MENATA ULANG TATA KELOLA PUPUK BERSUBSIDI
MENATA ULANG TATA KELOLA PUPUK BERSUBSIDI
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Pemerintah berkomitmen untuk mempermudah petani mendapatkan pupuk bersubsidi. Hal ini penting ditempuh untuk mewujudkan tercapainya swasembada pangan dalam waktu cepat. Namun begitu, pendampungan, pengawalan, pengawasan dan pengamanan program, perlu dijadikan fokus perhatian, agar tidak salah sasaran.
Dengan dipangkasnya jalur distribusi pupuk bersubsidi, rasa-rasanya, petani tidak perlu lagi mengurus surat keterangan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi sebagai syarat di masa lalu. Semuanya akan dipangkas menjadi hanya tiga level penyaluran, yaitu melalui Kementerian Pertanian (Kementan) dan PT Pupuk Indonesia (Persero). Di mana, pupuknya langsung diserahkan kepada petani, melalui gabungan kelompok tani (gapoktan).
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Dirut PT Pupuk Indonesia menyebut ada beberapa masalah serius yang perlu ditangani dengan cepat guna mewujudkan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Berkualitas. Berbagai soal yang selama ini sering mengedepan dalam kehidupan nyata di lapangan antara lain :
Pertama, 58% petani yang terdaftar di e-RDKK hingga Mei 2024 itu belum menebus pupuk bersubsidi. Petani yang belum menebus itu, merasa alokasi yang diberikan terlalu kecil, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mengambil ke kios, dirasakan menjadi lebih mahal. Sebagai jalan keluarnya, saat ini tengah melakukan pembaharuan data dan peningkatan sosialisasi melalui program yang dijalankan seperti PI menyapa dan Tebus Bersama.
Kedua mengenai regulasi daerah yang cukup menghambat. Menurut pantauan di lapangan, ada Surat Keputusan (SK) dari Bupati dan Gubernur yang belum keluar. Namun meski sudah keluar pun masih ada yang membatasi untuk petani menebus pupuk subsidi. Itu dibagi per bulan atau per musim tanam. Sekarang ada Permentan 01/2024 yang mem-bypass itu.
Ketiga, permasalahan alokasi pupuk subsidi mandek karena tingkat kehati-hatian kios penyalur yang tinggi menghindari potensi koreksi salur dari Tim Verifikasi dan Validasi yang menjadi beban kios. Selama bulan Januari-Maret 2024 ada koreksi sebesar Rp 15,6 miliar. Keempat, terkait perubahan musim tanam saat ini, sehingga menuntut dilakukan penyesuaian penyaluran pupuk subsidi.
Saat ini sudah ada 5 program di PT Pupuk Indonesia untuk mengakselerasi serapan pupuk subsidi, sehingga diharapkan akhir tahun bisa mendekati 9,5 juta ton. Dengan catatan e-RDKK pupuk organik sudah selesai kita sudah kontrak dengan para penyedia barang. Setelahnya, PT Pupuk Indonesia, akan segera memproduksi dan mengirim ke gudang lini 3, sehingga Agustus 2024, pupuk organik ini bisa disalurkan.
Rendahnya penebusan pupuk bersubsidi oleh petani, tentu saja dapat melahirkan masalah tersendiri dalam meningkatkan kualitas Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Itu sebabnya, sudah sejak lama diusulkan ada semacam Grand Desain Kebijakan Pupuk Bersubsidi dalam 25 Tahun ke Depan. Akan lebih keren, bila kita pun mampu melengkapi dengan Roadmap pencapaiannya.
Tata Kelola Pupuk Bersubsidi yang berkualitas, sebetulnya akan ditentukan pula oleh sampai sejauh mana pendampingan, pengawalan, pengawasan dan pengamanan program dapat digarap dengan baik. Kehadiran dan keberadaan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) akan ikut menentukan program.pupuk bersubsidi mencapai tujuannya.
Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), kini tengah dituding antara ada dan tiada. Banyak pihak menyimpulkan KP3, seolah-olah sedang “mati suri”. Di beberapa daerah, kepengurusannya ada, namun kegiatannya nyaris tak terdengar. KP3 yang seharusnya tampil sebagai lembaga pengawasan yang profesional, karena lemahnya dukungan anggaran, terpaksa hanya berkiprah ala kadarnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam
Keputusan Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian tentang Petunjuk Teknis Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida, yang dimaksud dengan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) adalah wadah koordinasi antar instansi terkait dalam pengawasan penyaluran pupuk dan pestisida. KP3 dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat provinsi dan oleh Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota, yang dukungan anggarannya dibebankan kepada APBD.
Tugas Komisi Pengawasan Pupuk Dan Pestisida (KPPP) Provinsi :
a. melakukan pemantauan baik secara langsung dan tidak langsung
terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penyimpanan serta
Penggunaan pupuk dan Pestisida; dan
b. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap laporan hasil pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait dan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida provinsi.
Wewenang Komisi Pengawasan Pupuk Dan Pestisida (KPPP) Provinsi :
a. melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk mengusulkan petugas dari instansinya untuk ditetapkan sebagai Pengawas Pupuk dan Pestisida di tingkat provinsi;
b. melakukan pembinaan kepada petugas Pengawas Pupuk dan
Pestisida agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan berjalan lancar;
c. meminta keterangan dan penjelasan dari pemilik Pupuk dan Pestisida mengenai keragaan/komposisi, mutu, harga dan Penggunaan Pupuk dan Pestisida yang dikelolanya serta
pendistribusiannya dan persediaan yang ada;
d. menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha serta anggota komisi tentang adanya dugaan penyimpangan dalam Peredaran Pupuk dan Pestisida serta penyalahgunaan dalam Pengadaan, penyaluran dan pemanfaatan Pupuk dan Pestisida
serta melakukan pengecekan, penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan tersebut;
e. memanggil pemilik untuk dimintai keterangan dan penjelasan sesuai dengan yang dibutuhkan;
f. berkoordinasi dengan lembaga/instansi yang menangani hukum atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk menindaklanjuti kegiatan Peredaran, Penggunaan Pupuk dan Pestisida yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian pihak lain;
g. memberi pendapat, saran atau penjelasan yang berhubungan dengan hal-hal yang dijumpai dalam Pengawasan Pupuk dan Pestisida di lapangan; dan
h. melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk menyelaraskan
pelaksanaan tugas Pengawasan Pupuk dan Pestisida sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang masing-masing instansi yang berkaitan dengan penanganan Pupuk dan Pestisida baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota lingkup provinsi.
Mencermati apa yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian diatas, khususnya terkait tugas dan wewenang Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), kalau saja seluruh uraian tugas dan kewenangan tersebut dapat dilaksanakan secara terukur dan profesional, mestinya kebijakan pupuk bersubsidi akan berjalan dengan baik. Pertanyaannya, mengapa dalam kenyataan di lapangan sangat sulit untuk diwujudkan ?
Semoga dengan dipangkasnya jalur distribusi pupuk bersubsidi yang lebih sederhana sekaligus dengan dioptimalkannya keberadaan KP3 di lapangan, berbagai rintangan dan hambatan pupuk bersubsidi akan dapat diselesaikan. Kita tidak akan lagi sering mendengar keluhan petani tentang langkanya pupuk saat musim tanam tiba.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).