7 July 2024 01:04
Opini dan Kolom Menulis

MENURUNKAN HARGA BERAS TANPA MENURUNKAN HARGA GABAH

MENURUNKAN HARGA BERAS TANPA MENURUNKAN HARGA GABAH

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Pemerintah sungguh sangat optimis. Saat panen raya tiba, hsrga beras di pasar bakal menurut. Pernyataan ini muncul, setelah sekian lama Pemerintah tak berdaya mengendalikan harga beras yang naik cukup ugal-ugalan. Berbagai kebijakan dan langkah telah ditempuh. Semua langkah belum ada yang ampuh. Harga beras tetap bertengger pada angka yang cukup tinggi. Harga beras, memang aneh !

Sebetulnya ada pertanyaan cukup mendasar, mengapa Pemerintah seperti yang tidak berkemampuan lagi untuk mengendalikan harga beras pada tingkat harga wajar ? Selama ini Pemerintah seperti yang kehabisan enerji. Bukankah selaku “ruling class”, Pemerintah memiliki kekuasaan dan kewenangan yang digenggam untuk “menghitam-putihkan” bangsa dan negeri tercinta ?

Banyak alasan yang hangat diperbincangkan untuk menjawab seabrek pertanyaan diatas. Apakah benar, melesatnya harga beras ke angka yang cukup tinggi, jauh melewati Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras, disebabkan oleh Tata Kelola Perberasan yang tidak berkualitas ? Akan lebih parah, bila kita memang belum memiliki “Grand Desain Pembangunan Perberasan” untuk 25 tahun ke depan.

Banyak pihak menengarai, salah satu penyebab melesatnya harga beras di pasar, karena memang berasnya tidak ada. Beras tidak ada, ya karena produksunya turun. Lalu, kenapa turun ? Ya, karena ada El Nino. Lalu, kebutuhan terhadap beras juga semakin meningkat jumlahnya. Kita butuh beras, bukan hanya untuk konsumsi masyarakat, tapi juga butuh untuk cadangan beras Pemerintah dan Program Bantuan Pangan Beras.

Kebutuhan beras untuk konsumsi tercatat sekitar 30,20 juta ton. Sedangkan produksi beras 2023 terekam sebesar 30,90 juta ton. Atas data ini, sebetulnya kita masih surplus sebesar 700 ribu ton. Lantas, bagaimana dengan kebutuhan untuk cadangan beras Pemerintah ? Sebagai “iron stock” kita perlu sekitar 1,2 – 1,5 juta ton. Bahkan Presiden Jokowi berharap agar cadangan beras ini bisa mencapai 3 juta ton.

Kebutuhan jangka pendek yang tak mungkin dikesampingkan adalah beras untuk program Bantuan Pangan Beras untuk 22 juta rumah tangga penerima manfaat yang setiap bulan akan diberi bantuan sebesar 10 kg. Jumlah beras yang harus tersedia selama 6 bulan saja, kita butuh 1,32 juta ton. Bertambah dua kali lipat, jika kita ingin menambah tenggang waktu hingga 12 bulan. Berarti kita memerlukan beras sebesar 2,64 juta ton.
Bila hal ini dikaitkan dengan jumlah surplus beras yang hanya 700 ribu ton, dapat dipastikan jumlah sebesar itu tidak akan mencukupi kebutuhan untuk cadangan dan program bantuan pangan beras. Catatan kritisnya, bila produksi beras hasil petani dalam negeri kurang, maka solusi jangka pendek, kita harus membeli beras hasil produksi petani luar negeri. Kesimpulannya, impor beras dengan angka cukup besar, tentu tidak dapat kita hindari.

Pemaparan diatas menunjukan suasana perberasan di negara kita, tampak sedang tidak baik-baik saja. Produksi menurun dan harga beras di pasar mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Solusi cerdas untuk menanganinya, dalam jangka pendek kita perlu impor dan jangka menengah/panjang, kita harus menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada beras permanen.

Menggenjot produksi beras, kini sudah mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Tambahan anggaran sudah dikucurkan. Rp.5,8 trilyun ditambahkan untuk peningkatan produksi padi dan jagung serta tambahan keperluan alsintan. Begitu pun tambahan anggaran sebesar Rp.14 trilyun untuk menambah jumlah pupuk bersubsidi menjadi 9,5 juta ton. Semua ini memberi bukti betapa seriusnya Pemerintah menangani perberasan.

Selain mengokohkan ketersediaan beras dalam negeri nelalui kebijakan perluasan areal tanam, yang salah satu nya mengoptimalkan keberadaan lahan rawa dan lahan terlantar, Pemerintah juga melakukan percepatan masa tanam dengan meberapkan inovasi dan teknologi budidaya tanaman. Semua digarap serempak menjadi gerakan nasional yang langsung dikomandoi oleh Menteri Pertanian sebagai pembawa pedang samurainya.

Selain mem eri titik tekan di aspek produksi dan produktivitas, kini Pemerintah pun fokus menangani soal harga beras yang masih tinggi. Pernyataannya, Pemerintah optimis, pada saat panen raya, harga beras akan turun dengan sendirinya. Penurunan harga beras, mutlak segera dilakukan, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang semakin memprihatinkan, sehingga daya belinya makin melenah.

Yang butuh catatan khusus adalah apakah langkah menurunkan harga beras tidak akan diikuti dengan menurunnya harga gabah ? Ini yang perlu digaungkan terus, karena Pemerintah sendiri telah meminta kepada stake holder pergabahan dan perberasan untuk menjaga agar saat panen raya, harga gabah tidak anjlok. Pengalaman mempertontonkan, setiap panen raya tiba, harga gabah di tingkat petani selalu anjlok dan merugikan para petani.

Tapi inilah anehnya hidup di Tanah Merdeka. Belum lagi panen raya tiba, diberbagai daerah telah berkelap-kelip sinyal turunnya harga gabah. Keceriaan petani yang baru saja merasakan nikmatnya harga gabah diatas Rp.7000,- per kg, sekarang harus bergeser menjadi kenestapaan. Pasalnua, harga gabah kembali melorot ke angka dibawah Ro.7000,- per kg. Jika tidak ada keberpihakan Pemerintah, boleh jadi panen raya kali ini bakal melahirkan tragedi kehidupan di kalangan petani.

Keadaan turunnya harga gabah seiring dengan hasrat Pemerintah menurunkan harga beras, sebenarnya sudah terpikirkan sejak lama. Bos Perum Bulog mengakui, sangat tidak mungkin kita akan bisa menurunkan harga beras ke posisi semula sebelum kenaikan yang ugal-ugalan ini terjadi. Tsntangannya cukup berat, apalagi jika menuntut agar harga gabah dipertahankan pada angka yang menguntungkan petani.

Harapan tinggal harapan. Janji ya tinggal janji. Menurunkan harga beras tanpa menurunkan harga gabah atas harga yang berlaku sekarang, mungkin saja merupakan gambaran yang sifatnya utophis. Harga beras bisa turun, namun harga gabahnya juga bakal turun. Sebuah keajaiban, jika Pemerintah mampu menurunkan harga beras tanpa dibarengi menurunnya harga gabah.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *