12 July 2024 14:29
Opini dan Kolom Menulis

MEREDUPNYA SINAR SWASEMBADA BERAS

MEREDUPNYA SINAR SWASEMBADA BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sejarah mencatat, bangsa kita pernah menyabet dua penghargaan berkelas internasional terkait dengan kisah suksesnya meningkatkan produksi beras. Pertama, penghargaan dari Badan Pangan Dunia (FAO) atas keberhasilannya menggeser citra dari importir beras yang cukup besar di dunia, menjadi bangsa yang mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya dari hasil produksi dalam negeri pada tahun 1984.

Kedua, penghargaan dari Lembaga Riset Dunia International Rice Reasearch Institute (IRRI) yang memberi titik tekan pada pengembangan inovasi dan teknologi budidaya padi tahun 2022. Penghargaan diberikan, salah satunya karena bangsa kita selama 2019-2021, mampu menutup rapat-rapat kran impor beras.

Terlepas dari kualitas swasembada beras yang kita capai (swasembada on tren atau swasembada permanen), dua penghargaan berkategori internasional yang cukup membanggakan ini, membuat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mampu meraih swasembada beras. Ini jelas sebuah prestasi yang diraih lewat kerja keras dan kerja cerdas segenap kompinen bangsa.
Namun sangat disesalkan, baru saja Pemerintah diberi piagam penghargaan oleh IRRI atas kisah suksesnya meningkatkan produksi dan produktivitas beras, beberapa bulan kemudian kembali Indonesia membuka kran impor beras untuk memenuhi cadangan beras Pemerintah yang menyusut cukup tajam. Hingga kini impor beras masih berlanjut. Bahkan ada indikasi menjadi sebuah kebutuhan.

Meredupnya sinar swasembada beras, tentu tidak boleh dipungkiri. Sinyalnya sendiri telah berkelap-kelip sejak lama. Pasti banyak hal yang bisa dijadikan alasannya. Yang paling mudah dikambing-hitamkan ya El Nino itu. Hampir semua pejabat di negeri ini akan menyebut sergapan El Nino sebagai biang keladinya. Pertanyaannya apakah hanya El Nino biang keroknya ?

Langkah Menteri Pertanian Amran Sulaiman menggenjot produksi dan produktivitas beras saat ini merupakan kebijakan yang patut diberi acungan jempol. Saat ini yang kita butuhkan adanya tindakan nyata yang sifatnya solutif. Buang jauh-jauh perdebatan yang tidak produktif. Rakyat sudah bosan dengan bualan-bualan politik yang banyak mengandung kebohongan.

Sekalipun sinar swasembada beras mulai meredup dalam kehidupan berbangsa, berbegara dan bermasyarakat, tapi kita tetap harus optimis, diujung terowongan yang gelap gulita, masih ada cahaya. Persoalannya adalah apakah segenap komponen bangsa siap untuk bergandengan-tangan dan berjuang keras untuk mewujudkannya ? Siapkah kita bersinergi dan berkolaborasi dalam penerapannya ?

Dengan kekayaan sumberdaya alam yang kita miliki, mestinya pencapaian swasembada beras bukanlah hal sulit untuk diraih. Selain itu, kita sudah punya pengalaman bagaimana mewujudkannya. Tinggal sekarang, bagaimana kita menggarapnya dengan sungguh-sungguh agar dalam setiap nurani anak bangsa tertanam rasa, swasembada beras itu nerupakan “harga mati”.

Omong kosong keberhasilan meraih swasembada beras dapat diumumkan lagi kepada warga dunia, bila kita hanya “omon-omon” saja. Apa yang ditempuh Pemerintah, lewat kebijakan menambah luas tanam dengan mengoptimalkan lahan rawa dan lahan terlantar, sedikit banyak akan menambah raihan produksi dari dalam negeri. Belum lagi dengan langkah percepatan masa tanam, yang diharapkan mampu menambah genjotan produksi itu sendiri.

Catatan kritisnya, mengapa tidak sejak dulu kita menerapkan langkah ini dalam memacu produksi beras ? Mengapa pula setelah terpepet, kita baru menerapkannya ? Lebih gawat lagi, mengapa kita harus selalu memposisikan diri sebagai pemadam kebakaran ? Padahal, bsnyak pihak yang mengingatkan agar kita dapat menggunakan pendekatan deteksi dini dalam menjawab setiap masalah yang ada ?

Memasuki pergerakan dunia informasi dan tuntutan rakyat yang begitu cepat berubah, tidak selayaknya Pemerintah masih menjebakan diri pada posisi selaku pemadam kebakaran dalam menangani suatu masalah. Artinya, langkah baru bergerak setelah masalah muncul, mestinya segera kita tinggalkan. Sebagai penggantinya, kita dimintakan untuk dapat menerapkan pendekatan deteksi dini (early warning).

Hal yang sama berlaku pula dalam pencapaian swasembada beras. Pemerintah, tentu tidak perlu sedih atau merasa kebakaran jenggot, jika tiba-tiba produksi beras menurun dengan angka yang cukup signifikan. Terlebih jika dikaitkan dengan kebutuhan akan beras yang saat-saat ini meningkat cukup tinggi. Bangsa ini membutuhkan beras, bukan hanya untuk konsumsi masyarakat, namun ada kebutuhan lain yang mendesak untuk dipenuhi.

Diantaranya, kebutuhan untuk pengokohan cadangan beras Pemerintah, yang selama ini terlihat cukup merisaukan. Untuk pengamanan kita butuh sekitar 1,2 – 1,5 juta ton. Bahkan Presiden Jokowi menginginkan agar cadangan beras yang kita miliki sebesar 3 juta ton. Kebutuhan ini sangat tinggi, sehingga membutuhkan kerja cerdas untuk pemenuhannya. Dibutuhkan kiprah luar luar biasa dan terobosan cerdas pencapaiannya.

Kebutuhan lain yang cukup besar adalah beras untuk Program Bantuan Pangan Beras bagi 22 juta rumah tangga penerima manfaat. Bantuan beras 10 kg per bulan yang diberikan 6 bulan berturut-turut, akan memerlukan beras sebesar 1,32 juta ton. Kalau direncanakan selama satu tahun, maka kita butuh beras sebesar 2,64 juta ton. Kebutuhan ini tidak mungkin terjawab bila kita hanya mengandalkan diri kepada produksi beras dari hasil para petani di dalam negeri.

Resikonya, Pemerintah lagi-lagi harus membuka kran impor beras dengan jumlah yang cukup mengejutkan. Mulai tahun lalu sampai saat ini, kita telah menanda-tangani impor beras diatas 3 juta ton. Hal ini wajar digarap Pemerintah, karena jika dikaitkan dengan surplus beras 2023, kita hanya mampu menghasilkan 700 ribu ton saja. Tanpa impor dari mana lagi kita akan memenuhi kebutuhan diatas.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Famtahinu hunna

Famtahinu hunna Ku Dedeng Kalimah ieu aya dina ayat ka 10 Surat al Mumtahanah. Ku ayat ieu téh, kagungan ngalaksanakeun

Read More »

SINYAL KESEJAHTERAAN PETANI

SINYAL KESEJAHTERAAN PETANI OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Gambaran soal kesejahteraan petani, lagi-lagi muncul menjadi isu menarik, untuk dibincangkan menjelang berlangsungnya

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *