh anggaran turun.

Sedangkan masalah krusial lain lagi adalah soal alih fungsi lahan pertanian yang semakin membabi-buta, termasuk di dalamnya alih kepemilikan lahan petani, dan tersendatnya alih generasi petani padi, karena semakin banyaknya kaum muda perdesaan yang enggan bekerja menjadi petani padi. Kedua hal ini, jelas tak kalah seriusnya untuk ditangani dengan baik.

Menjawab persoalan-persoalan diatas, Pemerintah tampak serius mencarikan jalan keluarnya. Untuk menjawab keluhan petani yang selalu mengalami kelangkaan di saat musim tanam tiba, mulai tahun 2024, Pemerinrah telah menambah jumlah kuota pupuk bersubsidi sebesar 2 kali lipat dari yang berjalan selama ini. Semula 4,7 juta ton, kini 9,55 juta ton.

Untuk kebutuhan benih unggul padi bagi para petani pun terus disediakan Pemerintah. Hanya dengan benih yang unggul dan berkualitas baik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan secara signifikan. Dengan bibit yang unggul, produksi padi per hekrar dapat ditingkatkan jadi 7 ton dibanding rata-rata nasional sekarang yang hanya mencapai sekitar 5 – 6 ton per hektar

Perbaikan irigasi yang sekarang ini mengalami rusak berat, sedang dan ringan, perlu segera digarap. Irigasi merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman padi. Itu sebabnya, sinergi dan kolaborasi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum, mutlak dilakukan dan tidak boleh ditunda-tunda lagi.

Jumlah petugas Penyuluh Pertanian, juga perlu ditambah. Seperti dijelaskan Pemerintah, jumlah Penyuluh Pertanian yang ada, sangat jauh dari memadai. Hal ini terjadi, karena banyak tenaga Penyuluh Pertanian yang pensiun, sedangkan regenerasi Penyuluh Pertanian relatif tersendat karena banyak Kepala Daerah yang tidak memberi suppor serius terhadap keberadaan Penyuluh Pertanian.

Anjloknya produksi beras, boleh jadi disebabkan oleh berlangsungnya alih fungsi lahan pertanian yang semakin membabi-buta. Di banyak daerah, malah terjadi pula yang namanya alih kepemilikan lahan petani ke non petani. Fenomena ini, tentu saja membuat luas lahan pertanian jadi menyusut, sehingga produksi padi yang dihasilkan jadi semakin berkurang.

Sebetulnya masih banyak penyebab anjloknya produksi beras yang dapat dibedah lebih dalam lagi. Hanya, atas dasar pengamatan yang menyeluruh, hal-hal yang dipaparkan diataslah yang butuh jalan keluar dengan segera. Kita tidak ingin j8ka Pemerintah lebih mengedepankan wacana. Tapi yang kita butuhkan adanya langkah nyata yang cerdas dan bernas serta mampu memberi jalan keluar terbaiknya.

Akhirnya perlu disampaikan, jika kita menelaah data KSA diatas, produksi beras dalam negeri tahun 2024 jauh lebih menurun dibandingkan produksi beras tahun 2023. Suasana ini, benar-benar merisaukan. Persoalannya adalah apakah tahun depan kita akan menghadapi suasana yang sama dengan yang terjadi tahun ini ? Jawabnya tegas, mestinya tidak ! Tugas kita bersama adalah membuktikannya.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

TATKALA BULOG BERBURU GABAH

TATKALA BULOG BERBURU GABAH OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Dunia pergabahan jelas berbeda dengan dunia perberasan. Itu sebabnya, Pemerintah membedakan Harga

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *