2 July 2024 09:27
Opini dan Kolom Menulis

MENGGENJOT PRODUKSI, MENGEREM KONSUMSI

MENGGENJOT PRODUKSI, MENGEREM KONSUMSI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Setidaknya ada dua langkah penting dalam mengatasi “kedaruratan beras”, yang kini tengah kita alami. Pertama dengan menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada dan kedua dengan mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi. Kedua langkah ini pentung digarap secara bersamaan, tanpa ada yang tertinggal antara satu dengan lainnya.

Persoalannya adalah apakah keinginan politik seperti ini, sudah dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata dilapangan atau baru sebatas cita-cita yang ingin diraih ? Jawabannya tegas, ternyata kita belum mampu mewujudkannya. Malah yang tampak, Pemerintah seperti yang menjebakkan diri, hanya kepada upaya menggenjot produksi semata.

Lalu, bagaimana dengan upaya mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi ? Ah, kelihatannya Pemerintah belum terpanggil hatinya untuk menjadikan program diversifikasi pangan sebagai kebijakan prioritas. Bahkan ada yang menyebut Pemerintah memang belum tertarik untuk melakukannya. Kalau pun ada program ya seingetnya saja.

Berbeda dengan mengerem konsumsi, yang namanya menggenjot produksi, kini betul-betul dijadikan program super prioritas Pemerintah. Dukungan yang diberikan bukan cuma dari sisi regulasi dan kebijakan, namun dari sisi anggaran pun Pemerintah telah mengucurkan anggaran yang tidak kecil. Menggenjot produksi benar-benar sebuah kebutuhan.

Betul, tidak ada yang salah jika Pemerintah memberi perhatian khusus terhadap langkah menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada, tapi apakah tidak akan menjadi lebih keren lagi, kalau Pemerintah pun memberi perhatian yang serius terhadap upaya mengerem laju ko sumsi masyarakat terhadap nasi. Kedua program ini butuh digarap secara bersamaan.
Sebetulnya, kelembagaan Pemerintah yang menggarap kedua program ini memang beda. Menggenjot produksi adalah urusan Kementerian Pertanian, sedangkan urusan mengerem konsumsi, bisa saja digarap oldh Badan Pangan Nasional. Kedua kelembagaan Pemerintah yang menangani urusan pangan ini sudah saatnya bersinergi dzn berkolaborasi.

Kegiatan menggenjot produksi sepertinya sudah lebih nyata dan memberi hasil yang jelas. Badan Pusat Statistik hampir setiap bulan selalu merilis perkembangan luas panen dan produksi. Akan tetapi, kegiatan mengerem konsumsi masyarakat terhadap nasi, terkesan belum memperlihatkan hasil nyata yang terukur dan signifikan.

Program Penganekaragaman Pangan, bukanlah hal baru dalam peta bumi pembangunan yang kita lakoni. Sudah sejak 60 tahun lalu, Pemerintah cukup getol mengkampanyekan kegiatan diversifikasi pangan ini. Pemerintah selalu menekankan tentang betapa perlunya bangsa ini meragamkan pola makan, sehingga tidak menggantungkan diri hanya kepada satu jenis komoditas bahan pangan pokok, yakni beras.

Kampanye meragamkan pola makan masyarakat, memang telah membahana sejak lama. Sayangnya, program yang cukup mulia ini tidak dikemas kedalam desain perencanaan yang utuh, holistik dan komprehensif. Artinya, program diversifikasi pangan baru akan digelar kalau ada anggarannya. Tapi, kalau tidak ada dukungan anggaran Pemerintah, omong kosong program ini akan menjawab sasarannya.

Mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap beras, sudah waktunya dijadikan program unggulan Pemerintah dalam bidang ketahanan pangan yang berkualitas. Badan Ketahanan Pangan dimintakan untuk dapat tampil sebagai pembawa pedang samurainya di lapangan. Kehormatan ini penting diberikan agar Badan Pangan Nasional mampu memberi sesuatu yang bernakna dalam pembangunan pangan di negeri ini.

Dalam memasuki usianya yang ke 3 tahun, Badan Pangan Nasional sempat menggelar acara pentingnya program diversifikasi pangan. Acara yang digekar di Gelora Bung Karno tersebut telah membuka kesadaran baru tentang perlunya diversifikasi pangan dijadikan gerakan nasional dan gerakan daerah secara berbarengan. Jangan lagi kegiatan ini dikemas dalam bentuk keproyekan an sih.

Ironisnya, langkah Badan Pangan Nasional ini hanya menghangat disaat pencanangan semata. Setelahnya nyaris tak terdengar ceritanya. Padahal, kalau anggarannya tersedia, Badan Pangan Nasional bisa lebih keren lagi menerapkan kampanye diversifikasi pangan secara lebih terukur dan berkesinabungan. Lain cerita, jika memang anggarannya tidak disediakan oleh Pemerintah.

Dihadapkan pada kondisi seperti ini, mestinya Pemerintah tidak perlu ragu untuk memberi anggaran pembangunan terhadap Badan Pangan Nasional. Apalagi dukungan anggaran yang diberikan menyangkut upaya meragamkan pola makan masyarakat. Kita memang tidak boleh main-main dalam mengelola urusan pangan pokok masyarakat, termasuk dalam hal dukungan anggarannya.

Menyadarkan penentu kebijakan akan pentingnya mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi, kelihatannya masih membutuhkan waktu yang cukup panjang. Pemerintah sendiri, kelihatannya lebih tertarik untuk menggenjot produksi setinggi-tingginya ketimbang meragamkan pola makan masyarakat. Padahal, jika digarap bersamaan, boleh jadi hasilnya akan jauh lebih baik lagi.

Mengerem laju konsumsi masyarakat terhadap nasi, kini sudah saatnya dirumuskan dalam sebuah Grand Desain. Pemerintah jangan lagi melakukan langkah yang sifatnya “angat-angat tai ayam”. Sebab, kalau tidak dirancang lewat sebuah desain perencanaan, program diversifikasi pangan, tak ubahnya hanya sekedar mimpi di siang bolong.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT)

Munafik

MUHASABAH SHUBUHSelasa, 2 Juli 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUNAFIQ Saudaraku, ketahuilah bahwa sifat munafik adalah sifat yang merusak ahlak manusia,

Read More »

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 30 Juni 2024Awa Koswara, S.PdGuru SDN Cibeunying 2 Majalaya Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *