19 November 2024 08:26
Opini dan Kolom Menulis

MENGGENJOT PRODUKSI, JANGAN LUPAKAN KESEJAHTERAAN PETANI

MENGGENJOT PRODUKSI, JANGAN LUPAKAN KESEJAHTERAAN PETANI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Adanya pandangan yang menyatakan jika produksi dapat digenjot dan meningkat secara signifikan, otomatis kesejahteraan petaninya akan semakin membaik, kini muncul menjadi bahan diskusi yang menarik. Penggugatan atas pemikiran seperti ini terus dilakukan. Apakah betul, produksi yang meningkat menjadi satu-satunya ukuran untuk menentukan kesejahteraan petani ? Atau masih banyak faktor yang membuat petani hidup sejahtera dan bahagia ?

Tugas dan fungsi utama Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, jelas bertanggungjawab untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya menuju swasembada. Pemerintah memiliki kewajiban untuk menghasilkan bahan pangan yang cukup bagi masyarakat. Pangan, khususnya bahan pangan pokok, harus tersedia sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.

Catatan kritis yang penting dibahas lebih dalam, strategi apa yang sebaiknya dipilih Pemerintah, agar produksi yang meningkat ini, benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan petaninya ? Mengacu terhadap pengalaman yang ada, salah satu faktor penting penentu kesejahteraan petani, membaik atau tidak, dapat dilihat dari harga jual di tingkat petani.

Dengan kata lain dapat disebutkan, produksi hasil pertanian yang meningkat, hanya akan membuat petani sejahtera, kalau harga jual yang terjadi di pasar, memang menguntungkan bagi petani. Sebaliknya, walaupun produksi yang dihasilkan sangat berlimpah, namun harga jualnya jatuh, jqngan harap petani akan dapat hidup sejahtera. Catatan penting, produksi meningkat, mestinya dibarengi pula dengan harga jual di tingkat petani yang wajar dan menguntungkan.

Lalu, bagaimana dengan kenyataannya di lapangan ? Inilah sebetulnya esensi tulisan yang sekarang. Jika ambil pengalaman usahatani padi, sepertinya harapan produksi yang meningkat otomatis akan mensejahterakan petani padi, masihlah jauh dari fakta kehidupan. Banyak hal yang menyebabkan mengapa sekalipun produksi padi meningkat cukup terukur, namun kesejahteraan petaninya, terlihat jalan ditempat alias tidak beranjak.

Itu sebabnya, kebijakan Pemerintah menggenjot produksi padi saat ini, sedini mungkin harus disiapkan pula kebijakan untuk mensejahterakan para petaninya. Disinilah diperlukan adanya sinergitas dan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga, Dunia Usaha, Akademisi, Komunitas dan Media guna melahirkan strategi pembangunan pertanian yang mampu meraih dua tujuan secara bersamaan, yakni produksi meningkat, kesejahteraan petaninya pun semakin membaik.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras. Di lain pihak kita juga mengenali, sebagian besar petani lebih berkepentingan dengan HPP Gabah. Alasannya singkat, karena para petani padi akan berujung di gabah dalam menggarap usahatani nya. Sedangkan beras, umumnya sudah digarap oleh para pedagang atau pengusaha yang bergerak di dunia perberasan.

HPP Gabah, kini dipatok pada angka Rp.5000,- per kg. Penetapan harga ini, tentu bukan dengan cara “sim sala bim”, tapi dihitung berdasarkan indikator-indikator tertentu, seperti biaya produksi, resiko usahatani dan keuntungan yang wajar bagi petani. Persoalannya, apakah para petani telah dapat merasakan kenikmatan dengan tingkat harga sebesar itu ? Atau belum, mengingat munculnya aspirasi lain yang diutarakan para petani di lapangan.

Adanya sergapan El Nino yang membuat produksi beras secara nasional menurun cukup signifikan, melahirkan kenaikan harga beras cukup tinggi di pasar. Banyak pihak menyebut, kenaikan harga beras ini pantas dikatakan “ugal-ugalan”. Naiknya harga beras, tentu saja akan diikuti secara otomatis dengan kenaikan harga gabah. Terkait naiknya harga gabah sampai menembus angka Rp.7000,- per kg, jelas disambut riang gembira oleh para petani.

Kenaikan harga gabah ini, benar-benar amat disyukuri oleh para petani. Alasannya sederhana, karena dengan harga gabah sekitar Rp.7000,- per kg, jerih payah dan kerja keras petani selama kurang lebih 100 hari itu, betul-betul dihargai dengan nilai yang pantas. Petani sendiri, sangat menikmati dengan tingkat harga yang terjadi di lapangan. Atas hal ini, sangat keliru bila para penentu kebijakan menutup mata, atas fakta kehidupan yang terjadi.

Kalau petani merasa senang dengan harga gabah sekitar Rp.7000 – per kg, maka apakah tepat , bila ada pihak-pihak tertentu yang ingin menurunkan lagi harga gabah ke tingkat HPP Gabah sebesar Rp.5000,- per kg ? Ah, rasanya tidak ! Justru yang penting kita bahas lebih serius adalah apakah HPP Gabah yang berlaku sekarang, masih sesuai dengan perkembangan yang ada saat ini ? Bukankah akan lebih keren, bila kita melakukan kaji ulang atas HPP Gabah yang berlaku sekarang ?

Apakah penetapan HPP Gabah sebesar Rp.5000,- per kg, masih pantas diberlakukan ? Atau dengan mencermati fenomena kehidupan yang terjadi sekarang, HPP Gabah perlu dikaji ulang ? Lantas, berapa sebetulnya HPP Gabah yang wajar ditetapkan, sehingga mampu memberi berkah kehidupan bagi para petani ? Hanya, kalau petani sudah senang dengan harga sekitar Rp.7000,’ bukankah akan lebih aspiratif, bila HPP Gabah ditetapkan pada angka sebesar itu ?

Menjadikan HPP Gabah menjadi Rp.7000,- per kg atau naik sekitar 40 % dari yang berlaku saat ini, jelas memerlukan “sikap keberpihakan” Pemerintah untuk memperbaiki kualitas hidup para petani ke arah yang lebih baik. Hal ini penting diingatkan, karena sebagai warga bangsa, petani pun memiliki hak untuk hidup sejahtera dan bahagia. Petani mesti diberi peluang untuk menjadi penikmat pembangunan. Kewajiban Pemerintahlah untuk dalam tempo yang sesingkat-singkatnya mewujudkan harapan tersebut.
Menggenjot produksi berasĥ dalam kurun waktu sekarang, betul-betul tampil menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kebijakan Pemerintah yang membuka kembali kran impor beras itu sendiri. Sekarang, impor beras merupakan kebutuhan yang harus ditempuh. Impor beras bukan lagi pelengkap. Kita mesti legawa menerimanya. Sebab, kalau tidak impor, dari mana lagi kita akan mencukupi kebutuhan beras.

Akhirnya perlu disampaikan, semangat menggenjot produksi beras yang seirama dengan peningkatan kesejahteraan petaninya, tentu bukan hanya terbatas pada pidato psra pejabat. Petani butuh bukti yang diwujudkan melalui kebijakan, program dan kegiatan di lapangan. Petani bangkit mengubah nasib, hanya akan tercipta, jika Pemerintah, benar-benar menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap petani itu sendiri.

 

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Wafat Setelah Mengucapkan Kalimat Tauhid

𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓪𝓱𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓪𝓷𝓲𝓻𝓻𝓪𝓱𝓲𝓲𝓶Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokatuuh Wafat Setelah Membaca Kalimat Tauhid عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال ،قال رسول

Read More »

PERAN STRATEGIS KP3

PERAN STRATEGIS KP3 OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian tentang Petunjuk Teknis

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *