6 October 2024 00:34
Opini dan Kolom Menulis

MENGGENJOT PRODUKSI ATAU MERAGAMKAN POLA MAKAN ?

MENGGENJOT PRODUKSI ATAU MERAGAMKAN POLA MAKAN ?

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sudah sangat sering kita membaca judul artikel yang bersifat pernyataan. Judul tulisan kali ini, sengaja berupa sebuah pertanyaan : menggenjot produksi atau meragamkan pola makan ? Pertanyaan ini penting dan menarik. Betapa tidak ! Sebab, kalau kita bicara “menggenjot produksi”, berarti kita harus berjuang keras untuk meningkatkan produksi beras setinggi-tingginya.

Sedangkan “meragamkan pola makan”, berarti kita harus mengembangkan penganekaragaman pangan agar tidak tergantung hanya kepada satu jenis bahan pangan karbohidrat yaitu nasi. Andaikan kepada kita disodorkan pilihan, mana yang harus diprioritaskan dalam penerapannya, maka jawaban terbaik, kita harus melaksanakan keduanya secara berbarengan. Produksi beras meningkat, konsumsi terhadap nasi mesti turun.

Jujur perlu disampaikan, secara faktual, Pemerintah sendiri terlihat lebih memilih “menggenjot produksi” beras ketimbang menerapkan program “meragamkan pola makan raktat”. Hal ini wajar terjadi, karena berbagai alasan dan pertimbangan. Salah satunya, karena produksi beras tengah menurun, jalan keluar yang perlu diambil adalah meningkatkan produksi supaya ketersediaan beras mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lalu, bagaimana dengan upaya meragamkan pola makan ? Ya, ini juga penting. Hanya kalau dikaitkan dengan suasana kehidupan masyarakat saat ini, yang lebih diutamakan dalam jangka pendek adalah menggenjot produksi beras. Sedangkan program meragamkan pola makan masyarakat tidak terlampau mendesak untuk ditempuh. Meragamkan pola makan rakyat, perlu untuk jangka panjang.

Sejak dilantik menjadi Menteri Pertanian beberapa waktu lalu, Amran Sulaiman tampak cukup getol bicara tentang perlunya kita menggenjot produksi berbagai jenis bahan pangan, khususnya beras dan jagung. Amran berpandangan, tidak ada jalan keluar lain yang perlu ditempuh untuk menjawab penurunan produksi, selain harus sungguh-sungguh meningkatkan produksi seoptimal mungkin menuju swasembada.

Indonesia yang bercita-cita jadi “lumbung pangan” dunia tahun 2045, sangat memilukan bila sekarang kita mengalami penurunan produksi beras dengan angka yang cukup signifikan. Suasananya bisa semakin memalukan, jika hal ini kita hubungkan dengan raihan Proklamasi Swasembada Beras yang diproklamirkan pada tahun 2022 lalu. Orang-orang pun bertanya, kok aneh swasembada beras terekam produksinya turun.

Atas hal yang demikian, wajar jika Presiden Jokowi mendukung penuh langkah menggenjot produksi beras dan beberapa komoditas pangan lain. Tambahan anggaran pembangunan pertanian sekitar Rp. 5,8 Trilyun, jelas hal ini merupakan bukti nyata komitmen Pemerintah guna peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian, terutama untuk komoditas padi dan jagung.

Akan tetapi, langkah menggenjot produksi beras tanpa dibarengi dengan penanganan konsumsi masyarakat terhadap nasi, hal ini sama saja dengan bohong. Setinggi apa pun produksi yang dihasilkan, tidak akan dapat memberi perubahan yang diharapkan, sekuranya laju konsumsi masyarakat terhadap nasi tidak mampu kita rem. Pola makan masyarakat penting seceparnya diragamkan agar konsumsi dapat ditekan.

Upaya meragamkan pula makan, secara kemauan politik, sebetulnya telah dikampanyekan sejak puluhan tahun silam. Setiap Pemerintahan, baik dalam era Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi, sepakat program penganekaragaman pangan perlu digarap dengan sepenuh hati. Meragamkan pola makan masyarakat bukan lagi dijadikan program sampingan, namun perlu dijadikan program utama pembangunan pangan di negeri ini.
Sayang, dalam tindakan politiknya, Pemerintah seperti yang tidak serius, menampilkan program diversifikasi pangan sebagai kebijakan prioritas Pemerintah. Malah terkesan, program diversifikasi pangan ini digarap apa adanya. Sampai sekarang, kita tidak memiliki Grand Desain Program Penganekaragaman Psngan untuk 2t Tahun je Depan. Ini sebenarnya yang kita sesalkan.

Ketergantungan masyarakat terhadap salah satu jenis bahan pangan karbohidrat, sudah saatnya untuk dihentikan. Pemerintah perlu berjuang serius agar masyarakat dapat meragamkan pola makan dengan berbagai macam jenis pangan karbohidrat lain khususnya pangan lokal. Kita harus berani melahirkan regulasi guna mengerem konsumsi masyarakat terhadap nasi yang berlebihan.

Skenario meragamkan pola makan masyarakat, rupanya tidak cukup hanya dengan mengumandangkan jargon atau pidato para pejabat yang bersifat agitatif. Masyarakat butuh bukti nyata. Masyarakat ingin melihat langsung, bagaimana para petinggi negeri ini memberi teladan tentang mengkonsumsi pangan non beras. Dalam budaya patrimonial keteladanan menjadi perilaku yang sangat dibutuhkan.

Pengalaman selama puluhan tahun menunjukkan menggeser konsumsi masyarakat dari beras ke non beras, bukanlah hal yang cukup mudah untuk ditempuh. Banyak hal yang menjadi tantangan dan kendala. Selain hal ini berkaitan dengan budaya masyarakat, ketersediaan pangan pengganti beras pun belum tersedia dengan baik. Selain itu, tentu ada juga hal-hal lain yang berhubungan dengan daya beli masyarakat.

Problemnya akan semakin rumit, ketika Pemerintah menelorkan program yang kesannya “tojai’ah” dengan program diversifikasi pangan itu sendiri. Sebut saja, program bantuan langsung beras yang diberikan kepada 21,35 juta penerima manfaat. Langkah ini betul-betul “bertabrakan” dengan uoaya meragamkan pola makan masyarakat agar terbebas dari kecanduannya terhadap nasi. Bukankah akan lebih pas, jika yang diberikan kepada masyarakat adalah pangan lokal ?

Program Bantuan Langsung Pangan
yang selama ini diberikan dalam bentuk beras, jelas akan menghambat tindakan politik untuk program diversifikasi pangan. Ceritanya akan menjadi lain, jika yang diberikan adalah beragam jenis pangan lokal sesuai dengan kebiasaan lama masyarakat itu sendiri. Yang dulunya makan sagu ya diberikan sagu. Begitu pun dengan yang budaya masyarakatnya makan jagung, singkong, umbi-umbian dan lain sebagainya lagi.

Akhirnya, menarik untuk direnungkan, apakah program bantuan langsung beras yang dilakukan sekarang ini, ingin mengulangi progran RASKIN atau RASTRA dalam hubungannya dengan program diversifikasi pangan ? Paling mudah memang, belajar dari kesalahan masa lalu untuk menbuat kesalahan yang berulang.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *