31 March 2025 05:56
Opini dan Kolom Menulis

MEMPERTANYAKAN KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

MEMPERTANYAKAN KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Bagi bangsa kita, Ketahanan Pangan merupakan salah satu indikator penting dalam menilai kebehasilan pembangunan pangan sebuah bangsa. Negara-negara yang berhasil mencapai ketahanan pangan yang baik bervariasi, tergantung pada tahun dan sumber evaluasi. Berdasarkan laporan terbaru, beberapa negara yang berhasil mencapai ketahanan pangan yang baik adalah:

– Pada tahun 2020, Finlandia dinobatkan sebagai negara dengan peringkat terbaik untuk ketahanan pangan, dengan nilai mencapai 85,3.
– Pada tahun 2022, Austria berhasil mendapatkan skor 81,3 dan menempati peringkat kedua dalam ketahanan pangan global.
– Singapura memimpin sebagai satu-satunya negara dengan skor ketahanan pangan yang mencapai 70 poin di ASEAN.

Sementara itu, Indonesia sendiri menempati peringkat keempat ketahanan pangan di ASEAN, dengan skor 60,2 poin. Meskipun masih berada di bawah rata-rata global, Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan ketahanan pangannya dengan memperkuat kebijakan ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Finlandia merupakan salah satu negara yang berhasil mencapai ketahanan pangan yang baik. Negara ini memiliki skor yang tinggi dalam Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index/GFSI), yang mengevaluasi ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, dan keamanan pangan suatu negara. Finlandia unggul dalam beberapa aspek, seperti ketersediaan pangan.

Finlandia memiliki ketersediaan pangan yang memadai, dengan produksi pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Lalu, keterjangkauan Pangan. Pangan di Finlandia relatif terjangkau oleh penduduk, dengan harga yang stabil dan terkontrol. Selsnjutnya terkait dengan kualitas Pangan. Finlandia memiliki standar kualitas pangan yang tinggi, dengan pengawasan yang ketat terhadap produksi dan distribusi pangan.

Terakhir, soal keamanan Pangan. Finlandia memiliki sistem keamanan pangan yang baik, dengan pengawasan yang ketat terhadap kualitas dan keamanan pangan. Namun, Finlandia masih memiliki beberapa tantangan dalam mencapai ketahanan pangan yang optimal, seperti ketergantungan pada impor pangan dan perubahan iklim yang dapat mempengaruhi produksi pangan.

Menurut Undang Undang No.18/2012 tentang Pangan, yang dimaksud Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Catatan Badan Pangan Dunia (FAO), setidaknya ada tiga pra kondisi yang perlu disiapkan untuk mewujudkan Ketahanan Pangan berkualitas. Ke tiga kondisi tersebut adalah ketersediaan pangan, keterjangkauan psngan dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan Pemerintah dan impor bila produksi dalam negeri dan cadangan pangan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.

Konsep keterjangkauan adalah dapat tidaknya atau mudah tidaknya suatu lokasi dijangkau dari lokasi lain. Keterjangkauan tergantung dari jarak yang ditempuh dan yang diukur dengan jarak fisik, biaya, waktu, serta berbagai hambatan medan yang dialami. Sedangkan keterjangkauan pangan atau akses terhadap pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan.
Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Fungsi pangan yang demikian dikenal dengan istilah fungsi primer (primary function). Sedangkan, pemanfaatan pangan sendiri merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga, dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh).

Ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan merupakan pilar utama kokohnya ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan berkualitas. Untuk itu, dalam waktu yang “samporet”, mestinya kita dapat berbuat yang terbaik bagi perjalanan bangsa dan negara. Pangan, mesti selalu ada sepanjang waktu dan harganya pun terjangkau oleh masyarakat.

Di sisi lain, Ketahanan Pangan suatu bangsa akan kokoh sekiranya bangsa tersebut mampu meraih swasembada pangan lebih dahulu. Mana mungkin, ketersediaan pangan yang kuat bakal tercapai, jika untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, kita masih mengandalkan impor. Padahal, tanpa ada kemampuan untuk menggenjot produksi pangan setinggi-tingginya, praktis tidak akan terjadi Ketahanan Pangan yang diharapkan.

Ketahanan Pangan bangsa dan negara tsrcinta, sekarang masih berada dalam suasana yang tidak baik-baik saja. Beberapa jenis komoditas pangan strategis, seperti beras, jagung, kedele, gula, daging sapi, bawang putih, dan lain sebagainya sampai saat ini masih harus kita datangkan dari luar negeri, mengingat produksi yang dihasilkan petani masih belum mampu menutup kepsrluan dalam negeri.

Begitu pun dengan beras. Keperkasaan sebagai bangsa yang telah mampu berswasembada beras, kini tengah diuji, setelah dalam dua tahun terakhir, produksi beras secara nasjonal melorot dengan tajam. Bahkan banyak pihak menilai, sekarang Indonesia sedang menghadapi “darurat beras”. Untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, terpaksa kita harus mengandalkan kepada impor. Hal ini betul-betul sangat memilukan.

Jujur harus diakui, dunia perberasan nasional, kini sedang menghadapi masalah cukup serius. Selain produksi yang turun sangat signifikan, kita pun dihadapkan pada kenaikan harga beras di pasar yang melejit tinggi, selain juga membengkaknya angka impor beras. Emak-emak banyak yang mengeluh dan meminta Pemerintah untuk segera mengembalikan harga beras ke tingkat harga ysng wajar. Suara emak-emak ini, langsung disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk dicarikan solusinya.

Persoalan lain, yang tak kalah menarik untuk dicermati, terkait dengan “darurat beras” ini adalah soal semakin membabi-butanya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi peruntukkan non pertanian. Walau Pemerintah telah menerbitkan Undang Undang No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), namun alih fungsi lahan masih saja marak berlangsung. Bahkan diikuti pula oleh alih kepemilikan lahan petani ke non petani.

Terjadinya alih fungsi dan alih kepemilikan lahan pertanian, jelas akan berdampak langsung terhadap penurunan produksi beras. Terlebih dalam lima tahun belakangan, seluruh warga dunia disergap oleh adanya iklim ekstrim seperti El Nino dan La Nina. Sergapan El Nino sepanjang tahun 2023 dan 2024, benar-benar menjadikan dunia perberasan nasional amburadul, sehingga ketahanan pangan bangsa dan negara jadi terganggu.

Yang kurang diberi peran penting dalam membangun Ketahanan Pangan bangsa adalah sisi pemanfaatan pangan. Salah satu isu utamanya, berhubungan dengan sisi konsumsi. Ketahanan Pangan akan mantap, sekiranya laju konsumsi pangan masyarakat terhadap nasi dapat direm sedemikian rupa, sehingga tidak melahirkan kesan, Indonesia termasuk bangsa yang “rewog”. Tingginya laju konsumsi terhadap nasi, menyimpulkan program diversifikasi pangan belum berjalan baik.

Program Penganekaragaman Pangan, sepertinya masih belum dijadikan prioritas. Pemerintah terkesan masih mengutamakan program peningkatan produksi pangan. Artinya, sisi produksi masih lebih dianak-emaskan ketimbang sisi konsumsi. Akibatnya wajar, jika program diversifikasi pangan terkesan digarap hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban semata. Pemerintah belum serius merancang kebijakan untuk sungguh-sungguh meragamkan pola makan masyarakat.

Dibentuknya lembaga Pemerintah sekelas Badan Pangan Nasional, dengan tujuan untuk mengatur urusan pangan, lewat fungsi yang diembannya, salah satunya tentu dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya Ketahanan, Kemandirian dan Kedaulatan Pangan berkualitas. Penganekaragaman pangan atau langkah meragamkan pola makan masyarakat agar tidak menggantungkan diri hanya kepada satu jenis bahan pangan karbohidrat, mestinya betul-betul digarap serius oleh Badan Pangan Nasional.

Sayang, dalam perjalanan dan perkembangannya, peran tersebut tidak digarap optimal oleh Badan Pangan Nasional. Kalau pun ada kegiatan yang ditempuh, hal itu baru sebatas sosialisasi atau Festival yang sifatnya tidak berkelanjutan. Setelah proyeknya selesai, maka berakhir pulalah kegiatan dan programnya. Padahal, bangsa ini butuh kebijakan yang berkesinabungan guna menguatkan dan mengokohkan Ketahanan Pangan bangsa dan negara. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *